Doe, Dekkeng, Dalle dan Doa (4D), bahasa lokal, bahasa setempat, kota asal Dara yang berarti Uang, Rekomendasi, Rejeki dan Doa. Keempat syarat yang wajib dimiliki oleh seseorang demi meraih kesuksesan, demikian ungkapan yang tergiang oleh Dara. Bisik-bisik pun terdengar sekiranya berkeinginan melangkah mengikuti seleksi perebutan kursi di dunia kerja. Tak ayal Dara pun di tengah rasa keoptimisan terselip pesimis yang sulit disembunyikan olehnya. Pundi-pundi uang menjadi yang diagung-agungkan dalam memenangkan kompetisi ibarat pungli mengakar yang sulit tercabut.
“Dara mau pergi ke mana?” Tanya Ibu
“Ibu tak perlu tahu,” Jawab Dara
“Tapi, Dara!” kamu masih tanggung jawab Ibu, Nak!” Kata Ibu
‘’Iya, Bu!” Maafkan Dara yang selama ini khilaf dan merasa sudah mampu mandiri tanpa Ibu.
‘’Dara ingin berangkat kembali ke pulau seberang, Tenggara’’, Kata Dara akhirnya.
Harapan bak bintang di langit yang terlihat oleh Dara di tengah lautan menuju kota impian baru, untuk berpijak. Motivasi-motivasi menggapai langit di kota yang kurang lebih sedikit memberi kompetisi dalam bekerja membuat Dara angkat kaki sejenak dari Kota Makassar tercinta. Dara jatuh hati dengan kota seberang pulau, kota yang memanggil-manggil sampai berulang-ulang kali. Kota Daeng Tana’ Mangkasara sejenak tertinggal menuju ke kota seberang pulau, Tenggara Olehnya tanpa disadari ketergantungan terlihat, kecewa tak terbendung dan harapan hanya tinggal harapan. Keberhasilan belum mendekat, kegagalan yang menghampiri Dara tak menuai panen hasil dari mengikuti gelombang-gelombang seleksi penerimaan tenaga kerja.
Segepok uang, pundi-pundi tak berada di tangan Dara, sebagai jaminan prasyarat demi kelulusan setelah mengikuti tes. Telah menjadi rahasia umum praktek yang membuka celah, jalan melajukan, memuluskan, langkah peserta tes. Pandangan umum perihal pekerjaan sebagai pegawai negeri sebagai profesi yang bergengsi, daya tarik luar biasa untuk meraihnya. Tak peduli ribuan peminat, jarak tempuh lokasi tes dan rumor-rumor atau isu-isu yang berkembang di tengah melakoni usaha-usaha menembus kompetisi tersebut. Tergiang puisi oleh Dara, Jejak langkah panutan, sosok sederhana, perangai spontan, tumpuan keluarga, seragam membanggakan, di kantong seragam itu tiba-tiba bersarang tikus, bunyi cicitnya melengking ke sangkar jeruji.
Bergegas, pagi dini hari, Dara bersiap menuju lokasi kantor sebagai pusat penyimpanan berkas-berkas yang masuk ketika penerimaan seleksi berkas. Dara pun sigap menemui panitia seleksi yang duduk di belakang meja sembari menikmati tumpukan berkas. Satu persatu Dara melakukan pencarian berkas atas nama Dara tertera, lengkapnya Dara Bugis Selatan.
Nah ini Dia!” Ini Map atas nama Aku”, Kata Dara sigap
Olehnya map merah terikat tali rafia biru diraihnya, kemudian melepaskan ikatan map dan selanjutnya beraksi bak pragawati berlenggak lenggok. Papan tes yang dipergunakan melekatkan map yang berisi berkas lamaran diangkat setinggi-tingginya lalu melakukan aksi demo berkeliling kantor. Beberapa kali berputar selanjutnya memperlihatkan tulisan di balik papan tes yang berbunyi ‘Masa Depanku adalah Milikku Sendiri’, Wahai … Pengikat Map-Map, Lepaslah Ikatan itu, Janganlah Kau Ikat, Bebaskan Map-map itu.