Mohon tunggu...
auliasyfr
auliasyfr Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

life must choose

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kesetaraan Gender: Tantangan Disabilitas dan Keadilan Gaji di Dunia Kerja

5 Desember 2024   17:00 Diperbarui: 5 Desember 2024   17:35 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://dreamina.capcut.com/ai-tool/image/generate

Oleh: Aulia Ghina Syafira, Retno Nia Nur Ramadhani, Adilla Syahara Putri, Ahmad Ariel Baha Udin 

Dunia kerja merupakan aktivitas yang dilakukan manusia dalam suatu tempat yang menggunakan program pembagian kerja sesuai dengan kemampuan masing-masing individu. Dunia kerja ini biasanya dilakukan dalam suatu perusahaan, instansi, maupun organisasi yang memerlukan aktivitas sumber daya manusia untuk memenuhi tujuan perusahaan. Setiap perusahaan mengambil sumber daya manusia yang bisa diandalkan dan mempunyai kemampuan lebih dalam menghadapi perubahan dalam persaingan dunia kerja (Diah Astuti et al., 2023).

Pencapaian dalam dunia kerja yang inklusif, menggunakan kemampuan yang tidak hanya diperankan oleh gender laki-laki melainkan gender perempuan juga memiliki hak dalam dunia kerja. Dari konsep gender tersebut saling berkaitan dengan lingkungan sosial. Perbedaan peranan kedudukan laki-laki dan perempuan di lingkungan masyarakat yaitu peran perempuan masih dianggap pasif dan sering kali tidak terlihat dibandingkan laki-laki menurut sudut pandang masyarakat (Qory dalam Nuraeni & Lilin Suryono, 2021).

Keberadaan gender untuk membedakan antara laki-laki dan perempuan berdasarkan karakteristik sosial seharusnya tidak menjadi masalah selama perbedaan tersebut tidak menyebabkan ketidakadilan. Namun, dalam praktiknya perbedaan gender sering kali menimbulkan ketidakadilan bagi salah satu jenis kelamin, terutama perempuan. Ketidakadilan gender merupakan suatu sistem atau struktur yang menjadikan perempuan dan laki-laki sebagai korban dari tatanan yang ada (Chandra et al., 2024).

Pandangan ini memiliki naungan yang wajar, khususnya mengakui adanya segala ragam dalam aktivitas publik antara laki laki dan perempuan, keragaman kapasitas pergaulan sosial, harus ada bagian individu yang layak menjadi pionir, dan orang-orang yang menjadi sekretaris atau individu standar, jelas, situasi seseorang dalam kontruksi hierarki (jenjang) akan menentukan individu yang bersangkutan. 

Pada dunia kerja sering kali terjadi ketidaksetaraan yang memandang perempuan lebih rendah derajatnya. Dalam konteks ini biasanya disebut diskriminasi, yaitu membeda-bedakan antara perempuan dan laki laki. Perilaku ini digunakan untuk membatasi hak perempuan dan menganggap kaum perempuan termasuk dalam mayoritas orang yang lemah (Kurniawan et al., 2024).

Pemerintah harus terlibat dalam pengesahan undang-undang mengenai kesetaraan dan keadilan gender yang melindungi pekerja perempuan, memastikan bahwa mereka mendapatkan hak yang adil serta bekerja dalam kondisi yang aman dan nyaman. Kesetaraan gender berarti memberikan perlakuan yang sama kepada laki-laki dan perempuan dalam hal kesempatan, partisipasi, pengambilan keputusan, serta pengembangan, kesejahteraan dan akses sosial (Subagja, 2022).

Perempuan dan penyandang disabilitas sering kali menjadi sorotan dalam isu diskriminasi. Kedua kelompok ini dinggap rentan oleh sebagian masyarakat karena adanya stereotip yang telah berakar lama dalam masyarakat Indonesia. Budaya patriarki yang kuat menyebabkan perempuan sering terpinggirkan, dianggap tidak mampu untuk mandiri dan hanya berfungsi sebagai pendukung laki-laki. Di sisi lain, diskriminasi terhadap penyandang disabilitas lebih terlihat jelas, karena keterbatasan fisik atau mental mareka dianggap mengurangi produktivitas di lingkungan kerja.

Prinsip non-diskriminasi terhadap perempuan telah dimasukkan dalam beberapa konvensi ILO, seperti konvensi gaji setar (No. 100) dan konvensi diskriminas dalam pekerjaan (No. 111), yang telah diakui oleh Indonesia. Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang keternagakerjaan, yang telah diganti dengan undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja, juga memuat ketentuan tentang hak-hak pekerja perempuan, termasuk perlindungan selama kehamilan. 

Diskriminasi terhadap penyandang disabilitas diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 2016 mengenai penyandang disabilitas diperbolehkan bekerja dan mengharuskan pekerja disabilitas dapat diterima dalam suatu badan usaha. Namun, hal seperti ini sering kali tidah dihiraukan oleh pihak pengusaha perusahaan. Masih sering terjadi penolakan terhadap calon karyawan disabilitas yang mendaftar di suatu perusahan. Oleh karena itu, dibutuhkan bantuan kerja sama berbagai pihak, termasuk pengusaha, pekerja, pemerintah, ILO, untuk memastikan penerapan prinsip non-diskriminasi berjalan sesuai undang-undang (Banjarani & Andreas dalam Kurniawan et al., 2024).

