Mohon tunggu...
Cerpen

Maskot

2 September 2017   08:10 Diperbarui: 2 September 2017   09:45 769
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://pontianak.tribunnews.com/2015/05/03/busana-etnik-dari-bahan-daur-ulang

Maskot

Oleh. Rohmat Sholihin*

Bu Mila memasuki ruangan kelasku dengan membawa catatan kertas putih. Lalu duduk dimeja guru dengan penuh wibawanya. Kaca matanya mengarah kepada seisi ruangan tanpa berkedip sedikitpun. Sesekali pulpen yang ia pegang, ia tuliskan pada kertas putih itu. Entah apa yang ia tulis? Tak ada yang tahu, hanya hati menebak-nebak, pasti bu Milla akan memilih anak-anak untuk mengikuti perlombaan karena bulan ini adalah bulan Agustus, bulan penuh dengan kegiatan lomba dalam rangka memperingati hari ulang tahun Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia yang jatuh pada tanggal 17 Agustus.

            Dalam pikiranku membayangkan, bagaimana menjadi pemeran seorang putri maskot dalam karnaval? Dengan berdandan cantik, memakai baju indah berjuntai-juntai, memakai lipstik, memakai sanggul dengan kerlap-kerlip mahkotanya, bersepatu indah, senyum cantik indah mempesona. Semua penonton pasti akan tertuju padaku, semua mendekat lalu mengambil gambar untuk diabadikannya, fotoku akan dipajang kemana-mana, di Facebook, WhatsApp, BB, Messenger, dan media sosial lainnya. Serasa aku menjadi bintang idola anak semua bangsa. Seluruh dunia akan menyaksikan gambar-gambar indahku yang telah dibagikan.

            Sekali lagi bu Milla aku pandangi. Dan ia tersenyum manis yang tidak biasa ia lakukan padaku. Ia katakan dengan lirih namun telingaku menangkap suara itu dengan kuat.

            "Nem, kau ku pilih jadi maskot ya." Bicaranya padaku dengan senyum manisnya.

            "Oh iya," aku terkejut tapi dalam hatiku menjerit-jerit bahagia. Tepat seperti apa yang aku impikan.

            "Apa tidak salah, bu Milla?" Jawabku untuk meyakinkan.

            "Tidak, kau jadi maskot, Nem." Jawab bu Milla pasti.

Hatiku melonjak girang, senang bukan buatan. Inilah yang aku inginkan. Lebih tepatnya pikiran untuk menjadi maskot ada sejak aku masih kecil. Ketika sering diajak Emak melihat karnaval dikecamatan setiap bulan Agustus. Dan tanpa basa-basi aku jawab, "iya bu." Meski hatiku sedikit kecut namun masih kalah dengan keinginanku yang menghentak luar biasa.

            "Baiklah, Nem aku catat ya, sekalian ini surat pemberitahuan dari sekolah untuk orang tuamu dirumah." Bu Milla menyodorkan surat padaku. Hatiku kembali ragu, aku terima atau tidak. "Ah, sudahlah aku terima saja, setidaknya ada langkah-langkah lain yang bisa kupertimbangkan dengan Emak dirumah." Batinku sambil kupegang surat pemberitahuan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun