Mohon tunggu...
aura khafifah
aura khafifah Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

ketika kamu berguna bagi semua orang , berarti kamu sudah menjadi orang - okin

Selanjutnya

Tutup

Financial

Apakah Bisa Negara Menambah Percetakan Uang untuk Mensejahterakan Masyarakat?

14 Oktober 2020   18:51 Diperbarui: 14 Oktober 2020   18:58 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada saat ini dapat dirasakan bahwa masalah perekonomian di Indonesia kian memburuk, melihat berbagai negara ada sebagian negaranya yang kaya dan ada juga yang tidak. Tidak dipungkiri lagi bahwasannya masih terdapat banyak negara yang miskin, terutama seperti di negara berkembang seperti kita. 

Dari masalah ini, sering kali berfikir mengapa negara kita tidak mecetak uang sebanyak-banyaknya untuk membanyak utang negara maupun untuk mensejahterakan masyarakatnya, agar terbebas dari kemiskinan? Tetapi ternyata mencetak uang sebanyak-banyaknya bukanlah solusi terbaik untuk mengatasi masalah ini .

Terkadang kita berfikir jika mencetak uang yang banyak akan mensejahterakan perekonomian masyarakatnya. Namun, sebenarnya hal tersebut menyebabkan masalah baru. Oleh karena itu negara tidak bisa mencetak uang sebanyak-banyaknya, hal tersebut bisa menyebabkan terjadinya kenaikan harga barang dan dapat menyebabkan menurunkan nilai uang tersebut, atau akan terjadi inflasi. Mengapa hal itu bisa terjadi ? 

Dikarenakan dalam suatu pasar pasti ada yang namanya jual dan beli, maka pemutaran uang dalam jual dan beli bisa menumbukan ekonomi. Negara akan mencetak uang hanya berdasarkan kebutuhan permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar, sehingga banyaknya jumlah uang yang beredar dan jumlah barang yang dibutuhkan harus seimbang.

Bank Indonesia juga melakukan percetakan uang sesuai kebutuhan masyarakat, dan memastikan kebutuhan uang tunai masyarkat dapat tersedia dalam jumlah yang cukup, pecahan yang sesuai, tepat waktu dan dengan kondisi yang layak edar.

Lalu bagaimana jika percetakan uang yang dilakukan terlalu banyak ?,jika pemerintah mencetakan uang terlalu banyak maka disisi lain kita memiliki uang yang banyak dan berpengaruh terhadap kemampuan membeli barang jadi semakin tinggi. Karena secara tidak langsung kita menghabiskan uang untuk membeli barang, maka harga barang yang kita belipun akan naik harganya karena menyesuaikan dengan banyaknya permintaan. 

Maka mengakibatkan produsen tidak mampu lagi untuk memproduksi banyak barang karena banyaknya permintaan, dan jumlah barang yang kita inginkanpun akan berkurang. Maka terjadilah penurunan nilai mata uang itu tersendiri, sehingga nilai semakin lama semakin tidak berharga , karena jumlah uang yang beredar terlalu banyak.

Maka dari itu pemerintah tidak melakukan percetakan uang terlalu banyak, karena dapat mengakibatkan inflasi parah, atau hyperinflation.  Inflasi adalah proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. 

Maka harga barang dipengaruhi oleh  jumlah uang yang beredar dan jumlah barang yang tersedia.
Cukup banyak negara di dunia yang banyak mengalami inflasi parah, akibat dari banyaknya mencetak duit berlebih.  

Seperti halnya negara jerman yang pada waktu itu mengalami kekalahan perang dunia I dan harus membayar banyak kerugian perang, karena tidak berharganya nilai uang mereka maka banyak yang menjadikan uang itu sebagai hiasan dinding bahkan ada yang dijadikan untuk menyalakan api kompor.

Lalu apakah negara Indonesia pernah melakukan percetakan uang berlebih untuk membayar hutang ?, jawabannya adalah pernah. Ketika tahun 1960-an perekonomian indonesia hancur karena inflasi dan hutang. Sementara ekspor mengalami penurunan dan pendapatan dari sektor pajak juga belum dapat terlaksana dengan optimal. 

Puncak inflasi berada diatas 100 persen (year-on-year) pada tahun 1962-1965 karena pemerintah dengan mudahnya mencetak uang untuk membayar hutang dan mendanai proyek-proyek megah. Dampak dari pencetakan uang terus menerus ini adalah hiperinflasi yang mencapai 600 persen. Tanggal 13 Desember 1965 pemerintah melakukan pemotongan uang dari  Rp 1000 rupiah menjadi Rp 1. Kebijakan ini memberikan pukulan besar bagi perbankan nasional, terutama yang telah menyetor modal tambahan karena tergerus drastis dalam sekejap.

Jadi ini alasannya mengapa pemerintah tidak bisa dengan mudah mecetak uang sebanyak-banyaknya.  Kalau uang dicetak banyak dan dibagikan cuma-cuma, otomatis masyarakat jadi pegang banyak duit. Tapi kondisi ini malah bikin mereka makin konsumtif. Daya beli yang tinggi, akan membuat harga barang naik, bahkan bisa-bisa telur di hargai seharga 1 miliar/kg, Kondisi ini pernah dialami Zimbabwe.  

Karena merasa punya banyak uang, orang jadi tidak lagi produktif. Jangan heran kalau dalam waktu dekat negara itu malah jadi miskin, karena  nilai mata uang di negara tersebut jadi turun. Seperti halnya kamu mendapatkan uang 100 rb secara Cuma-Cuma, tampa harus bekerja ataupun berusaha agar mendapatkan uang. Hal itu membuat nilai uang sudah tidak berarti lagi.

Karena jika uang dicetak sebanyak-banyaknya maka para pedagang akan selalu menaikan harga. Oleh sebab itu, pemerintah akan mencetak uang sesuai dengan kebutuan. Tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit, agar tidak terjadi inflasi. Effect ini terus terulang kembali sehingga sebagian besar harga barang akan mengalami kenaikan harga sebetulnya barang yang di jual sama persis pada saat nilai uang itu belum banyak. Hal ini terajadi jika jatuhnya nilai mata uang dimana antara nilai tukar dan uang terhadap barang akan turun.

Maka dari itu,Nergara tidak bisa mensejahterakan masyarakat dengan meningkatkan pencetakan uang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun