Fiksi ilmu adalah diksi spekulatif yang pengarangnya mengambil postulat dari dunia nyata sebagaimana yang kita ketahui dan mengaitkan fakta dengan hukum alam. Sebagai bagian dari cerita fantasi, fiksi ilmu kadang-kadang tidak mudah dibedakan apakah ia murni fantasi atau ilmu. Sebagai sebuah cerita yang hadir ke pembaca sebenarnya pembedaan tersebut tidak terlalu penting. Namun, yang jelas, walau telah diyakini melalui keyakinan yang bersifat illmiah, fiksi ilmu tetap saja mengandung unsur yang dipertanyakan kebenarannya(Aminah, 2022).
Cerita fantasi memiliki peran penting dalam mendukung perkembangan kecerdasan emosional anak, khususnya pada tahap perkembangan kognitif operasional konkret. Melalui penceritaan yang berbasis analisis fungsi tokoh, anak-anak dapat mengeksplorasi berbagai aspek emosional, seperti mengenal emosi diri, mengelola dan mengekspresikan emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain (empati), serta membina hubungan dengan orang lain. Kecerdasan emosional tersebut mencakup lima aspek, yakni:
- Mengenal emosi diri,
- Mengelola dan mengekspresikan emosi diri,
- Memotivasi diri,
- Mengenali emosi orang lain (empati),
- Membina hubungan dengan orang lain.
Cerita fantasi anak memiliki peran penting dalam meningkatkan kecerdasan emosional anak-anak pada tahap perkembangan kognitif operasional konkret. Melalui analisis fungsi tokoh dalam cerita, anak-anak belajar mengenali dan mengelola emosi diri, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain (empati), serta membina hubungan dengan orang lain. Sebelum diberikan cerita berbasis analisis tokoh, mayoritas anak menunjukkan kebutuhan untuk mengembangkan perilaku lebih lanjut di berbagai aspek kecerdasan emosional. Namun, setelah penceritaan, terdapat peningkatan signifikan pada kategori anak dengan kecerdasan emosional yang berkembang dengan baik, serta peningkatan anak yang memiliki kecerdasan emosional tinggi, misalnya dari 0,6% menjadi 4,3% pada aspek empati dan dari 4,3% menjadi 9,3% pada aspek memotivasi diri. Tokoh dalam cerita fantasi memberikan contoh situasi yang membantu anak memahami emosi, baik milik mereka sendiri maupun orang lain, serta mempelajari cara mengekspresikan emosi dengan sehat dan membangun hubungan sosial yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa cerita fantasi bukan hanya hiburan, tetapi juga sarana edukatif yang efektif dalam mengembangkan kecerdasan emosional anak secara menyeluruh, sehingga penggunaannya dalam pembelajaran dan pengasuhan anak perlu dioptimalkan (Subyantoro, 2007).
Lebih lanjut Goleman mengatakan bahwa kecerdasan emosional menjadi unsur penting dan utama dari kecerdasankecerdasan lainnya, dimana seringkali kita menemukan seseorang gagal bukan karena kemampuan intelektualnya yang minim tetapi karena kecerdasan emosionalnya yang rendah yang belum mampu mengelola penerimaan kondisi yang terjadi pada diri mereka. Adapun unsur penting dalam kecerdasan emosional anak yang dimaksud adalah
- Keyakinan, yakni perasaan kendali yang kuat terhadap tubuh dan perilakunya serta perasaan anak bahwa si anak akan cenderung berhasil daripada gagal,
- Rasa ingin tahu, yakni perasaan bahwa dengan menyelidiki sesuatu lebih dalam merupakan sesuatu yang menyenangkan dan bersifat positif bagi anak,
- Niat, yakni perasaan akan kekuatan hasrat dan keinginan dalam bertindak disertai ketekunan dalam meraih apa yang diinginkan,
- Kendali diri, yakni kemampuan mengendalikan tindakan dengan pertimbangan usia,
- Keterkaitan, yakni perasaan saling memahami ketika melibatkan diri dengan orang lain,
- Kecakapan berkomunikasi, yakni kemampuan verbal untuk saling menerima dan bertukar ide, gagasan perasaan dengan orang lain kemudian melahirkan kepercayaan dan kenyamanan pada orang lain.
Cerita fantasi tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga memiliki peran signifikan dalam mendukung perkembangan kecerdasan emosional anak. Melalui penceritaan yang memadukan imajinasi dan pesan moral, cerita fantasi membantu anak-anak mengenali dan mengelola emosi, memotivasi diri, serta memahami perasaan dan kebutuhan orang lain. Kemampuan-kemampuan ini menjadi landasan penting dalam pembentukan kepribadian yang sehat dan hubungan sosial yang positif. Peningkatan kecerdasan emosional melalui cerita fantasi terbukti dari pengaruhnya pada berbagai aspek, seperti empati, pengelolaan diri, dan komunikasi. Oleh karena itu, cerita fantasi dapat dioptimalkan sebagai alat pembelajaran dan pengasuhan, baik di rumah maupun di sekolah. Dengan memanfaatkan cerita fantasi, generasi masa depan diharapkan dapat tumbuh menjadi individu yang lebih peka, percaya diri, dan mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan sekitarnya.
   Sebagai upaya mengembangkan kecerdasan emosional, penting bagi orang tua, pendidik, dan pembuat kebijakan untuk memahami potensi sastra anak, khususnya cerita fantasi, sebagai sarana edukasi. Dengan demikian, literasi sastra dapat menjadi salah satu pendekatan yang efektif dalam membentuk anak-anak menjadi individu yang seimbang secara intelektual dan emosional.
Referensi
Aminah, S. (2022). Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra pada Anak Usia Dini. Journal of Early Childhood Education Studies, 2(1), 1--29. https://doi.org/10.54180/joeces.2022.2.1.1-29
Anafiah, S. (2015). Pemanfaatan Sastra Anak S K Ebagai Media Penumbuhan Budi Pekerti. 267--289. https://id.m.
Dilah, G., & Zahro', A. (2021). Kecerdasan Emosional Tokoh Perempuan Muslimah dalam Novel Assalamualaikum Beijing Karya Asma Nadia. Diglosia: Jurnal Kajian Bahasa, Sastra, Dan Pengajarannya, 4(1), 37--48. https://doi.org/10.30872/diglosia.v4i1.89
Fardani, R. (2023). Pengaruh Aktivitas Mendongeng terhadap Kecerdasan Linguistik dan Emosional Anak. Guru Tua: Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran, 6(1), 23--32. https://unisa-palu.e-journal.id/gurutua/article/view/143/118