Mohon tunggu...
Aulya Noersamawati
Aulya Noersamawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Si letoy

Hanya perempuan biasa yang suka Kpop dan anime

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kuda Hitam Jeff

23 Maret 2022   11:35 Diperbarui: 23 Maret 2022   11:40 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: unsplash @subhashfcb

Di desaku ada dongeng yang melegenda tentang seorang pembunuh bayaran. Namanya Jeff, tak ada yang tau nama lengkapnya, tidak ada yang tau juga seperti apa wajahnya. Hanya desas-desus mengatakan kalau Jeff adalah pria bertubuh tinggi yang kerap memakai pakaian serba hitam dan menunggangi kuda hitam.

Para orang tua sering meminjam namanya untuk menakut-takuti anak mereka agar tidak pulang larut, tapi seiring berjalannya waktu, anak-anak itu telah tumbuh dan mulai tidak memercayai dongeng tentang Jeff si pembunuh. Termasuk aku. Aku dan empat temanku lainnya kini bebas bermain sampai waktu petang, tak ada siapapun yang bisa menghentikan. Kami baru akan pulang bila perut berbunyi karena lapar, titik. Meskipun ketika sampai di rumah kami harus diomeli sampai pusing, tapi rasa puas bermain tak membuat kami kapok.

Suatu sore, hujan turun tiba-tiba ketika kami hendak pulang ke rumah. Sontak kami berpencar, aku bersama satu temanku berlari ke arah gubuk di samping lapangan sepak bola, sementara tiga temanku lainnya malah berlari ke arah pepohonan. Aku tak mengerti kenapa mereka malah berteduh di sana, sudah kuteriaki agar ikut berteduh di gubuk, tapi mereka tak dengar.

Dalam derasnya hujan, aku melihat tiga temanku menunjuk-tunjuk sesuatu, awalnya aku tidak sadar apa yang mereka tunjuk, tapi teman di sampingku menepuk pundak dan membuatku menoleh ke belakang. Di belakang gubuk tempatku berteduh, ternyata ada seekor kuda hitam. Aku pun terjengkang kaget. lekas mengajak temanku untuk lari, tapi temanku menolak, dia mengatakan padaku agar tidak usah panik, itu hanya kuda.

Ya, dia benar. Itu hanya kuda. Kuda hitam yang besar dan gagah. Seolah hewan itu sudah terlatih berlari ke sana-ke mari menjalankan misi. 

Aku menelan ludah, entah kenapa rasanya aku teringat sesuatu tentang kuda hitam.

"Siapa di desa kita yang punya kuda hitam?" bisikku.

Kuda itu mendengus ketika aku sibuk mengamatinya. Ekornya bergoyang kecil dan badannya bergerak-gerak, entah mengapa di mataku dia tampak gelisah. Anehnya hal itu malah membuatku terpukau.

Hujan reda tak lama kemudian, aku bergegas bangkit karena mendapat ide bagus. Aku memutuskan untuk belajar menunggangi kuda. Sempat terjadi keributan karena teman-temanku lainnya ingin merebut kuda itu dariku, tapi aku cukup egois untuk tak membiarkan mereka menyentuhnya. Aku dan kuda hitam itu berkeliling lapangan yang becek dengan perlahan. Ini di luar perkiraanku, ternyata menunggangi kuda tak sesulit yang kukira. Kuda ini terlihat menyeramkan, tapi sebenarnya dia patuh.

Ketika melirik ke pinggir lapangan, teman-temanku rupanya sudah berbalik badan, bersiap untuk pulang dengan kekecewaan. Aku hanya tertawa kecil, biarkan saja. Aku juga akan pulang setelah sepuluh menit lagi.

Tapi kuda hitam bertingkah aneh tiap kali aku mengarahkannya untuk menepi. Aku tak bisa langsung turun tanpa bantuan pijakan. Sementara matahari sebentar lagi benar-benar tenggelam. Aku sedikit panik melihat tak ada orang lain di sekitar lapangan.

"Turunkan aku! Kumohon menepilah! Kita bisa lanjut bermain besok."

Mana mungkin dia mengerti apa yang kukatakan. Aku makin frustasi, bokongku rasanya pegal. Aku kembali mnegarahkannya ke gubuk, berharap dia menurut.

"Aku harus pulang sekarang! Orang tuaku akan mencariku dan aku lapar, aku mau makan!"

Si kuda mendengkus lagi, tapi kali ini dia tampak lebih tenang, itu membuatku mengernyit heran. Apa kuda ini ...

"Kau mau makan? Kau mengerti ucapanku?"

Kuda itu mendengus lagi.

Saat itu aku bangga karena merasa bisa berkomunikasi dengan kuda. Aku dengan polosnya menganggap ada ikatan batin di antara kami. Berbekal pemikiran sederhana itulah akhirnya aku memutuskan untuk membawa kuda hitam itu pulang ke rumah, seingatku ada sisa tumpukan jerami di belakang gudang.

Tentu saja tidak akan berjalan sesuai yang kuharapkan. Baru mencapai halaman rumah, ayah sudah menarikku hingga terjatuh dari kuda, tak hanya itu, aku juga dimarahi habis-habisan.

"Kuda ini punya tali kekang! Dia punya orang lain! Kembalikan!"

Aku yang menangis sesenggukan hanya bisa mengangguk patuh dan melaksanakan perintah ayah. Maaf, kuda. Kau harus kukembalikan sebelum kuberi makan. 

Tiba di samping lapangan, kedua mataku menyipit. Berulang kali meyakinkan bahwa aku tak salah lihat. Ada sekelompok pria dewasa berkumpul di samping lapangan, tepatnya di dekat gubuk. Mereka terlihat marah dan kelelahan, selain itu ada yang membawa beberapa benda tajam. Mataku menyoroti salah satu pedang dengan tetesan darah di ujungnya. Sontak tubuhku gemetar.

Apa yang baru saja terjadi?

Kuda yang kutunggangi tiba-tiba meringkik. Para pria dewasa itu tiba-tiba menoleh, aku terkejut dan takut setengah mati kala mereka mulai menunjuk ke arahku.

"Itu kudanya! Tidak salah lagi!"

Tak sempat aku kabur karena tubuhku tremor, beberapa pria dewasa itu sudah mengerubungiku. Aku menutup mata erat-erat.

Di dalam pikiranku saat itu, merekalah pemilik kuda hitam yang kunaiki. Mungkin mereka akan dihajar ramai-ramai. Kuputuskan untuk berdo'a saja.

Maafkan aku, Ayah, Ibu aku telah jadi anak yang bandel-

"Hei, Nak, terimakasih!"

Kubuka mata perlahan, yang kulihat justru senyuman di wajah mereka.

"Karena kau membawa kudanya, akhirnya dia tak bisa kabur dan kami bisa menangkapnya! Hahaha! Terimakasih!"

Bingung.

Benar-benar bingung.

Apa maksud mereka?

Kupandangi mereka satu persatu untuk mencari kejelasan, tak sengaja mataku terarah lagi pada gubuk itu, terlihat pria dewasa lainnya sibuk melakukan sesuatu. Mereka mengangkat sesuatu yang tampak besar dan diselimuti kain hitam. 

Itu terlihat seperti ... Manusia?

Sebuah ingatan tiba-tiba menghantam kepalaku.

Kuda hitam. Manusia berpakaian serba hitam ...

Mana mungkin. Bukan 'itu' 'kan?

"Kau tau? Kau baru saja membantu kami menangkap Jeff si pembunuh bayaran yang meresahkan itu .... ."

Jeff .. ?

Jadi kuda ini adalah ...

Tiba-tiba tubuhku melemas, pandanganku memudar. Aku tak bisa mendengar kelanjutan ocehan pria dewasa di sampingku.

Keesokan harinya aku terbangun di ranjang dengan peluh membanjiri dahi. Ada ibu di samping ranjang. Kami bertukar tatap. Hatiku melencos saat ia memeluku dan mengusap punggungku.

"Tidak apa-apa, syukurklah kau selamat, Nak."

Itu bukan mimpi ...

TAMAT.

Baca Juga : Teror SMS

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun