Batasan Bertoleransi
Mengingat pada setiap akhir Desember, umat Kristiani merayakan hari besar agamanya yang mana mereka menda'wakan bahwa nabi Isa adalah anaknya Allah. Untuk itu jika kita mempunyai kerabat yang berbeda agama, tidak perlu bagi kita larut dalam perayaan mereka. Karena Allah sangatlah murka dangan apa yang mereka lakukan:
Dan mereka berkata: “Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak”. Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar. Hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung- gunung runtuh, karena mereka menda'wakan Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. (QS Maryam: 88- 91)
Lain lagi Jika seorang muslim yang menjadi pejabat kemudian diundang oleh mereka sebagai pengayom. Hal ini masih dapat dimaafkan, tetapi tentu hanya seremonialnya saja dan jangan sampai mengikuti bagian dari ibadah mereka. Sehingga kalau kemudian doa bersama atas nama tuhan yang mereka anut, ini sudah termasuk dalam perilaku syirik. Tetapi bagi seorang muslim yang tidak mempunyai jabatan apa- apa, untuk apa larut dalam perayaannya?
Kita sendiri beribadah juga tidak mengharapkan kehadiran mereka dan mereka tidak mengharapkan kesaksian dari kita. Mengenai hal ini, ada perlunya kita mengetahui asal- usul diturunkannya surat Al-Kaafiruun. Dimana pada saat itu Rasulullah diakui sebagai pemimpin Mekah oleh kaum Quraisy dengan syarat kedua kubu saling menyembah apa yang diyakininya.
Dalam riwayat yang dikemukakan bahwa al- Walid bin al- Mughirah, al- 'Ashi bin Wa-il, al- Aswad bin Muthalib dan Umayyah bin Khalaf bertemu dengan Rasullah dan berkata: “Hai Muhammad! Marilah kita bersama menyembah apa yang kami sembah dan kami akan menyembah apa yang engkau sembah dan kita bersekutu dalam segala hal dan engkaulah pemimpin kami”.
Maka Allah menurunkan surat Al- Kaafiruun ini yang isinya secara tegas bahwa seorang Muslim jangan mau dipengaruhi oleh orang kafir.
Katakanlah: “Hai orang- orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku”. (QS Al-Kaafiruun: 1-6).
Namun saat ini masih banyak masyarakat yang intoleran. Hal ini disebabkan kurang pahamnya terhadap agama yang diyakini, dan mudah terpengaruh atau terhasut omongan orang-orang yang ingin memecah-belahkan kedamaian antar agama. Sering kita lihat Islam dijadikan kambing hitam dalam suatu kasus. Hal tersebut dapat terjadi karena beberapa hal:
- Pertama, seseorang memiliki agama, tetapi tidak mau mempelajari agamanya dengan baik.
- Faktor yang kedua terlalu fanatik dalam mempelajari suatu ajaran, dan menganggap bahwa ajaran yang diyakini paling benar.
- Yang terakhir mengerjakan sesuatu tanpa dicari kebenarannya, hanya mengikuti dan mempercayai apa yang dikatakan oleh pemuka agama atau orangtua mereka, tanpa mencari dasar-dasar kebenarannya.
Hal tersebutlah yang membuat kita sebagai umat beragama terlihat tidak toleran. Sebagai umat Islam, sepatutnya lah kita mengetahui batasan-batasan toleran yang sesuai dengan ajaran Islam. Agar tetap terjalin hubungan yang damai dengan penganut agama lain. Namun disatu sisi keimanan kita terhadap agama Islam jangan sampai menipis.
*Tulisan ini juga terpublish dalam buletin “Nuansa Qolbu” Pers Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta : edisi 14
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H