Mohon tunggu...
Cerpen Artikel Utama

[Cerpen] Stasiun Tua di Kampungku

25 Maret 2017   16:45 Diperbarui: 26 Maret 2017   01:00 2440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: days-of-dee-tresna.blogspot.co.id

Beberapa hari surat darimu datang, mengabarkan kau akan menikah dan menetap di kota Banjarmasin. “Akhirnya kau jadi pergi juga, Nad.” Gumamku. Dan meninggalkanku sendiri mematung di stasiun tua ini. Stasiun yang telah di bangun dengan arsitektur Kolonial Belanda itu kini di musnahkan dan tidak di bangun lagi. Begitu mudahnya orang-orang itu menghancurkannya, namun sulit untuk membangun lagi. Begitu juga perasaanku yang telah dihancurkan oleh keluarga Nadia. Bapaknya tak sudi jika anaknya punya suami hanya dari kelas kuli. Tapi aku sadar. Aku tahu, hati Nadia tak kan mudah melupakan namaku dalam hatinya. Meski bisa, tapi setidaknya namaku pernah tertulis rapi di sudut hatinya yang temaram. Dan jika kereta api yang datang silih berganti, selalu mengingatkanku pada Nadia, jika aku sering menjemput bidadari manis di stasiun tua di kampungku yang kini telah sirna bersama kenangan-kenangan di dalamnya.

*Penulis aktif di Komunitas Literasi Kali Kening Bangilan-Tuban.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun