Aku segera merengkuhnya. Bukan karena aku takut disangka macam-macam dengan anak orang sehingga membuatnya menangis, aku melakukan ini justru agar seseorang yang mengikutiku tahu.
Kubelai rambut pendek Anik, berbisik padanya. "Jangan bilang kalau gue yang ngomong ya, gue begini demi lo. Kasian."
Perempuan lugu itu mengangguk.
Setelah itu aku pulang ke rumah, minum air putih dan duduk sebentar di sofa. Tak lama kemudian bel rumah berbunyi. Aku segera menghampirinya.
Itu Jessica, dengan mata merah berkaca-kaca.
Sesuai dugaanku.
"Ngaku, kamu habis ketemu siapa?!" tanyanya tanpa basa-basi.
"Ha-hah?" Aku pura-pura bingung.
Lalu dimulailah drama pasangan kekasih yang membuatku mual. Aku terus berkilah dari segala tuduhannya dan mengatakan dia mengada-ada. Mungkin karena sudah berada di ujung kesabaran, akhirnya Jessica mengucapkan apa yang aku mau.
"Jangan merasa sok kecakepan deh. Belum ada dua puluh empat jam pacaran udah berani selingkuh. Asal lo tau, gue itu aslinya cuma suka uang lo doang!"
Aku menyeringai. "Akhirnya lo ngaku!"