Sebagai contoh dari putusan Mahkamah Agung yang dimenangkan sang Baihaqi difabel yang terdiskriminasi pada seleksi CPNS. Baihaqi, seorang penyandang disabilitas netra, berhasil memenangkan kasasi di Mahkamah Agung (MA) setelah sebelumnya gugatan terhadap Sekretariat Daerah Jawa Tengah ditolak oleh PTUN Semarang dan PTTUN Surabaya. Baihaqi, yang mengikuti seleksi CPNS 2019 di Jawa Tengah, dinyatakan gugur meskipun meraih skor tertinggi (401) dalam Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) di formasinya. Sekda Jawa Tengah menyatakan ia gugur karena formasi yang dipilih adalah untuk penyandang disabilitas daksa, sementara Baihaqi adalah penyandang disabilitas netra. Padahal, kebijakan Menteri PAN-RB saat itu memperbolehkan penyandang disabilitas mendaftar di semua formasi. MA akhirnya memerintahkan Sekda Jawa Tengah untuk mencabut surat yang menyatakan Baihaqi tidak lolos seleksi.

Kemenangan Baihaqi menjadi bukti adanya praktik diskriminasi dalam proses seleksi CPNS, terutama terhadap penyandang disabilitas. Kasus ini juga menunjukkan kurangnya profesionalisme Sekda Jawa Tengah dalam pelaksanaan seleksi CPNS 2019, yang mencerminkan stigma terhadap penyandang disabilitas. Fenomena ini penting untuk dikaji lebih lanjut, mengingat pekerja penyandang disabilitas masih menghadapi banyak kendala dalam mendapatkan pekerjaan di sektor pemerintah, meskipun sudah ada kuota khusus untuk mereka. Hal ini memunculkan pertanyaan mengenai realisasi hak ketenagakerjaan penyandang disabilitas serta upaya untuk mengatasi diskriminasi dalam proses penerimaan calon PNS (Amelia & Indah Femmithasari, 2023).

Diskriminasi dalam sistem pengupahan tidak hanya berfungsi sebagai bagian dari mekanisme pasar untuk alokasi sumber daya yang efisien, namun juga memainkan peran penting sebagai kebijakan sosial yang melindungi masyarakat rentan melalui penetapan upah yang sesuai. Upah merupakan bagian penting dalam kontrak kerja dan permasalahan upah seringkali menjadi sumber kontroversi karena adanya perbedaan pandangan mengenai cara menghitungnya dan terkadang dianggap tidak memuaskan baik oleh pekerja maupun pengusaha (Dewi et al., dalam Kurniawan et al., 2024).

Pengusaha wajib menggaji pekerjanya sesuai dengan standar hidup layak, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang upah. Apabila pengusaha tidak mematuhi peraturan ini, maka akan dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis, pembatasan kegiatan, dan penghentian produksi sementara atau sebagian, sesuai Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 20 Tahun 2016.

Dunia kerja melibatkan pembagian tugas sesuai kemampuan individu dalam perusahaan atau organisasi. Namun, diskriminasi berbasis gender dan disabilitas masih menjadi tantangan besar. Perempuan sering dianggap kurang berdaya dibanding laki-laki, dan penyandang disabilitas sering kali ditolak dalam pekerjaan. Pemerintah dan berbagai pihak harus memastikan penerapan undang-undang yang menjamin kesetaraan, seperti UU tentang ketenagakerjaan dan disabilitas, untuk menciptakan lingkungan kerja yang adil, aman, dan inklusif bagi semua.

DAFTAR PUSTAKA

Amelia, R. N., & Indah Femmithasari, N. (2023). Diskriminasi Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil Terhadap Penyandang Disabilitas. Jurnal Ilmiah Dinamika Hukum, 24(1), 129–138. https://doi.org/10.35315/dh.v24i1.9316

Chandra, A. A., Wahyuddin, Y. A., & Rizki, K. Z. (2024). Upaya Pemerintah Islandia Dalam Meningkatkan Kesetaraan Gender (Studi Kasus : Fenomena Gender Pay Gap Di Dunia Kerja). Indonesian Journal of Global Discourse, 5(1), 1–22. https://doi.org/10.29303/ijgd.v5i1.81

Diah Astuti, E., Yuliana, D., Satri Efendi, A., Setya Budiasningrum, R., Rosita, R., & Setiawan, J. (2023). Keterampilan Interpersonal Skill dalam Dunia Kerja Interpersonal Skills at Work. Cakrawala : Jurnal Pengabdian Masyarakat Global, 2(2), 01–08.

Kurniawan, I., Rosewika, I., Khoirunnisa, S., Firmansyah, A., Pembangunan, U., & Veteran, N. (2024). PENERAPAN PRINSIP NON-DISKRIMINASI DALAM DUNIA KERJA. 4(6), 1258–1269.

Nuraeni, Y., & Lilin Suryono, I. (2021). Analisis Kesetaraan Gender dalam Bidang Ketenagakerjaan Di Indonesia. Nakhoda: Jurnal Ilmu Pemerintahan, 20(1), 68–79. https://doi.org/10.35967/njip.v20i1.134

Subagja, Y. H. (2022). Perspektif Kesetaraan Gender pada Tenaga Kerja Wanita di Kabupaten Bandung Barat. Jurnal Iman Dan Spiritualitas, 2(4), 513–520. https://doi.org/10.15575/jis.v2i4.19034

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun