Kening si Ibu mengernyit, "Buat apa, lu?"
"Aduh, nanti deh, Bu. Ada apa nggak, nih?"
Si Ibu masuk ke dalam sebentar, keluar dengan payung, "Nih, entar balikin, ya..."
Kuterima payung itu dengan suka cita, melebihi kalau si Ibu memberikan aku uang atau makanan gratis, "Iya Bu, makasih!"
Aku langsung buru-buru kembali ke jembatan. Hujan sudah tidak sederas tadi. Semoga dia masih ada di sana, kuharap. Untunglah, saat aku kembali, perempuan itu masih di sana.
"Mbak..."
Dia menoleh agak terperanjat. Aku buka payung lusuh berwarna merah dengan motif bunga-bunga itu, "Ayo, Mbak. Saya antar sampai dapat metromini."
Dia menatapku beberapa saat. Mungkin dia takut aku culik atau sejenisnya. Atau takut ternyata aku ojek payung jadi dia mesti bayar. Di satu sisi dia juga tidak punya pilihan lain. Jadi dia masuk ke bawah payung.
Kami berjalan berdua di bawah payung. Suara hunjaman hujan jadi begitu merdu. Aku melirik ke kiri, melihatnya yang lebih pendek dariku. Ingin rasanya menjadi seperti itu jauh lebih lama lagi. Kami menyeberang. Aku sedikit bersyukur, belum ada metromini yang lewat. Untuk beberapa lama, kami saling diam.
Aku pun bertanya supaya tidak terlalu canggung, "Sudah terlambat?"
"Sedikit lagi."