Mohon tunggu...
Aul Liya
Aul Liya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Kosong

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Studi Kasus (Masalah Hukum Ekonomi Syariah)

3 Oktober 2024   22:25 Diperbarui: 3 Oktober 2024   23:24 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama : Husna Auliya

NIM    : 222111113

Kelas  : HES 5C

Masalah Hukum Ekonomi Syariah

Kasus sengketa tanah wakaf di Gresik, Jawa Timur, antara ahli waris Alm. Syafii dan pengurus Takmir Masjid Darurrahman. Kasus ini melibatkan tanah tambak seluas lebih dari 23.000 meter persegi yang dipersengketakan antara pihak keluarga dan pihak pengelola masjid. Konflik terjadi karena perbedaan pandangan tentang status tanah tersebut, apakah masih berhak dikelola oleh ahli waris atau telah menjadi wakaf penuh.

Kaidah-kaidah Hukum yang Terkait 

Dalam hukum Islam, wakaf adalah pemberian harta benda oleh seseorang untuk kepentingan umum, dan harta tersebut tidak boleh dijual, diwariskan, atau diberikan kepada orang lain. Kaidah-kaidah hukum yang berlaku mencakup:

  • Wakaf bersifat permanen, artinya setelah harta benda diwakafkan, tidak bisa ditarik kembali.
  • Harta wakaf dianggap sebagai milik Allah SWT dan hanya digunakan untuk kepentingan umum sesuai tujuan wakaf.
  • Penyaluran atau pengelolaan harta wakaf harus mematuhi niat dan tujuan wakif (pemberi wakaf) dan tidak boleh bertentangan dengan prinsip kemaslahatan umat.

Kasus di Gresik ini melibatkan kaidah tersebut, di mana ada perbedaan pandangan antara ahli waris yang ingin mengambil alih tanah dan pengelola masjid yang berpendapat tanah itu sudah diwakafkan. Kaidah-kaidah ini melindungi harta wakaf agar tidak disalahgunakan atau diperebutkan oleh pihak lain setelah diwakafkan.

Norma-norma Hukum yang Terkait

Norma-norma hukum dalam syariah terkait wakaf menekankan bahwa wakaf merupakan bentuk sedekah jariyah yang memberikan manfaat berkelanjutan bagi masyarakat. Norma hukum yang terkait dengan kasus ini adalah kepatuhan terhadap niat awal pemberi wakaf (wakif) dan pengelolaan yang sesuai dengan tujuan wakaf.

 Menurut syariah, setiap tindakan yang bertentangan dengan tujuan sosial dari wakaf dapat dianggap melanggar norma yang berlaku, sehingga harus dicegah.

 Pengelolaan wakaf juga harus transparan dan bertanggung jawab kepada masyarakat yang menjadi penerima manfaatnya. Wakaf tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu, melainkan harus dipastikan bahwa manfaatnya bisa dirasakan oleh banyak orang. 

Aturan-aturan Hukum yang Terkait

Aturan hukum yang terkait dalam kasus ini mencakup beberapa sumber hukum positif, di antaranya:

  • UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, yang mengatur prosedur pemberian wakaf, status harta wakaf, serta hak dan kewajiban pengelola wakaf.
  • Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Wakaf, yang menjelaskan tata cara pendaftaran dan sertifikasi harta wakaf.
  • Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES), yang memuat aturan tentang transaksi ekonomi berbasis syariah termasuk wakaf dan bagaimana wakaf harus dikelola untuk kesejahteraan umum.

Pandangan Aliran Positivisme Hukum dan Sociological Jurisprudence

  • Positivisme hukum

Berfokus pada kepatuhan terhadap hukum tertulis. Dalam analisis kasus ini, positivisme akan menegaskan bahwa sesuai dengan UU No. 41 Tahun 2004, tanah yang sudah diwakafkan harus diperlakukan sebagai harta yang tidak bisa diwariskan atau dialihkan kembali kepada ahli waris. Hukum positif tidak memperhitungkan aspek sosial, tetapi hanya berfokus pada penerapan aturan yang berlaku.

  • Sociological jurisprudence 

Menekankan pentingnya melihat dampak sosial dari suatu keputusan hukum. Dalam kasus ini, pendekatan ini akan mempertimbangkan hubungan antara tanah wakaf dan kepentingan komunitas lokal. 

Meskipun secara hukum tanah itu tidak bisa diwariskan, pendekatan ini mungkin mempertimbangkan bagaimana pengelolaan tanah tersebut mempengaruhi kesejahteraan masyarakat sekitar dan apakah ada solusi yang lebih berimbang antara ahli waris dan pihak pengelola wakaf. 

Sociological jurisprudence mungkin juga akan mengedepankan dialog dan mediasi antara pihak-pihak yang terlibat agar keputusan hukum mencerminkan kebutuhan dan kepentingan sosial yang lebih luas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun