Mohon tunggu...
Auliya Sirrillah
Auliya Sirrillah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang mahasiswa yang tertarik dengan konten yang berkaitan dengan liburan, hiburan, teknologi, pendidikan yang berkeinginan terus untuk belajar dan bermimpi menjadi penulis artikel yang berkompeten dalam bidang yang ditekuni.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Melampaui Formalitas, Mengejar Keadilan Pajak melalui Pelaporan Harta yang Akurat

18 Juli 2024   09:28 Diperbarui: 18 Juli 2024   09:30 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Permasalahan

            Pentingnya melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan menjadi salah satu kewajiban wajib pajak yang harus diemban setiap tahun. SPT menjadi alat penting bagi pemerintah untuk mengumpulkan data keuangan warga negara guna mendukung pengelolaan keuangan negara. Namun, dalam pelaksanaannya, seringkali terdapat permasalahan yang cukup umum, yaitu kelalaian dalam melaporkan harta.

Salah satu aspek yang seringkali luput dari perhatian wajib pajak adalah pelaporan harta kekayaan. Meskipun SPT Tahunan secara rinci meminta informasi mengenai harta, termasuk tanah, bangunan, kendaraan, dan harta lainnya, namun tidak sedikit orang yang lupa atau bahkan mengabaikan untuk melaporkan dengan benar. Hal ini bukan hanya dapat berdampak pada kepatuhan perpajakan, tetapi juga dapat menimbulkan konsekuensi hukum yang serius.

Ketidaktahuan, kesulitan pengelolaan informasi, dan tantangan penilaian aset akan dijelajahi sebagai pemicu utama kelalaian ini. Namun, lebih dari sekadar kelalaian administratif, dampak dari pelaporan harta yang tidak akurat merambah ke dimensi kepatuhan perpajakan dan berpotensi menciptakan ketidaksetaraan dalam sistem perpajakan. Selain itu, para Wajib Pajak yang sudah lanjut usia terkadang lupa mengenai perolehan harta yang harus dilaporkan sehingga terkadang bisa menyebabkan adanya harta yang belum dilaporkan.

Harta, sebagai elemen kunci dalam SPT Tahunan, merangkum segala aset yang dimiliki oleh wajib pajak, seperti tanah, bangunan, kendaraan, hingga investasi lainnya. Meski formulir SPT secara jelas meminta informasi terperinci tentang harta, ternyata cukup banyak orang yang lalai atau bahkan mengabaikan kewajiban ini. Kelalaian ini bukan hanya sekadar masalah administrative, dampaknya dapat merambah ke aspek kepatuhan perpajakan dan berujung pada konsekuensi hukum yang serius.

Pelaporan harta yang akurat tak hanya sekadar kepatuhan formal, melainkan sebuah bentuk transparansi keuangan pribadi yang sangat dibutuhkan oleh sistem perpajakan. Ini menjadi landasan untuk menciptakan sistem perpajakan yang adil dan berkeadilan. Dengan melibatkan wajib pajak dalam pengungkapan harta, pemerintah dapat memastikan bahwa setiap warga negara memberikan kontribusi yang setimpal dengan kekayaannya, mendukung berbagai pembangunan dan kebijakan nasional.

Artikel ini akan membahas mengenai permasalahan umum terkait kelalaian dalam melaporkan harta pada SPT Tahunan, dampaknya secara keseluruhan, dan langkah-langkah yang dapat diambil untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan wajib pajak dalam hal ini. Dengan demikian, diharapkan artikel ini dapat memberikan pemahaman lebih dalam mengenai pentingnya melibatkan aspek harta ke dalam proses pelaporan SPT Tahunan demi terwujudnya sistem perpajakan yang efisien dan adil.

Teori atau Aturan yang Berlaku

            Seperti yang kita ketahui bahwa setiap hal mengenai tata cara perpajakan sudah diatur dalam sebuah UU KUP sehingga semua sudah tercantum dengan jelas dan apa sanksi bagi yang melanggarnya. Sehingga tidak akan ada celah bagi siapapun oknum yang berusaha untuk melakukan berbagai cara agar kewajiban perpajakannya bisa berkurang.

            Sesuai dengan Pasal 3 ayat 1 UU KUP yang berbunyi, "Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak." Hal yang bisa digarisbawahi adalah pengisian SPT harus benar, lengkap, dan jelas.

            Selain itu, Pasal 3 ayat 2 UU KUP yang berbunyi, "Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (1a) mengambil sendiri Surat Pemberitahuan di tempat yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak atau mengambil dengan cara lain yang tata cara pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan." Menjelaskan bahwa dalam memberi kemudahan bagi Wajib Pajak, maka formular Surat Pemberitahuan disediakan pada kantor-kantor DJP dan tempat lain yang ditentukan oleh Dirjen Pajak yang mudah terjangkau, dan juga Wajib Pajak bisa mengakses situs ataupun web dalam mengisi Surat Pemberitahuan.

            Sama dengan Pasal 3 ayat 1 UU KUP, Pasal 4 juga berbicara demikian bahwa setiap Wajib Pajak diharuskan mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, jelas, dan menandatanganinya.

            Pasal 28 ayat 7 menyatakan bahwa, "Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang."

            Pasal 39 ayat 1 huruf d menyatakan bahwa "Setiap orang yang dengan sengaja menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar."

Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) menjadi landasan hukum yang mengatur secara rinci tata cara pelaporan perpajakan di Indonesia. Pasal-pasal UU KUP secara tegas menekankan kewajiban Wajib Pajak untuk mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan dengan benar, lengkap, dan jelas. Ketentuan ini mencakup semua aspek perolehan harta, dari tanah dan bangunan hingga kendaraan dan investasi lainnya. Selain itu, UU KUP juga mengatur prosedur pembukuan yang wajib mencakup catatan mendetail mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan, biaya, serta penjualan dan pembelian. Kesalahan dalam pelaporan, sebagaimana yang diatur dalam UU KUP, dapat berakibat pada sanksi pidana dan denda yang signifikan. Menghormati ketentuan UU KUP ini menjadi kunci dalam menciptakan integritas dan kepatuhan perpajakan. UU KUP juga mencerminkan upaya pemerintah untuk menggalang kepatuhan Wajib Pajak melalui ketentuan hukum yang jelas dan tegas, menjadikannya fondasi utama bagi perpajakan yang transparan dan adil di Indonesia.

Pembahasan

            Dalam era teknologi yang semakin canggih, upaya yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk mempermudah layanan administrasi perpajakan menjadi esensial. DJP secara berkala melakukan perbaikan pada situsnya guna memastikan kemudahan bagi setiap Wajib Pajak dalam membayar pajak. Fokus utama DJP adalah menyederhanakan proses pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan, yang sebelumnya rumit dengan formulir yang banyak dan pertanyaan yang kompleks mengenai informasi harta.

Khususnya bagi Wajib Pajak lanjut usia, seringkali terjadi kelalaian dalam melaporkan harta. Untuk mengatasi hal ini, DJP mengadopsi teknologi prepopulated tax return dalam e-filing. Fitur ini secara otomatis mencatat penghasilan yang telah dipotong oleh pemberi kerja pada formulir SPT, memberikan notifikasi kepada Wajib Pajak, dan memberikan pilihan untuk menggunakan data yang telah tersedia. Inovasi ini bertujuan meningkatkan kenyamanan dan mengurangi risiko kesalahan pelaporan, khususnya pada kelompok lanjut usia.

            Langkah-langkah pengembangan DJP tidak hanya terbatas pada aspek teknologi. Program edukasi melibatkan kampanye informasi dan tutorial online untuk meningkatkan pemahaman Wajib Pajak. Kolaborasi dengan lembaga keuangan dan lembaga pemerintah lainnya menjadi kunci untuk memastikan akurasi data dalam prepopulated tax return. Aspek keamanan dan privasi data juga menjadi perhatian utama selama proses ini. Langkah-langkah pengembangan DJP mencakup berbagai aspek yang lebih luas daripada sekadar teknologi. Program edukasi yang diluncurkan oleh DJP membuktikan keseriusan mereka dalam meningkatkan pemahaman Wajib Pajak, khususnya yang lanjut usia, mengenai sistem perpajakan. Kampanye informasi dan tutorial online dirancang untuk memberikan panduan yang jelas dan mudah dipahami mengenai proses pelaporan, keuntungan prepopulated tax return, dan pentingnya akurasi dalam pengisian formulir SPT.

