Mohon tunggu...
Aulia Rizka Destiana
Aulia Rizka Destiana Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Magister Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia

Jagalah Allah, maka Allah akan menjagamu

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Fintech Syariah Salah Satu Senjata Kejar Malaysia

2 April 2020   15:16 Diperbarui: 2 April 2020   15:24 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak jarang muncul pertanyaan mengapa Ekonomi Syariah Indonesia tidak bisa tumbuh subur layaknya Ekonomi Syariah Malaysia. Padahal jumlah penduduk muslim yang mencapai hampir 87% dari seluruh penduduk Indonesia digadang-gadang menjadi kekuatan besar Indonesia dalam meningkatkan pertumbuhan Ekonomi Syariah.Tidak jarang muncul pertanyaan mengapa Ekonomi Syariah Indonesia tidak bisa tumbuh subur layaknya Ekonomi Syariah Malaysia. Padahal jumlah penduduk muslim yang mencapai hampir 87% dari seluruh penduduk Indonesia digadang-gadang menjadi kekuatan besar Indonesia dalam meningkatkan pertumbuhan Ekonomi Syariah.

Matangnya pasar keuangan Islam dan literasi keuangan yang tinggi di Malaysia menjadi kunci keberhasilan yang patut diacungi jempol. Tidak heran Malaysia menduduki urutan ke-3 dunia (setelah Iran dan Arab Saudi) dengan aset keuangan syariah mencapai 521 miliar USD. Sementara itu, aset keuangan syariah Indonesia berada di urutan ke-8 dengan angka 86 miliar USD (Islamic Finance Development Report, 2019).

Selama ini pertumbuhan ekonomi syariah Malaysia sebagian besar didukung oleh penerbitan sukuk dan aset bank syariah. Namun, fintech syariah menjadi salah satu sektor "panas" di tahun 2020 yang diproyeksikan tumbuh pesat dan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi syariah dunia (State of the Global Islamic Economy Report, 2019).

Menjadi pemimpin pasar keuangan dunia tidak otomatis membuat Malaysia unggul di sektor fintech syariah. Indonesia bisa berbangga diri dengan meraih urutan pertama sebagai negara yang memiliki start-up fintech syariah terbanyak (31 perusahaan) dibandingkan Malaysia yang menempati urutan kelima (7 perusahaan) (Islamic Fintech Report, 2018).

Kerangka peraturan fintech Malaysia yang masih pada tahap eksperimental dan regulatory sandboxes belum dapat diterapkan secara penuh pada fintech syariah menjadi salah satu penyebab lambatnya laju pertumbuhan fintech syariah di Malaysia.

Aturan Islamic Financial Services Act 2013 dianggap belum tepat jika diterapkan untuk teknologi disruptif seperti fintech. Pasalnya, aturan tersebut memang lebih tepat dan dapat mencakup secara komprehensif bagi lembaga keuangan syariah tradisional. Sehingga, masih terdapat ruang pengembangan kerangka peraturan untuk mempermudah dan mendukung inovasi fintech syariah.

Peluang Indonesia

Kerangka peraturan fintech di Indonesia relatif lebih matang dan sudah dapat diimplementasikan baik untuk fintech konvensional maupun syariah. Regulator berpandangan bahwa pada dasarnya bisnis model yang diajukan sama saja, perbedaan hanya dari sisi kontrak atau akad. Kontrak atau akad fintech syariah yang diterapkan harus sesuai dengan Fatwa DSN-MUI No:117/DSN-MUI/II/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah.

Selain itu, melihat perkembangan ekosistem halal dan penetrasi penggunaan internet serta ponsel pintar yang kian kuat membuat Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) menjadikan fintech syariah sebagai salah satu fokus dalam Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2019-2024. KNKS juga mengklaim akan menyelesaikan peta jalan fintech syariah di tahun ini.

Didukung juga dengan literasi keuangan syariah berdasarkan Survei Literasi Nasional Keuangan (SNLK) oleh Otoritas Jasa Keuangan yang meningkat menjadi 8.93% pada tahun 2019 dari 8.11% pada tahun 2016. Walaupun secara persentase peningkatannya tidak signifikan, namun jika dibandingkan dengan jumlah penduduk muslim Indonesia yang mencapai sekitar 87% dari total populasi maka peningkatan di bawah 1% pun menjadi berarti.

Dengan demikian, Indonesia memiliki beberapa kelebihan yang dapat dimanfaatkan. Selain itu, pertumbuhan fintech syariah Malaysia yang masih di tahap infancy, seharusnya menjadi momentum bagi Indonesia mengambil langkah strategis agar meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi syariah khususnya di sektor fintech syariah.

Upaya pengembangan fintech syariah

Keberadaan fintech syariah di Indonesia tentunya memberikan kontribusi konkret bagi perekonomian. Lalu, apa saja yang sebaiknya dilakukan agar Indonesia dapat menjadikan fintech syariah sebagai senjata untuk mengejar ketertinggalannya? Setidaknya terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan.

Edukasi dan literasi yang masif

Mungkin menjadi pertanyaan bagi setiap pihak mengapa angka literasi keuangan syariah masih rendah dibandingkan dengan angka literasi keuangan nasional. Padahal, Indonesia menempati urutan pertama pada indikator pengetahuan (knowledge) dari total 131 negara menurut Islamic Finance Development Indicator tahun 2019. Indikator tersebut menilai suatu negara terkait dengan penyediaan pendidikan keuangan syariah seperti sekolah, kursus maupun peneltian mengenai keuangan syariah. Walaupun demikian, hal tersebut mungkin hanya ada di lingkaran akademisi atau peneliti saja, sedangkan di tengah masyarakat keuangan syariah adalah hal yang awam. Oleh karena itu, diperlukan edukasi yang membumi dan merata ke seluruh lapisan masyarakat.

Mempersiapkan infrastruktur fintech syariah

Laju pertumbuhan fintech syariah masih terkendala dengan belum siapnya infrastruktur di lapangan. Padahal kesiapan infrastruktur menjadi salah satu unsur utama untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi syariah. Mengutip perkataan Ketua Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI), Ronald Yusuf Wijaya bahwa belum adanya bank syariah buku IV sehingga mereka tidak bisa mengeluarkan payment gateway dan alternatifnya fintech syariah menggunakan bank konvensional sebagai mitra.

Selain itu, kesiapan infrastuktur juga menjadi kunci untuk bersaing dengan fintech konvensional terdaftar dan berizin yang jumlahnya sudah mencapai 164 perusahaan per Desember 2019. Dengan infrastruktur yang memadai tentunya akan memberikan layanan prima bagi para pengguna jasa fintech syariah sehingga masyarakat akan lebih puas menggunakan jasa fintech syariah.

Memaksimalkan Halal Value Chain

Keberadaan fintech dan e-commerce menciptakan suatu ekosistem digital di tengah masyarakat. Hampir segala sesuatu hal dapat kita lakukan melalui perangkat gadget mulai dari pesan makanan, tiket armada transportasi, pembayaran digital hingga jasa pembiayaan. Konektivitas ekosistem digital dengan industrii halal menciptakan suatu ekosistem ekonomi halal atau halal value chain.

Dengan menggunakan fintech syariah diharapkan dapat mempercepat perputaran ekonomi syariah karena dengan akses teknologi semakin banyak masyarakat yang dapat menjangakau jasa layanan keuangan syariah. Dilansir dari katadata.co.id, berdasarkan hasil riset yang bertajuk Fulfilling its Promise -- The Future of Southeaset Asia's Digital Financial Services, pada tahun 2019 sebanyak 92 juta jiwa penduduk dewasa di Indonesia belum tersentuh layanan finansial atau perbankan. Angka ini adalah potensi besar yang dapat digarap oleh perusahaan jasa layanan fintech syariah.

Harapannya dengan upaya tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan di sektor fintech syariah dan membantu Indonesia untuk mencapai visinya menjadi pusat keuangan syariah dunia. Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun