Mohon tunggu...
Aulia Rahma
Aulia Rahma Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Nusa Putra

Mahasiswa Akuntansi Universitas Nusa Putra

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Rencana Pengenaan Tarif PPN Sembako Berdampak pada Perekonomian

29 Juni 2021   17:57 Diperbarui: 29 Juni 2021   18:11 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Akhir-akhir ini hal terkait dengan rencana pemerintah untuk pengenaan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap sembako, sedang ramai di perbincangkan oleh seluruh kalangan masyarakat Indonesia, dan tentu saja hal ini mendapatkan kritik dan penolakan dari berbagai pihak.  

Rencana Pengenaan tarif PPN terhadap sembako ini telah tercantum dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). 

Lalu bahan pokok apa saja yang akan dikenakan tarif PPN ?

Besaran Pajak Pertambahan Nilai saat ini 10 persen, sedangkan dalam perencanan pemerintah tentang pengenaan Pajak Pertamabahan Nilai menjadi  sebesar 12 persen

Berdasarkan peraturan menteri keuangan, ada 12 bahan pokok yang akan dikenai PPN, bahan pokok tersebut meliputi beras, gabah, telur, gula, sagu, kedelai, daging, jagung, sayur-sayuran, buah-buahan, susu, garam.

Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai ini menjadi beban untuk masyarakat sebagai konsumen barang pokok sembako dan juga bisa menjadi ancaman terhadap pasokan pangan bahan pokok untuk masyarakat.

Latar belakang rencana pemerintah dengan di adakannya pengenaan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap bahan pokok dilatarbelakangi oleh beberapa hal. Neilmardrin Noor, Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jendral Pajak (DJP) menjelaskan adanya PPN ini terjadi karena adanya distorsi ekonomi yang terjadi karena tax incidenece sehingga tidak dapat bersaing harga produk  dalam negeri dengan produk impor.

Kedua, Pemungatan pajak pada saat ini dalam pemberian fasilatas selama ini memerlukan Surat Keterangan Bebas Pajak (SKB) dan Surat Keterangan Tidak Dipungut (SKTD) yang menimbulkan biaya administrasi yang dinilai tidak efisien.

Selanjutnya dalam kurangnya rasa keadilan terhadap pengecualian pengenaan PPN yang berlaku pada saat ini yang sama-sama dikecualikan dari pengenaan PPN atas objek pajak yang sama dikonsumsi oleh golongan pengahasilan yang berbeda-beda.

Kemampuan membayar pajak dan mempertimbangkan golongan yang mempunyai ability to pay akan dikenakan multitarif PPN yaitu dikenai tarif lebih tinggi.

Neilmardrin Noor mengatakan harus ada pembeda atas kebijakan kebutuhan BKP dan JKP yang dibutuhan oleh masyarakat umum akan diberi tarif PPN lebih rendah sedangkan untuk yang dikonsumsi oleh kelompok tertentu yang tergolong premium akan lebih ekslusif dan dikenai tarif lebih tinggi,  untuk keadilan karena penghasilannya yang berbeda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun