Mohon tunggu...
Auliya Nabila Dachlan
Auliya Nabila Dachlan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Program Studi Farmasi UMM

Mahasiswa Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Perlahan Menelan Kesedihan

22 November 2021   01:36 Diperbarui: 22 November 2021   10:45 610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ditambah lagi Ia mendapat kabar pernikahan mantannya yang membuat lelaki penggila sirkuit itu semakin terputuk. Namun keterpurukan Deverra perlahan menghilang setelah Ia mengenal Divas, seorang dokter yang saat itu merangkap menjadi tim medis F1. Perempuan yang cukup gila untuk menyelamatkan Deverra dari kobaran api saat terjadi kecelakaan di perhelatan Grand Prix Formula 1 Zanvoort. Berkat kejadian itulah keduanya justru menjadi semakin dekat.

Semakin mengenal satu sama lain, Deverra merasa ada sesuatu yang aneh pada diri Divas. Divas selalu menyendiri pada pukul 18.00, sambil mendengarkan lagu dengan iPod Nano yang jadul, serta menghisap rokok yang tak pernah tersentuh oleh pemantiknya. Belum lagi ternyata Divas mempunyai kebiasaan tidur di lantai yang telah dilakukannya selama 10 tahun. Lambat laun, Deverra akhirnya mengetahui penyebab kebiasaan aneh Divas selama ini. 

Penyebabnya adalah seseorang bernama Zacchio, kakak Divas yang meninggal karena kanker mastoid yang dideritanya. Sudah bertahun-tahun Divas belum bisa merelakan kepergian kakaknya sehingga meninggalkan luka batin yang cukup dalam. Tak hanya Divas, ternyata Ayah dan Ibunya juga belum merelakan kepergian Zacchio. Ketidakrelaan tersebut kemudian menjadi benih-benih konflik keluarga yang rumit. Sehingga menempatkan Divas berada di dalam keluarga yang penuh dengan kebahagiaan palsu.

Di sisi lain, Deverra pun dihadapkan dengan masalah yang tak jauh dari hubungan keluarga. Rupanya kedua orangtuanya tidak menyetujui keputusan Deverra untuk menjadi seorang pembalap F1. Masalah tersebut diperkeruh dengan tidak adanya penyelesaian dari kedua pihak. Mereka bersikap seolah sedang baik-baik saja, hingga semua emosi yang dipendam menjadi semakin besar dan meledak.

Disela-sela cerita utama, penulis juga menyisipkan kisah-kisah dari sudut pandang Zacchio. Seorang anak yang menyejukkan pikiran orangtuanya dan kakak yang hebat di mata adiknya. Bagai burung yang terbang bebas di langit, Zacchio tumbuh menjadi seorang lelaki yang tidak terikat dengan rantai-rantai keputusasaan. Walaupun Ia suka hidup sesukanya, Ia selalu menempatkan keluargarganya dalam top tier dikehidupannya. Zacchio tahu bahwa hidupnya tidak akan lama namun Ia tetap dapat menjalani hari menjadi dirinya sendiri.

Lalu ada Pradhika, sahabat Zacchio dan juga rekan kerja Divas. Ia sebenarnya menyimpan rasa pada Divas. Namun Ia sadar bahwa dirinya hanyalah sebatas seorang kakak bagi Divas. Pradhika selalu memprioritaskan Divas. Ia selalu memastikan Divas untuk tetap baik-baik saja walaupun ia tahu bahwa Divas tidak pernah jujur dengan rasa sedihnya. Menurutnya, yang terpenting dirinya selalu ada untuk Divas meskipun Ia tahu bahwa Divas tidak akan pernah membalas cintanya.

Penulis mampu memainkan perasaan pembaca melalui tulisannya yang puitis dan menusuk hati. Banyak plot yang sangat relate dengan kehidupan saat ini sehingga saya merasa berada di dalam buku ini. Pembawaan karakter masing-masing tokoh pun sangat natural. Interaksi mereka renyah dan ringan untuk diikuti yang membuat saya tidak pernah jenuh dalam membacanya. Semua emosi dapat saya rasakan saat membaca buku ini, baik itu sedih, takut, marah, hampa, maupun bahagia. Hal itu juga yang membuat saya menikmati cerita dalam buku ini.

Namun sayangnya ada beberapa hal yang mengganjal di dalam buku ini. Saya merasa Deverra dan Divas jatuh cinta terlalu cepat. Ditambah lagi, mereka berkali-kali menyatakan "dia yang telah menyembuhkan luka lamaku" yang jelas bertentangan dengan pemikiran saya. Selain itu, topik-topik medis di buku ini menurut saya kurang realistis. Seperti saat Divas yang membiarkan lukanya terbuka padahal Ia seorang dokter (hal.40) dan juga saat Evelyn dapat lansung jalan-jalan dengan Zacchio sehabis melakukan kemoterapi (hal.201).

Meskipun ada beberapa kekurangan dalam buku ini, namun tidak mempengaruhi jalannya cerita. Buku ini cocok untuk menjadi penghibur bagi orang-orang yang baru saja mengalami kehilangan dan juga pelajaran untuk memberi tempat dalam hati bernama luka dan kehilangan. Buku ini juga memberikan perspektif baru bahwa ternyata bukan mereka yang pergi-lah yang menderita, namun justru mereka yang ditinggalkan.

Dari Deverra dapat belajar untuk mengikhlaskan. Dari Divas dapat belajar untuk jujur dalam penerimaan duka. Dari Zacchio dapat belajar tentang menyayangi sepenuh hati. Dari Pradhika dapat belajar bahwa cinta tidak untuk dipaksa. Dan dari Serangkai dapat belajar untuk perlahan berdamai dengan rasa kehilangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun