Pagi hari, sekiranya pukul 7 saya sudah bersiap untuk pergi sarapan bersama kerabat. Perlu diakui, ini mungkin sarapan yang paling niat untuk saya, karena kami harus menempuh jarak 18 km jauhnya hanya untuk sepiring nasi sayur dan segelas teh hangat.
Malam sebelumnya, dia memang menyarankan saya yang mencoba ke warung yang terkenal, enak dan tentunya dengan suasana tenang nan memorable untuk sarapan. Lokasinya di tengah sawah daerah Pakem, Kaliurang dengan bangunan yang sungguh sederhana.
Maklum, sebagai pekerja Jakarta untuk sarapan pun kadang harus terburu-buru dan cukup dengan sepotong roti. Maka bagi saya tidak ada salahnya untuk mencobanya, sekadar merasakan segenggam ketenangan di pagi hari sembari menatap gunung Merapi.
Dengan motor kami menerjang angin dingin sepanjang jalan Kaliurang. Sebegitu niatnya pikir saya, mengingat waktu kuliah di Jogja main ke jalan Kaliurang merupakan hal yang "kalau gak penting mending gak usah jauh-jauh ke sana", iya males banget pokoknya, ehe.
Warung makan yang kami kunjungi sebenarnya hanya menawarkan menu sederhana, di samping Kopi Klotok yang menjadi menu utama, disediakan juga beberapa varian sayur lodeh, telur dadar, terong, ikan pindang goreng, dan sego megono. Sedangkan cemilan paling sering diincar adalah pisang goreng yang cocok ditemani dengan segelas kopi.
Begitu sampai, saya merasa takjub dengan penuhnya mobil-mobil yang terparkir. Banyak sekali jumlahnya, pengunjung yang menggunakan motor pun bahkan tidak seberapa. Membuat kami dengan mudahnya meletakkan kendaraan dibanding dengan pengunjung mobil yang harus antri terlebih dahulu.
Kopi Klotok, seperti apa rasanya? Duh kalau ini saya perlu minta maaf karena tidak suka kopi, ehe. Jadi di sana saya hanya pesan sego megono dan teh manis. Namun perbedaannya, dari cara penyajian kopinya dimasak hingga mendidih dan bubuk kopinya dimasak tanpa air sampai lengket di panci. Sehingga saat disajikan aromanya begitu kuat.
Seperti dilansir Kompas, Klotok diambil dari bunyi proses penyajian pada kopi. Pertama-tama, kopi hitam yang hendak disajikan, digodok atau direbus dulu sampai mendidih dan menimbulkan bunyi "klotok-klotok".
Untuk menikmati santapan, warung ini menyediakan tiga ruang. Bagian dapur, bagian dalam, serta teras bagian luar. Bila pagi dan sore hari, banyak sekali pengunjung yang memilih lesehan beralas tikar untuk menikmati santapan di bagian luar.
Tapi percayalah, kalian akan merindukannya untuk kembali lagi. Suasana yang tenang, hangat, serta rasa masakan yang gurih mungkin saja mendiami pikiran kalian seperti yang saya rasakan kini.
Lovely and cheap (Java food) in a spectacular setting overlooking paddy fields looking at Merapi. Try the strong coffee! -- 818gareths, Tripadvisor
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H