Mohon tunggu...
Muhammad AuliaRahman
Muhammad AuliaRahman Mohon Tunggu... Freelancer - mahasiswa

hanya untuk sekedar sharing

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cahaya Keikhlasan

12 Januari 2023   16:36 Diperbarui: 12 Januari 2023   17:25 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mohon maaf Ibu Aini dan Bapak Ahmad, kami sudah mengupayakan yang terbaik, tapi takdir berkata lain" itulah perkataan Dokter yang diucapkan kepada kami, tepat setelah 3 jam lamanya berada di ruang ICU. "Silahkan Ibu Aini dan Bapak Ahmad, kami memberikan waktu untuk berduka, setelah itu dimohon untuk segera mengurus berkas administrasinya, sekali lagi kami turut berduka cita". 

Kami pun memandang ke arah bayi tersebut tanpa bisa berkata apa-apa. Tanpa disadari air mata sudah jatuh membasahi wajah kami dan harus menyadari bahwa bayi tersebut sudah tenang berada di sisi-Nya. Kejadian yang harusnya menjadi momen kebahagian seketika berubah menjadi kesedihan. Seseorang yang sudah ditunggu hampir 9 bulan lamanya telah pergi meninggalkan kami.

 Setelah mengurus berkas administrasi di rumah sakit, kami pun membawa bayi mungil tersebut pergi ke kediaman duka. Perjalanan menempuh waktu sekitar 15 menit. Setelah sampai, para warga sudah mempersiapkan segala perihal untuk menguburkan jenazah bayi kami. Satu kata yang selalu terdengar saat kami tiba "Yang sabar nak, yang ikhlas, pasti semua ini sudah menjadi jalan terbaik untuk kalian berdua".

Tepat setelah dzuhur petugas jenazah sudah selesai memandikan bayi kami."Tempat kuburannya sudah siap ustadz" lapor seseorang kepada ustadz. Sebelum berangkat, ustadz memberikan  pesan singkat kepada seluruh jamaah "innalillahi wa inna ilaihi rajiun, Semoga ini bisa menjadi amal penolong kelak bagi orang tua dan keluarga yang ditinggalkan serta diberikan kesabaran dan keikhlasan". 

Singkat kata pemakaman pun telah selesai. Para warga yang membantu sudah kembali menjalankan aktivitasnya masing-masing.Hari terus berlalu tapi rasa kehilangan takkan pernah baik-baik saja. Kesedihan, penyesalan, kemarahan bercampur menjadi satu. Sampai ada pertanyaan kecil dalam batinku. Bukankah tuhan merupakan pencipta yang maha adil, bukankah dialah maha terkasih kepada setiap makhluknya, lalu apa yang sedang direncakan-Nya kepada kami?

Tak terasa 1 bulan telah berlalu. Aku dan Aini kembali menjalankan aktivitas masing-masing. Walaupun masih dirundung kesedihan, tapi kami harus meyakini pastinya ada hikmah besar dibalik kejadian ini. Suatu saat aku dan Aini sedang makan di luar, saat sedang menunggu pesanan, aku pun berkata kepadanya.

 "Dulu aku pernah membaca sebuah Hadist dari sahabat Ibnu Abbas , ia mendengar Rasulullah SAW bersabda: "Siapa saja yang memiliki dua anak yang menunggu (di akhirat karena meninggal lebih dulu) di kalangan umatku, niscaya Allah memasukkannya ke surga sebab keduanya." Aisyah bertanya, "Kalau hanya seorang anak yang meninggal Ya Rasulullah? "Demikian juga orang tua yang memiliki seorang anak yang meninggal Wahai perempuan yang mendapat taufiq," jawab Rasulullah. "Kalau tidak memiliki anak meninggal di kalangan umatmu?" "Aku yang akan menyambut umatku dan mereka tidak akan merasakan musibah seperti penderitaan yang kurasakan". (HR At-Tirmidzi)

"Dahulu aku sempat merasa heran Aini, bagaimana mungkin seseorang bisa dimasukkan ke dalam surga. Tempat di mana semua kenikmatan disediakan, yang gambarannya belum pernah terlintas dalam benak siapapun. Bisa diraih hanya dengan sabar dan ikhlas menerima kepergian anaknya. Bukankah itu merupakan hal yang mudah Aini? Anggaplah seseorang memiliki 3 anak, kemudian saat anak keempat lahir, beberapa hari kemudian dia meninggal dunia, bukankah dia masih memiliiki 3 anak. 

Akhirnya jawaban tersebut aku temukan dalam peristiwa kala itu. lalu aku bertanya lagi, "Apa itu keikhlasan? Apakah saat kita kehilangan sesuatu yang penting dan kita merelakannya atau ketika apa yang kita harapkan tidak sesuai dengan kenyataan". Saat seseorang yang ditinggal oleh orang yang berharga di situlah ujian keikhlasan berlansung. Selama 1 atau 2 tahun kita bisa menganggap diri kita sudah melaksankan ikhlas, tapi di saat melihat teman, tetanggamu ataupun, saudaramu memiliki anak yang lucu bagaimana perasaanmu.

 Apakah kita senang ataukah kita malah berlaku sebaliknya. Ataukah kita akan berandai jika tuhan tidak memanggilnya bagaimana keadaannya sekarang. Semua hal tersebut merupakan perihal yang lumrah ujarku. Tapi ingat, setiap kehidupan sudah ditakdirkan oleh-Nya. Mungkin bagi kita buruk tapi sebenarnya itulah yang terbaik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun