Engkau jadi sosok yang paling tegar tatkala jarak menjadi pagar
Suaramu kerap kali tak terdengar,
namun dalam kebisuan itu aku tau bahwa engkau menyembunyikan banyak memar
Aku tahu bahwa engkau menyimpan ribuan rindu yang hanya mampu kau kubur
Jarak seolah tak jadi masalah bagimu, namun di balik senyuman itu aku tahu bahwa,Â
Ada luka yang membiru
Ada hati yang merindu
Ada do'a yang mengudara
Ada harap yang membuncah
Ada resah yang merekah
Juga ada ketakutan yang seolah memaksamu memintaku pulang
Namun sekalipun tidak,
Engkau terlalu angkuh untuk menggadaikan mimpi-mimpiku
Berjuang adalah caramu mencintaiku
Namun berkeluh, justru jadi kegemaranku
Memaafkan sudah menjadi hobimu
Namun menuntut, justru jadi kebiasaanku.
Ayah,Â
3 Tahun sudah engkau menahan rindu atas kepergianku
Menahan sesak mengkhawatirkan kehidupanku
Maka cukup ayah, hari ini aku akan pulang untukmu
Terima kasih sudah memperjuangkan mimpi-mimpiku
Terima kasih sudah percaya pada setiap perjuanganku
Terima kasih sudah menjadi laki-laki pertama yang menyayangiku tanpa jeda
Menyayangiku dengan segenap-genapnya hati.
Aku, menyayangimu.
Rosantien.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H