            Kolaborasi yang dijalin DJP dengan lembaga keuangan dan pemerintah merupakan aspek penting dalam memastikan akurasi data dalam prepopulated tax return. Sinergi dengan lembaga keuangan memberikan DJP akses terhadap informasi finansial yang lebih rinci, yang dapat meningkatkan validitas data yang digunakan dalam pelaporan pajak. Sementara itu, kerjasama dengan lembaga pemerintah lain, seperti lembaga statistik, memperkaya data yang digunakan dalam menentukan tarif pajak yang lebih adil.

            Aspek keamanan dan privasi data menjadi fokus utama dalam implementasi prepopulated tax return. DJP memastikan bahwa sistem ini mematuhi standar keamanan tinggi untuk melindungi informasi sensitif Wajib Pajak. Langkah-langkah keamanan ini tidak hanya mencakup penyimpanan data yang aman tetapi juga memastikan bahwa hanya pihak yang berwenang yang dapat mengakses informasi tersebut. Dengan demikian, DJP menjaga kepercayaan Wajib Pajak terhadap keamanan data pribadi mereka.

            Seiring dengan upaya teknologi dan edukasi, DJP juga memberikan penekanan pada aksesibilitas sistem e-filing, khususnya bagi Wajib Pajak lanjut usia. Proses revisi berbasis umpan balik dilakukan secara berkelanjutan untuk memastikan bahwa platform tersebut dapat diakses dengan mudah dan dipahami oleh semua lapisan masyarakat. Dalam konteks ini, responsif terhadap masukan dari pengguna menjadi kunci untuk peningkatan berkelanjutan.

            Pentingnya kolaborasi dengan pihak terkait, seperti lembaga keuangan dan pemerintah, tidak hanya menguntungkan DJP tetapi juga memperkuat integritas sistem perpajakan secara keseluruhan. Keberhasilan inisiatif ini tidak hanya diukur dari efisiensi administratif tetapi juga dari tingkat kepatuhan Wajib Pajak, yang diharapkan meningkat seiring dengan peningkatan pemahaman dan kemudahan akses. Melalui langkah-langkah holistik ini, DJP memainkan peran sentral dalam membangun sistem perpajakan yang tidak hanya efisien tetapi juga inklusif dan sesuai dengan tuntutan zaman.

            Pendekatan DJP ini sejalan dengan teori Ketentuan Umum Pajak (KUP), yang menitikberatkan pada efisiensi, keadilan, dan perlindungan hak-hak Wajib Pajak. Respons ini dianggap tepat dalam menghadapi tantangan administrasi perpajakan, terutama bagi Wajib Pajak lanjut usia. Dengan demikian, perpaduan teori KUP dan adaptasi teknologi menjadi langkah positif dalam menciptakan sistem perpajakan yang lebih efisien, inklusif, dan sesuai dengan perkembangan zaman.

Daftar Pustaka:

Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat. (2022). Strategi Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak dalam Pelaporan Harta. Bandung: Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat.

Direktorat Jenderal Pajak. (2022). Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Pajak 2021. Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak.

Eka Sari, D., & Fitriana, E. (2021). Pengaruh Literasi Pajak dan Pengetahuan Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Jurnal Riset Akuntansi dan Bisnis, 21(2), 129-143.

Hamid, A., & Istiqomah, N. (2022). Pengaruh Literasi Pajak dan Pemahaman Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, 24(1), 1-14.

Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2021). Buku Saku Perpajakan 2021. Jakarta: Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

Muhajir, H., & Wahyuni, T. (2022). Pengaruh Literasi Pajak dan Pengetahuan Perpajakan terhadap Kepatuhan Pajak Badan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, 24(2), 133-146.

Puspita, D., & Sari, M. (2022). Pengaruh Literasi Pajak dan Pengetahuan Perpajakan terhadap Kepatuhan Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, 24(3), 155-166.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun