Mohon tunggu...
Aulia Rahma
Aulia Rahma Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Nusa Putra

Mahasiswa Akuntansi Universitas Nusa Putra

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Rencana Pengenaan Tarif PPN Sembako Berdampak pada Perekonomian

29 Juni 2021   17:57 Diperbarui: 29 Juni 2021   18:11 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tarif PPN negara Organsation for Economic Co-Operation and Development yaitu 19% dan negara BRICS tarifnya sebesar 17 persen . Dan untuk tarif PPN di Indonesia tergolong rendah yaitu sebesar10 persen  jika dibandingkan dengan negara lain.

PPN yang ada di Indonesia pada saat ini,sebesar 60 persen  yang terkait dengan c-efficiency sebesar 0,6 persen dari total PPN yang seharusnya bisa dipungut. Hal in c-efficiency Indonesia lebih rendah dari negara yang c-efficiencynya mencapai 80 persen yaitu negara Thailand. Singapura dan Vietnam.

Maka dari itu, dengan perubahan ketentuan Pajak Pertambahan Nilai ini menjadi bahan untuk diskusi pemerintah dalam memperbaiki sisi adminsitrasi, dan keadilan untuk PPN dengan penerapan fasilitas yang sama dengan negara lain.

Alasan Pemerintah dalam perencangan pengenaan PPN,  pemerintah membutuhkan uang untuk pendapatan negara, yang akibat terdampak pandemi, sehingga belanja negara meningkat. Maka dari itu pemerintah membuat kebijakan untuk menjamin di masa depan.

Perencanaan Pengenaan pajak pertambahan nilai terhadap barang kebutuhan pokok, dikhawatirkan akan  berdampak negatif pada perekonomian saat ini yang belum stabil akibat covid-19, dengan pengenaan PPN sembako maka harga sembako akan naik dan mengancam kebutuhan bahan pangan sehingga dampak PPN ini akan berpengaruh terhadap kenaikan harga menjadi tinggi dan berdampak pula pada kenaikan inflasi karena bahan pokok makanan merupakan penyumbang utama dari inflasi. Apabila inflasi tinggi, dan kenaikan untuk gaji tidak ada, maka pendapatan rill masyarakat akan menurun dan daya beli masyarakatpun menurun, hal ini bisa menyebabkan kesenjangan sosial tinggi dan meningkatnya kemiskinan. Angka kemiskinanan yang berasal dari kurangnya bahan makanan tercatat sebanayak 73 persen, apabila harga bahan pokok naik, maka angka kemiskinanpun akan semakin bertambah.

Ekonom Centerof Reform on Economics, Piter Abdullah menilai, Untuk penerapan Pajak Pertambahan Nilai bahan pokok pemerintah harus memperhatikan waktu yang tepat, karena saat ini Indonesia masih belum pulih dari dampak pandemi. Pemerintah harus melakukan reformasi perpajakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai akan membuat ekonomi tidak stabil, dan berdampak pada penjualan akibat sektor barang dan jasa menurun dan berpengaruh terhadap kurangnya tenaga kerja yang disebabkan oleh produktivitas yang menurun. Artinya pendapatan masyarakan dan konsumsi masyarakat menurun, pemulihan ekonomi akibat pandemi belum optimal. Dalam situasi pada saat ini, pemerintah seharusnya memberikan perlindungan sosial ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun