Bagaimana Hubungan Indonesia-Australia?
Hubungan baik Indonesia-Australia telah terjalin selama beberapa dekade, yang mana hubungan baik ini dilandasi oleh sejumlah faktor kompleks, di antaranya adalah faktor geografis dan faktor sejarah. Kedekatan geografis yang signifikan antara Indonesia dan Australia dibuktikan dengan adanya Paparan Sunda dan Paparan Sahul sebagai penghubung kedekatan geografis antara kedua negara. Banyaknya persamaan jenis flora dan fauna di Australia, Sulawesi, Irian Jaya, dan Nusa Tenggara turut serta mendukung pengaruh faktor geografis (Ribawati, 2023). Setiap negara akan selalu mengutamakan kepentingan nasionalnya, termasuk Indonesia dan Australia yang menempatkan pembangunan perekonomian sebagai prioritas. Untuk memastikan pembangunan perekonomian negaranya berjalan lancar tanpa adanya gangguan, maka sebagai negara tetangga yang dekat secara geografis, baik Indonesia maupun Australia akan mengupayakan keamanan dan kestabilan maritimnya. Meski kedua negara tersebut kerap kali mengalami ketegangan, pada akhirnya kedua negara tersebut akan memilih damai sebab berkonflik dengan negara tetangga akan berpotensi memperkecil akses perdagangan internasional. Akibat faktor kedekatan geografis inilah Indonesia dan Australia memilih untuk menjalin kerja sama dengan tujuan menjamin keamanan dan stabilitas perdagangan internasional.
Dilihat melalui sejarahnya, menurut Sultani, dkk (2019), sejak dulu para pelaut Bugis Makassar telah memanfaatkan laut sebagai media perantara dalam menjalin diplomasi hubungan perdagangan tradisional dengan suku asli Australia, yakni suku Aborigin. Hubungan erat antara kedua suku tersebut didukung pula oleh adanya pertahanan jalur dan jaringan pelayaran yang kuat, sehingga kedua suku dapat saling memperkenalkan budaya mereka selama diplomasi perdagangan tradisional berlangsung. Diperkirakan bahwa hubungan suku Bugis dengan suku Aborigin dimulai pada masa pemerintahan Kerajaan Gowa, Makassar di tahun 1650. Suku Bugis Makassar diketahui melakukan pelayaran hingga ke pantai utara Australia. Adhuri (2013) menjelaskan bahwa suku Bugis Makassar berburu ikan dan teripang ke Ashmore Reef pada abad ke-17 sampai 1616. Kala itu, suku Bugis Makassar bahkan turut mempekerjakan suku Aborigin untuk memperoleh ikan dan teripang. Sebagai kompensasi, suku Bugis Makassar akan menukar barang dengan suku Aborigin dan kerap kali barang-barang tersebut dibawa pulang ke daerah asal mereka. Akibat diplomasi perdagangan tradisional ini, wilayah Australia Utara dapat dikatakan sebagai tempat singgah sementara bagi suku Bugis Makassar selama proses “memperkenalkan kebudayaan baru”. Fenomena antara kedua suku tersebut dapat dikatakan sebagai bentuk diplomasi soft power. Akan tetapi, letak Zona Ekonomi Eksklusif antara Indonesia dengan Australia kerap kali mengalami tumpang tindih, sehingga hal ini menjadi tantangan bagi kedua negara dalam mempertahankan hubungan baik.
Selain itu, Australia merupakan salah satu negara tetangga yang turut mendukung kedaulatan Indonesia, yang mana dalam dimensi politik, hubungan baik antara kedua negara bermula pada periode awal kemerdekaan Indonesia di tahun 1945-1949. Kala itu, Australia memberikan bantuan berupa dana dan memboikot kapal-kapal Belanda yang diprakarsai oleh Partai Buruh, yang mana insiden pemboikotan tersebut dikenal dengan nama Black Armada. Ningsih (2022) menyampaikan bahwa dalam aksi pemboikotan terhadap kapal-kapal Belanda dilakukan oleh para buruh Australia pada 23 September 1945 dengan mogoknya empat orang awak asal Indonesia yang ditempatkan di kapal Belanda dalam menyuplai logistik ketika berada di pelabuhan Sydney. Hal ini dilakukan sebagai bentuk penolakan terhadap gugatan Belanda pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia. Aksi pemboikotan tersebut memperoleh dukungan dari pemerintah Australia dengan maksud bahwa pihaknya tak akan mendukung tindak penindasan terhadap Indonesia. Pada 25 September 2024, diketahui bahwa sebanyak 1.400 para buruh Australia menggelar rapat untuk membahas lebih rinci mengenai pemboikotan terhadap kapal-kapal Belanda. Kemudian, pada oktober 1945, pemerintah Australia dengan sengaja tidak “menyentuh” kapal Belanda yang bertujuan ke Indonesia. Tindakan tersebut tentu menyulitkan Belanda sebab mereka tak akan memperoleh konsumsi dan amunisi, serta tak memperoleh bantuan perbaikan terhadap kapal-kapalnya. Selain itu, Australia turut menjadi co-sponsor untuk Indonesia agar dapat bergabung dengan forum PBB. Akan tetapi, sebagai negara tetangga, Indonesia dan Australia tentu mengalami sejumlah bentrokan, seperti pada krisis Timor Timur, teror Bom Bali, sampai insiden pengeboman Kedutaan Australia di Jakarta. Banyaknya bentrokan yang terjadi antara kedua negara tersebut sempat menimbulkan ketegangan yang menyebabkan mereka saling menarik duta perwakilan mereka.
Julukan “strange neighbour” atau istilah “roller coaster” diperoleh untuk menggambarkan dinamika hubungan Australia dan Indonesia yang pasang surut sebab kedua negara kerap menganggap satu sama lain sebagai ancaman, tetapi tetap berusaha menjalin hubungan bilateral dengan baik. Hal ini tentu didasari oleh banyaknya perbedaan antara kedua negara, baik dari segi kebudayaan, orientasi politik, dan pembangunan ekonomi. Menyadari adanya ketidakstabilan antara kedua negara inilah yang menyebabkan Indonesia dan Australia mulai mengajukan beberapa bentuk kerja sama bilateral yang didasari oleh mutual understanding, seperti Perjanjian Keamanan Australia-Indonesia pada Desember 1995 dan Perjanjian Lombok yang ditandatangani pada 13 November 2006. Tak sampai di situ, akibat letak geografis yang strategis, muncullah pertimbangan mengenai kerja sama perdagangan antara Indonesia dan Australia, yang mana hal ini seharusnya menjadi prioritas bagi hubungan antara kedua negara. Baik Indonesia maupun Australia, kedua negara tersebut berkeinginan untuk meningkatkan perekonomian negara, terlebih dengan adanya pengaruh posisi Indonesia dalam ASEAN menyebabkan negara ini menjadi jembatan potensial bagi produk Australia guna menjangkau pasar yang lebih luas. Sebagai bentuk inisiasi oleh Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Australia, yakni John Howard, maka dibentuklah Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) pada 2005 dengan tujuan utama membahas tuntas strategi kerja sama ekonomi Indonesia-Australia melalui Joint Declaration Comprehensive Partnership.
Apa itu IA-CEPA?
IA-CEPA merupakan perjanjian komprehensif yang mencakup beberapa hal, seperti investasi, perdagangan bebas dan elektronik, fasilitas visa kerja, hingga hak kekayaan intelektual. Salah satu poin utamanya adalah hampir semua tarif bea masuk untuk produk yang diperjualbelikan antara Indonesia dan Australia dihapuskan, yang mana hal ini turut mempermudah perusahaan berinvestasi di kedua negara. Indonesia sendiri berencana menghapus tarif impor untuk produk Australia sebesar 94%, sedangkan Australia berencana memberikan kebebasan pada akses produk Indonesia. Demikian hal ini diharapkan akan meningkatkan kualitas daya saing produk di pasar negara.
Pada 2007, Indonesia dan Australia telah melakukan studi kelayakan terkait Free Trade Agreement (FTA), yang mana studi kelayakan ini berfungsi untuk mengevaluasi potensi, manfaat, dan tantangan kerja sama bilateral Indonesia-Australia. Studi kelayakan tersebut selesai dilakukan pada tahun 2009 dengan hasil bahwa FTA akan memberikan banyak manfaat dalam meningkatkan integrasi ekonomi antara Indonesia dengan Australia. Oleh karena itu, Indonesia dan Australia segera melakukan perundingan guna membahas kerja sama ekonomi bilateral lebih lanjut (Michael, 2018).
Perundingan IA-CEPA secara resmi dilaksanakan pada putaran pertamanya tanggal 2 Desember 2010 dan dilaksanakan langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Australia, Julia Gillard. Kemudian, putaran keduanya dilaksanakan pada tahun 2013. Akan tetapi, memasuki November 2013 sampai dengan Februari 2016, perundingan IA-CEPA sempat dihentikan sebab Indonesia dan Australia terlibat konflik, yang mana kala itu Australia terbukti melakukan penyadapan pada Presiden Indonesia di tahun 2013 dan Perdana Menteri Australia, Abbott menolak mengajukan permohonan maaf. Suasana antara kedua negara semakin memburuk sebab Indonesia mengabaikan pengajuan permohonan ampun oleh Abbott terhadap dua warga negaranya yang terlibat dalam penyelundupan narkoba di Bali. Setelah ketegangan antara kedua negara berhasil mereda, pada Maret 2016 IA-CEPA direaktivisasikan, perundingan putaran ketiga IA-CEPA dimulai sejak Mei 20106. Kemudian, perundingan putaran IA-CEPA kembali dilanjutkan hingga putaran keenam pada tahun yang sama. Perundingan pertama IA-CEPA berisikan negosiasi kerja sama bilateral yang bersifat komprehensif, perundingan kedua berisikan hasil diskusi pertimbangan position paper mengenai Indonesia-Australia Business Partnership Group (AIPBG). Pertemuan ketiga membahas standar kualitas dan keamanan produk makanan yang akan diekspor Indonesia ke Australia, dan pertemuan selanjutnya membahas kesepakatan awal IA-CEPA. Di tahun 2017, perundingan IA-CEPA telah memasuki putaran kesebelas, sementara putaran keduabelasnya dilaksanakan pada Juli 2018.
Pada Agustus 2018, perjanjian IA-CEPA akhirnya mencapai proses finalisasi, yang mana kedua negara mengutus Menteri Perdagangannya untuk menandatangani Deklarasi Penyelesaian IA-CEPA yang kemudian dilaksanakan pada 4 Maret 2019. Kesepakatan ini mencakup beberapa aspek, seperti investasi, perdagangan barang dan jasa, hingga kolaborasi pembangunan inovasi dan industri. Adanya ratifikasi IA-CEPA menimbulkan harapan bahwasanya perjanjian ini dapat melebarkan peluang bagi kedua negara, khususnya pada sektor ekonomi (Rusmin, 2021).
Bagaimana Implementasi IA-CEPA dilakukan?
Pada bidang investasi, IA-CEPA berupaya meningkatkan akses penyediaan layanan dan aset barang antara Indonesia-Australia. Strategi penting yang diterapkan oleh IA-CEPA pada bidang ini adalah pemberian kemudahan bagi perusahaan-perusahaan Australia untuk berinvestasi di Indonesia dalam berbagai aspek. Selain itu, IA-CEPA turut memberikan kerangka hukum yang menjamin penyelesaian sengketa antara negara yang berinvestasi dengan negara tuan rumah melalui investasi arbitrase.
Kemudian, pada bidang perdagangan digital, IA-CEPA menekankan pemanfaatan teknologi untuk mempercepat proses bea cukai, memastikan keamanan siber dan kelancaran ekspor dan impor oleh kedua negara. Di sisi lain, untuk memenuhi perjanjian pelatihan keterampilan, Indonesia memberikan izin resmi kepada Australia untuk mendirikan lembaga pelatihan tenaga kerja di Indonesia. Sementara itu, Australia mendirikan program pertukaran dan pelatihan untuk tenaga kerja, serta menambahkan jumlah kuota visa liburan dan kerja.
Selanjutnya, IA-CEPA menyertakan jaminan perlindungan kekayaan intelektual yang mencakup perlindungan terhadap hak cipta, paten, termasuk merek dagang warga dari masing-masing negara dari diskriminasi serta sebagai bentuk antisipasi apabila terjadi perampasan secara paksa oleh negara atau pihak lain.
Bagaimana Dampak Implementasi IA-CEPA bagi Peluang Pasar Indonesia-Australia?
Sebagai dua negara yang telah menjalin hubungan kompleks selama beberapa dekade, Australia telah melihat Indonesia sebagai kesempatan dalam mengembangkan sektor ekonominya, terutama pada ekspor barang dan jasa. Hal ini dibuktikan pada tahun 2021-2022, bahwa hasil nilai perdagangan antara kedua negara mencapai A$18,35 miliar dan menjadikan Indonesia sebagai mitra terbesar ke-14 dalam daftar negara mitra Australia. Dilansir melalui Department of Foreign Affairs and Trade Australian Government (05/07/2019), Indonesia diperkirakan akan menempati posisi kelima sebagai negara dengan perekonomian terbesar di dunia dan berpotensi tinggi dalam penawaran bisnis. Kemudian, melalui IA-CEPA, Australia akan memperoleh posisi paling strategis dalam mendukung perekonomian Indonesia, sehingga mereka turut memiliki potensi besar dalam mengembangkan mitra perekonomiannya dengan negara lain.
Implementasi kebijakan oleh IA-CEPA tentu akan memberikan dampak bagi perekonomian Indonesia dan Australia. Adanya janji pengurangan atau penghapusan tarif bea masuk produk dapat memperluas akses pasar sebab dengan adanya penghapusan tarif tersebut, para pelaku bisnis akan tertarik untuk berinvestasi di kedua negara. Pembebasan tarif yang hampir menyentuh 100% ini dapat dikatakan memberikan tantangan baru bagi Indonesia untuk meningkatkan kualitas produknya guna menarik konsumen dari Australia dan bersaing dengan negara-negara lainnya. Salah satu manfaat dari strategi tersebut adalah produk otomotif Indonesia yang berhasil menembus pasar ASEAN, yang mana produk otomotif Indonesia bersaing dengan produk otomotif asal Thailand dan Malaysia. Sementara itu, Australia turut memperoleh keuntungan dalam mengekspor produknya sebab Indonesia memotong tarif sebesar 94% dan memberikan jaminan izin impor otomatis bagi Australia untuk produk-produknya yang dikirim masuk ke Indonesia.
Adanya fasilitasi perdagangan seperti penyederhanaan syarat investasi berhasil menarik minat para pelaku bisnis asal Australia untuk berinvestasi di Indonesia. Melalui perizinan resmi untuk investor Australia guna mempermudah proses akuisisi saham mayoritas perusahaan telah memberikan jaminan bagi kebebasan bagi para investor Australia. Pariwisata adalah salah satu sektor terbesar bagi Australia. Melalui penyederhanaan investasi inilah, Australia dapat memperoleh saham dari berbagai bisnis perhotelan di Indonesia dan memberikan layanan lintas batasnya dengan mudah. Tak sampai di situ, fasilitasi perdagangan telah meningkatkan percepatan ekspor batu, mineral, kaca, bahan bakar, dan logam dari Indonesia ke Australia dengan total penyumbangan sebesar 44, 36% dari tiga sektor. Indonesia sebagai pusat manufaktur telah melihat kehadiran IA-CEPA sebagai pembuka peluang dalam persaingan produk manufaktur. IA-CEPA tentu telah mempermudah Indonesia dalam mengakses bahan baku dengan kualitas tertinggi dari Australia, yang mana di masa yang akan datang, perusahaan-perusahaan dari kedua negara tersebut diharapkan mampu memaksimalkan kontribusinya dalam memenuhi rantai pasokan global.
Dampak positif lain yang diperoleh melalui IA-CEPA adalah peningkatan standar tenaga kerja, baik di Indonesia maupun Australia. IA-CEPA telah memberikan izin bagi Australia untuk mendirikan lembaga pelatihan atau cabang universitasnya di Indonesia yang turut menawarkan paket keterampilan, yang mana paket tersebut berisikan sejumlah pelajaran penting seperti program pertukaran pelajar dan pelatihan tenaga kerja. Hal ini tentu akan meningkatkan kualitas tenaga kerja dan mendukung produktivitas kedua negara.
Referensi
Adhuri, D. S. (2013). Traditional And Mo-Der Tripang Fisheries On The Border Of The Indonesian And Australian Fishing Zones Mashall Alexander Chark & Sallk K. May (End) In Macassar. History And Heritage: Journeys, Encouters. And Influence.
Ahriana, Untarti, D. P., & Hayari. (2022). PENGARUH PELAYARAN DAN KEBUDAYAAN BUGIS MAKASSAR DI PANTAI UTARA AUSTRALIA (ABAD XVII-XIX). Jurnal Penelitian Pendidikn sejarah UHO (JPPS-UHO), 7(3), 221-234.
Alfikri, M. A. (2023). Implementasi Indonesia - Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement di Indonesia. Research Gate.
Department of Foreign Affairs and Trade Australian Government. (2019). Why has the Australian Government negotiated a comprehensive economic partnership agreement with Indonesia? Department of Foreign Affairs and Trade Australian Government. https://www.dfat.gov.au/trade/agreements/not-yet-in-force/iacepa/Pages/why-has-the-australian-government-negotiated-a-comprehensive-economic-partnership-agreement-with-indonesia
Jannah, S. M. (2019, Maret 4). Indonesia dan Australia Teken Perjanjian Dagang IA-CEPA. Tirto.id. https://tirto.id/indonesia-dan-australia-teken-perjanjian-dagang-ia-cepa-diil
Juniar, A. J. (2022). Dampak Ditandatanganinya serta Ratifikasinya Perjanjian Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA). Research Gate.
Liling, K. (2018). DINAMIKA HUBUNGAN BILATERAL INDONESIA DAN AUSTRALIA DALAM PENANDATANGANAN KERJASAMA INDONESIA-AUSTRALIA COMPREHENSIVE ECONOMY PARTNERSHIP AGREEMENT (IA-CEPA). Universitas Bosowa.
Linardy, G., Lauwren, J., Caroline, T., Dayoh, J. F. H., & Yemima, R. I. (2021). Kerja Sama Bilateral Indonesia dan Australia dalam IA-CEPA. Jurnal Sentris, 252-269.
Michael, R. (2018). Negosiasi Panjang Perjanjian Dagang Ri-Australia Akhirnya Rampung. Jakarta: Katadata.Co.Id.
Ningsih, W. L. (2022, 8 3). Black Armada, Aksi Boikot Australia terhadap Belanda demi Indonesia Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Black Armada, Aksi Boikot Australia terhadap Belanda demi Indonesia", Klik untuk baca: https://www.kompas.com/stori/read/2022/08/03/16. Kompas.com. https://www.kompas.com/stori/read/2022/08/03/160000379/black-armada-aksi-boikot-australia-terhadap-belanda-demi-indonesia?page=all#page2
Pangesti, A. L., & Ribawati, E. (2024). Hubungan Australia-Indonesia dan Tinjauan Persepsi dari Kedua Negara. Heuristik: Jurnal Pendidikan Sejarah, 4(1), 69-74.
Ribawati, E. (2023). Australia dan Oceania dalam Sejarah. Jakarta: Dedika Printing.
Rusmin, J. H. (2021). Analisis Proses Perundingan Kerja Sama IA-CEPA (Indonesia- Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement) Tahun 2013-2018. Universitas Hasanuddin.
Sultani, Z. I. M., Meliya, M., & Rahmawati, R. (2019). Kontak Budaya antara Orang Makassar dengan Orang Aborigin Yolngu sebagai Diplomasi dan Perdagangan Transnasional Abad XVII-XIX. Sejarah dan Budaya: Jurnal Sejarah, Budaya, dan Pengajarannya, 13(1), 107-126.
Syukra, R., & Cahyaputra, L. (2019, Maret 5). Sejarah IA-EPA. Investor.id. https://investor.id/industry-trade/186225/sejarah-ia-epa
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI