Malam semakin kelam…
Ada rindu selang datang…
Diantara ranting-ranting pohon bambu yang meradang,
semak-semak yang tertikam,
dan batu-batu yang kusam,
Senyummu tak lagi riang, seriang anak perawan.
Bulan merah di Kali Kening, sengit dan genting.
Ketika gemericik air mengalun sendu, membawa kisah pilu,
Airmu tak lagi bening, ikan-ikanmu pada pusing,
Bulan merah di Kali Kening, cerita tentangmu kian merinding.
Keelokanmu tinggal secuil cerita, bahkan telah sirna.
Kini…
Bocah-bocah tak lagi mandi dipelukmu, tersenyum lepas dibahumu, bermain lumpur didadamu, dan berkeluh kesah diratapmu.
Mendekat saja enggan, sampah-sampah bertebaran dibibirmu, busuk baumu, kotor tubuhmu, racun ludahmu.
Bulan merah di Kali Kening, kesucianmu telah dirampas oleh zamanmu.
Terkoyak-koyak rakus tirani yang terus berevolusi.
Ayat-ayat suci dimanipulasi, disihir, dibungkus seperti candu.
Bulan merah di Kali Kening, sakitmu kian meradang, ngeri…
                                    Kali Kening, 8 Agustus 2016.
Rohmat Sholihin
Anggota dan aktif di Komunitas Kali Kening Bangilan-Tuban.
Bisa ditampar dengan kritikan tajam di email.
rohmat.sholihin@yahoo.com.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H