Aulia Ramadani (Mahasiswa Perbankan Syariah IAIN Parepare)
Bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan secara berulang oleh individu atau kelompok terhadap seseorang yang dianggap lebih lemah. Perilaku ini bertujuan untuk menyakiti secara fisik, emosional, atau psikologis.Â
Bullying di sekolah merupakan isu serius yang terus menjadi perhatian, terutama saat kekerasan fisik terlibat. Kasus di Surabaya, yang mencakup kekerasan fisik serta ancaman dari pihak sekolah, mengungkap kelemahan dalam pengawasan dan penanganan konflik selama tiga tahun terakhir. Kasus ini tidak hanya melukai korban secara fisik dan mental tetapi juga menunjukkan bahwa budaya intimidasi masih marak di lingkungan pendidikan.
Tantangan dalam Mengatasi Bullying
1. Kurangnya Pengawasan Sekolah
  Pengawasan yang tidak optimal membuat tindakan bullying kerap terjadi tanpa terdeteksi. Banyak kasus baru terungkap setelah korban mengalami trauma berat.
  2. Minimnya Empati di Lingkungan Sekolah
  Kurangnya pendidikan tentang nilai-nilai empati mengakibatkan siswa maupun guru tidak peka terhadap penderitaan korban bullying.
3. Budaya Sekolah yang Tidak MendukungÂ
   Lingkungan yang permisif terhadap perilaku negatif, seperti minimnya sanksi tegas, justru memperkuat keberanian pelaku untuk terus melakukan intimidasi.
4. Ancaman dari Institusi Sekolah Â
   Beberapa kasus menunjukkan adanya ancaman atau tekanan dari pihak sekolah untuk menutupi kasus bullying, yang merugikan korban dan keluarga.
5. Kurangnya Pemahaman Hukum Â
   Kesadaran akan perlindungan hukum sering kali rendah, baik di kalangan pelaku, korban, maupun pihak sekolah. Hal ini menghambat upaya penanganan yang efektif. Â
Dampak Buruk Bullying terhadap Korban
1. Dampak Psikologis
   Bullying dapat menyebabkan trauma psikologis yang mendalam, seperti kecemasan, depresi, dan gangguan stres pascatrauma (PTSD). Â
2. Penurunan Prestasi Akademik Â
   Korban sering kehilangan fokus belajar akibat tekanan emosional, sehingga prestasi mereka menurun. Â
3. Kehilangan Kepercayaan Diri
   Korban kerap merasa tidak berharga, yang dapat memengaruhi interaksi sosial mereka di masa depan. Â
4. Isolasi Sosial
   Banyak korban menarik diri dari kehidupan sosial karena takut menghadapi bullying lebih lanjut. Â
Solusi Mengatasi Bullying
1. Peran Guru dalam Pendidikan Karakter Â
  - Guru harus menanamkan nilai-nilai empati, toleransi, dan pengendalian diri sejak dini. Â
  - Diskusi kelompok tentang pentingnya menghormati perbedaan dapat membantu menciptakan lingkungan yang lebih inklusif.
2. Pengawasan Lebih Ketat
  - Sekolah perlu meningkatkan pengawasan di area rawan bullying seperti koridor, toilet, atau taman bermain. Â
  - Teknologi seperti CCTV dapat digunakan untuk memantau perilaku siswa.
3. Penerapan Kebijakan Anti-Bullying Â
  - Sekolah harus memiliki kebijakan yang jelas mengenai tindakan bullying, termasuk sanksi tegas bagi pelaku. Â
  - Sosialisasi kebijakan ini kepada siswa, guru, dan orang tua sangat penting untuk meningkatkan kesadaran. Â
4. Dukungan Psikologis bagi Korban
  - Memberikan layanan konseling di sekolah untuk membantu korban mengatasi trauma. Â
  - Membentuk kelompok dukungan (support group) di mana korban dapat berbagi pengalaman dan menerima dukungan emosional. Â
5. Pendekatan Rehabilitatif untuk PelakuÂ
  - Pelaku bullying yang masih anak-anak perlu mendapatkan pembinaan agar memahami dampak perbuatannya. Â
  - Program edukasi dan rehabilitasi dapat membantu pelaku memperbaiki perilaku mereka. Â
6. Kolaborasi dengan Orang Tua
  - Orang tua harus aktif memantau perilaku anak di rumah dan sekolah. Â
  - Komunikasi antara orang tua dan pihak sekolah perlu ditingkatkan untuk mencegah tindakan bullying. Â
7. Kampanye Edukasi Anti-Bullying
  - Pemerintah, media, dan komunitas harus menyelenggarakan kampanye kesadaran untuk mengedukasi masyarakat tentang dampak buruk bullying. Â
  - Pelatihan bagi guru dan staf sekolah juga penting untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam menangani kasus bullying.
Penerapan sanksi tegas bagi pelaku bullying adalah langkah penting untuk menciptakan efek jera dan mencegah kejadian serupa di masa depan. Orang tua juga perlu dilibatkan dalam pengawasan dan pembinaan anak-anak mereka. Undang-undang seperti UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan dasar hukum untuk melindungi korban dan menindak pelaku bullying.
Namun, pelaku bullying yang masih di bawah umur juga memerlukan perlindungan hukum. Pendekatan rehabilitatif dan edukatif harus diterapkan agar mereka memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri.
Menutupi kasus bullying adalah tindakan yang tidak etis dan merugikan korban serta merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi pendidikan. Transparansi dan penanganan yang tepat adalah kunci untuk mengatasi masalah ini
Bullying merupakan masalah kompleks yang memerlukan pendekatan holistik untuk mengatasinya. Dengan pengawasan yang lebih ketat, kebijakan yang tegas, dan dukungan menyeluruh, kita dapat menciptakan lingkungan sekolah yang aman, kondusif, dan bebas dari intimidasi. Kolaborasi semua pihak, termasuk guru, orang tua, dan pemerintah, adalah kunci utama dalam menyelesaikan masalah ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI