Mohon tunggu...
AULIYA FARADHA
AULIYA FARADHA Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswi - Administration Staff

Nama: Auliya Faradha NIM: 46123110004 Fakultas: Psikologi Universitas Mercu Buana Jakarta, Warung Buncit, Angkatan 43 Mata Kuliah: Kewirausahaan 1 Dosen: Prof. Dr, Apollo, M. Si.Ak.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

K12_Diskursus Pendanaan UMKM Pendekatan Pecking Order Theory Myers Majluf

15 Juni 2024   13:50 Diperbarui: 15 Juni 2024   14:12 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Teori pecking order (pecking order theory) dalam analisis struktur modal dikembangkan oleh Myers dan Majluf (1984). Berdasarkan teori ini, sumber utama modal perusahaan yang pertama kali harus berasal dari hasil usaha perusahaan yang berupa keuntungan bersih setelah pajak yang tidak dibagikan kepada para pemilik perusahaan atau pemegang saham (laba ditahan). Laba ditahan ini akan diinvestasikan kembali dalam usaha atau proyek perusahaan yang menguntungkan. Jika laba ditahan tidak cukup untuk membiayai proyek investasi yang menguntungkan tersebut, maka perusahaan dapat meningkatkan modalnya dengan mencari dana dari hutang dan kemudian dari modal sendiri atau ekuitas (Myers dan Majluf, 1984). Urutan struktur modal ini menjelaskan mengapa teori pecking order muncul sebagai salah satu teori struktur modal yang menjelaskan bagaimana perusahaan membiayai kegiatannya.

Model pecking order berargumen bahwa teori ini muncul karena adanya asimetri informasi antara perusahaan dan para pemodalnya. Oleh karena itu, munculah hirarki pembiayaan perusahaan yang dimulai dengan laba ditahan yang memiliki biaya asimetri informasi terendah, diikuti oleh hutang, dan akhirnya ekuitas atau modal sendiri dari sumber eksternal yang memiliki biaya asimetri informasi tertinggi. Asimetri informasi merupakan kekuatan yang didorong oleh teori pecking order yang banyak terjadi di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia dengan pasar modal yang sudah relatif maju akan menjadi tempat yang baik untuk menguji secara empiris teori pecking order kaitannya dengan penilaian kinerja perusahaan.

Myers dan Majluf (1984) menjelaskan Pecking Order Theory merupakan sebuah tingkatan dalam pencarian dana perusahaan yang menunjukkan bahwa perusahaan lebih memilih menggunakan dana internal dalam membiayai investasi dan mengimplementasikannya sebagai peluang pertumbuhan. Pecking order theory menyatakan bahwa manajer lebih menyukai pendanaan internal daripada pendanaan eksternal. Jika perusahaan membutuhkan pendanaan dari luar, manajer cenderung untuk memilih surat berharga yang paling aman, seperti utang (Made Sudana, 2015:176). Teori ini mendasarkan pada apa adanya informasi asimetrik, yaitu suatu situasi dimana pihak manajemen mempunyai informasi yang lebih banyak tentang perusahaan daripada para pemilik modal. Informasi asimetrik ini akan mempengaruhi pilihan antara pengguna dana internal atau dana eksternal dan antara pilihan penambahan hutang baru atau dengan melakukan penerbitan ekuitas baru.

Teori ini menyatakan bahwa perusahaan lebih menyukai penggunaan dana internal daripada eksternal dalam membiayai pengembangan usahanya, sehingga urutan atau hierarki pendanaan berdasarkan teori pecking order adalah sebagai berikut:

  • Pendanaan internal yang berasal dari laba ditahan
  • Penggunaan utang dengan menerbitkan obligasi
  • Penerbitan saham

Teori ini beranggapan bahwa perusahaan yang menguntungkan (profitable) lebih sedikit menggunakan utang. Brealey, et al. (2001:446) menjelaskan mengapa kebanyakan perusahaan yang profitable lebih sedikit menggunakan utang, bukan karena rendahnya target debt ratio, tetapi karena perusahaan baru menggunakan dana dari luar (penerbitan utang atau saham) setelah dana internal tidak mencukupi. Teori pecking order ini juga tidak mengesampingkan bahwa pajak dan financial distress adalah faktor penting dalam pemilihan struktur modal.

Asumsi lain dalam teori ini adalah:

  • Perusahaan menyukai internal financing (pendanaan dari hasil operasi perusahaan).  
  • Perusahaan mencoba menyesuaikan rasio pembagian dividen yang ditargetkan dengan berusaha menghindari perubahan pembayaran deviden secara drastis.  
  • Kebijakan deviden yang relatif segan untuk diubah, disertai dengan fluktuasi profitabilitas dan kesempatan investasi yang tidak bisa diduga, mengakibatkan dana hasil operasi kadang-kadang melebihi kebutuhan dana untuk investasi, meskipun pada kesempatan yang lain, mungkin kurang. Apabila dana hasil operasi kurang dari kebutuhan investasi, maka prusahaan akan mengurangi saldo kas atau menjual sekuritas yang dimiliki.  
  • Apabila pendanaan dari luar (external financing) diperlukan, maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling "aman" terlebih dahulu yaitu  dimulai dengan penerbitan obligasi, kemudian diikuti oleh sekuritas yang berkarakteristik opsi (seperti obligasi konversi), dan terakhir, apabila masih belum mencukupi, perusahaan menerbitkan saham baru.

Ada empat alasan yang mendasari prediksi Myers dalam teori pecking order bahwa perusahaan akan memprioritaskan hutang daripada modal sendiri ketika pendanaan eksternal diperlukan, yaitu sebagai berikut:

  • Pasar menderita kerugian karena asimetri informasi antara manajer dan pasar. Manajemen seringkali tertarik untuk menerbitkan saham baru ketika harganya terlalu mahal, meskipun hal itu akan menyebabkan harga saham turun.
  • Hutang dan saham sama-sama membutuhkan biaya transaksi bagi perusahaan. Namun, biaya transaksi hutang lebih rendah jika dibandingkan dengan saham.
  • Perusahaan mendapatkan keuntungan dari keringanan pajak dengan menerbitkan surat hutang. Manfaat pajak ini diperoleh perusahaan sebagai akibat dari beban bunga yang dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak.
  • Kontrol manajemen, atau kepemilikan orang dalam hal ini dapat dipertahankan jika perusahaan menerbitkan surat hutang.

Suatu UMKM tentunya memiliki kecenderungan dalam memilih sumber pembiayaan bagi kebutuhan bisnisnya. Pecking Order Theory merupakan contoh pendekatan hierarkis bagi manajer perusahaan dalam menetapkan sumber pembiayaan bisnis, mulai dari pembiayaan internal sampai eksternal (Myers, 1984). Dalam perspektif teori ini, UMKM sebagai entitas berkelanjutan memanfaatkan berbagai sumber pembiayaan demi memenuhi kebutuhan bisnisnya. Ketika pembiayaan internal sudah tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan bisnis, maka pelaku UMKM akan beralih memanfaatkan sumber pembiayaan dari pihak eksternal, seperti lembaga keuangan. Menurut Lpez-Gracia & Sogorb-Mira (2008), peningkatan hutang akibat pembiayaan eksternal tidak dimotivasi oleh kebutuhan untuk mencapai target hutang tertentu, melainkan untuk memenuhi kebutuhan operasional dalam rangka meningkatkan peluang investasi agar tercipta usaha yang berkelanjutan.

Pengaruh tidak langsung financial literacy pada sustainability dapat dijelaskan melalui access to finance. Pengaruh ini dijelaskan melalui pecking order theory, dimana untuk membiayai kebutuhan bisnis operasinya, pembiayaan tersebut pertama-tama didukung oleh dana internal kemudian utang eksternal dan ekuitas eksternal (Myers, 1984). Sedangkan untuk dapat mencapai access to finance yang baik pada UMKM, diperlukan suatu pengetahuan dan keterampilan mengenai keuangan yang memadai dari pelaku UMKM itu sendiri. Oleh karenanya, tingkat financial literacy sangat penting bagi pelaku UMKM agar dapat mengakses sumber permodalan dari lembaga keuangan guna memenuhi kebutuhan bisnisnya. Hal tersebut sesuai dengan teori terkait Resource Based View (RBV) dan Knowledge Based View (KBV) yang menyatakan bahwa sumber daya perusahaan seperti pengetahuan merupakan hal terpenting dalam mendukung suatu usaha agar dapat unggul dan berdaya saing (Sousa & Hendriks, 2006). Melalui ketiga teori tersebut, dapat disimpulkan bahwa access to finance memiliki pengaruh tidak langsung dalam mendukung hubungan antara financial literacy dan sustainability pada UMKM. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian dari Ye & Kulathunga (2019) bahwa access to finance secara signifikan memiliki peran dalam memediasi hubungan antara financial literacy dan sustainability pada UMKM.

Pecking Order Theory menyatakan bahwa manajer bisnis mengambil pendekatan hierarkis dalam memanfaatkan sumber pembiayaan, dimulai dari pembiayaan internal kemudian beralih pada pembiayaan eksternal. Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar pelaku UMKM telah memanfaatkan produk keuangan dari lembaga perbankan. Produk keuangan seperti tabungan dan pinjaman bermanfaat bagi kelangsungan usaha mereka. Produk tabungan digunakan oleh pelaku UMKM agar dapat menyisihkan sebagian hasil pendapatan mereka yang nantinya akan dimanfaatkan dalam memenuhi kebutuhan operasional bisnis mereka. Apabila sumber keuangan internal tidak mencukupi untuk memenuhi biaya operasional bisnis mereka, maka pelaku UMKM akan beralih memanfaatkan produk pinjaman untuk meningkatkan penjualan guna memperoleh profitabilitas yang tinggi sehingga dapat mempengaruhi business sustainability (keberlanjutan usaha).

Seiring dengan perkembangan zaman, saat ini banyak UMKM yang memanfaatkan penggunaan media sosial untuk berbagai hal, misalnya sebagai media penjualan produk secara online. Di sisi lain, media sosial juga dapat digunakan untuk memperoleh informasi mengenai akses pembiayaan pada lembaga keuangan. Lembaga keuangan seperti perbankan juga memanfaatkan media sosial untuk membantu memberikan informasi mengenai produk dan jasa keuangan yang mereka berikan serta syarat dalam mengakses produk dan jasa keuangan tersebut. Tentunya hal ini dapat mengurangi asimetri informasi yang sering terjadi antara UMKM dengan perusahaan besar.

Penelitian dari Uyar & Guzelyurt (2015) menunjukkan bahwa struktur modal UMKM lebih ditepat dijelaskan dengan teori pecking order, karena temuan dalam penelitiannya menunjukkan bahwa pemilik usaha tidak memiliki target terhadap rasio utangnya. Pemilik usaha lebih cenderung memilih bentuk pendanaanya. Selain itu, penelitian yang menjelaskan keputusan struktur modal UMKM dengan teori pecking order adalah Baker et al. (2017) dan Wasiuzzaman & Nurdin (2019).

Keputusan dalam menentukan struktur modal merupakan pilihan pemilik UMKM dalam menentukan permodalan usahanya tersebut, apakah usaha cenderung menggunakan modal sendiri atau modal asing (pinjaman) atau berimbang. Dalam konteks UMKM, pilihan paling realistis dan berkemungkinan besar untuk dijadikan pilihan permodalan usaha adalah modal sendiri dibandingkan modal asing (berhutang), hal ini disebabkan akses UMKM yang terbatas terhadap permodalan eksternal. Penyebabnya adalah sebagian besar usaha masih belum berbadan hukum dan skala usaha pada level mikro (sangat kecil). Sehingga keputusan struktur modal oleh pemilik UMKM mengikuti pola teori pecking order.

Penerapan pada UMKM

  • Pendanaan Internal: UMKM sering memulai dengan modal sendiri atau laba yang ditahan.
  • Utang: UMKM kemudian mencari pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya. Mereka mungkin juga memanfaatkan pinjaman mikro atau kredit dari sumber informal.
  • Ekuitas: Jika masih diperlukan, UMKM dapat mencari investor eksternal meskipun ini adalah langkah terakhir karena menghindari pengenceran kepemilikan.

Pendekatan Pecking Order Theory membantu UMKM dalam membuat keputusan pendanaan yang strategis dan berisiko rendah. Melalui pemahaman yang baik tentang urutan pendanaan ini, UMKM dapat berkembang lebih efektif dan berkelanjutan. Pendekatan ini mendorong UMKM untuk memaksimalkan pendanaan internal sebelum beralih ke hutang dan akhirnya ekuitas, sesuai dengan urutan yang paling efisien dan ekonomis.

REFERENSI

Dewi Nurjannah et al. (2022). Manajemen Keuangan Strategik: Diskursus Keputusan Pendanaan, Keputusan Investasi dan Kebijakan Dividen. Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Nusantara PGRI Kediri

Sinyo Kelen, LH. (2022). Pengaruh Socioemotional Wealth Terhadap Keputusan Struktur Modal Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Jurnal Ilmu Manajemen dan Bisnis - Vol 13 No 1. Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi Bisnis dan Humaniora, Universitas Kristen Wira Wacana Sumba, Waingapu, Indonesia

Harjito, A. (2011). TEORI PECKING ORDER DAN TRADE-OFF DALAM ANALISIS STRUKTUR MODAL DI BURSA EFEK INDONESIA. Jurnal Siasat Bisnis Vol. 15 No. 2. Prodi Manajemen Universitas Islam Indonesia Yogyakarta

Putri Radjamin, IJ et al. (2014). PENERAPAN PECKING ORDER THEORY DAN KAITANNYA DENGAN PEMILIHAN STRUKTUR MODAL PERUSAHAAN PADA SEKTOR MANUFAKTUR DI NEGARA INDONESIA DAN NEGARA AUSTRALIA. Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
I Made Sudana Vol. 1, Nomor 3
. Universitas Airlangga

Yunita, A et al. (2023). PERAN ACCESS TO FINANCE DALAM MEMEDIASI FINANCIAL LITERACY DAN SUSTAINABILITY PADA UMKM DI KOTA MATARAM. Jurnal Aplikasi Akuntansi Vol. 8, No. 1. Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Mataram, Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun