Mohon tunggu...
auliaoktria
auliaoktria Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Uin Suska Riau

hobi menonton film dan mendengarkan musik,

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Analisis Bermain outdoor dan indoor bagi perkembangan sosial emosional anak usia dini

10 Desember 2024   10:30 Diperbarui: 10 Desember 2024   10:19 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ANALISIS BERMAIN OUTDOOR DAN INDOOR BAGI PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK USIA DINI

Aulia oktria rahmawati

 Pendidikan Islam Anak Usia Dini

universitas Islam Negri Sultan Syarif Kasim Riau

auliaoktria8@gmail.com

ABSTRAK

Bermain outdoor adalah cara bermain yang mengnenalkan anak terhadap alam dan anak langsung dilibatkan dalam hal ini. Tujuan dilakkukannya penelitian ini agar memberikan pengetahuan kepada para orang tua bahwa mengajak anak untuk bermain diluar sangat banyak membantu pertumbuhan dan perkembangannya. Kemudian penelitian menggunakan metode penelitian kualitatif yang Dimana subjeknya adalah 2 orang anak usia dini juga para orangtuanya. Data penelitian dihimpun melalui data observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian memperoleh fakta bahwa anak yang bermain outdoor perkembangan kognitifnya cenderung lebih baik. Dimana anak dapat lebih berfikir kritis karena mereka menemukan banyak hal baru diluar. Kemudian juga berbagai factor dari orang tua yang memilih untuk mengajak anak bermain outdoor dan indoor, salah satunya adalah tuntutan pekerjaan sehingga orangtua tidak dapat mendampingi anaknya utnuk bermain, sehingga mereka memilih memberikan permainan indoor atau tak sedikit juga yang memberikan anak gadget.

 

 

 

 

PENDAULUAN 

Pepen Supandi  mengemukakan ada dua alasan kenapa bermain Outdoor dipakai untuk belajar pada PAUD. Pertama, banyak kemampuan anak yang harus dikembangkan. Kedua, orang tua yang sibuk selalu memberikan permainan komputer, laptop, atau nonton televisi sehingga menyebabkan anak jauh dari kegiatan bermain. Bermain Outdoor adalah permainan yang diberikan pada anak usia dini dengan bermain dan belajar mengenalkan alam dan menggunakan bermacam area di alam yang natural sehingga anak dapat mengobservasi benda - benda alam yang ada disekitarnya serta akan mendapatkan pengalaman yang unik. Bermain outdoor atau diluar ruangan, dapat membantu melatih jiwa sosial anak, kaarena anak akan dapat berinteraksi dengan banyak orang diluar sana, kemudian juga dapat menstimulus kognitif anak, anak dapat menjadi seorang yang berfikir kritis dengan banyaknya hal-hal baru yang dia dapatkan diluar.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menjadi motivasi serta meningkatkan pengetahuan para orangtua akan pentingnya anak bermain outdoor. Kemudian dari beberapa masalah dan pandangan orangtua terhadap anak yang bermain outdoor, maka Solusi yang dapat dilakukan adalah memberikan pengawasan dan ikut serta bermain dengan anak. Kemudian tujuan penelitian ini juga memberikan kesadaran kepada para orang tua dan orang dewasa dalam memberikan perhatian sosial emosional anak usia dini. Karena ternyata perkembangan kognitif pada anak juga termasuk didalamnya perkembangan sosial dan emosional. Dengan ditelitinya bermain outdoor dan indoor juga dapat menjadi salah satu factor berbedanya perkembangan kognitif anak, baik itu berfikir kritisnya, ataupun sosial emosionalnya.

Anak usia dini memliki karakter tersendiri dalam dunianya, Dimana mereka bermain sambil belajar dan belajar sambil bermain. Dunia mereka adalah dunia bermain, namun dengan bermain tersebut mereka mendapatkan banyak hal-hal baru dan juga mendukung perkembangan mereka, baik dari segi kognitif sosial emosionalnya (Amini, 2014). Orang terdekat adalah peran yang paling utama yang sangat berpengaruh pada dunia bermain anak, seperti keluarga, kemudian saudara dekat, tetangga, kemudian juga para guru disekolahnya. Hal ini juga dikatakan oleh Aliwood bermakna bahwa bermain pada lembaga PAUD merupakan suatu titik temu antara pemahaman dan percakapan yang terjadi pada anak, orang tua, pendidikan, keluarga, psikologi dan penguatan terhadap kenegaraan (Mansir, 2022). Disimpulkan bahwa bermain merupakan aktivitas mendasar anak yang dilakukan sendiri, bersama pendidik, keluarga, teman maupun orangtua yang mana kegiatan tersebut dilakukan secara sukarela, menyenangkan, dan tanpa paksaan, dengan bermain anak-anak akan mampu memahami aturan-aturan, bekerjasama, dan bersosialisasi (Mutiah, 2015).

Bermain outdoor adalah bermain yang dilakukan diluar ruangan. Bermain outdoor juga salah satu kegiatan yang melibatkan anak langsung dengan memanfaatkan lingkungan sekitar. Hal ini juga sejalan dengan yang diungkapkan oleh Vera yang mengatakan bahwa outdoor study merupakan kegiatan menyampaikan pelajaran di luar kelas yang melibatkan siswa secara langsung dengan lingkungan sekitar mereka, sesuai dengan materi yang diajarkan (Yani, 2021). Sehingga, pendidikan di luar kelas lebih mengacu pada pengalaman dan pendidikan lingkungan yang sangat berpengaruh pada kecerdasan para siswa. Bermain outdoor juga dapat menjadi salah satu kegiatan yang sangat bagus untuk anak usia dini, karena dilihat pada saat ini tidak sedikit anak usia dini yang sudah mengerti ap aitu gadget, bagaimana penggunaannya bahkan anak juga dapat mengakses berbagai video yang tidak layak utnuk ditonton.

Hal ini juga mempengaruhi sosial anak, anak menjadi minim akan sosial diluar, atau bahkan anak juga tidak lagi mengenal permainan-permainan tradisional. Hal ini juga sejalan dengan yang dikatakan oleh Pepen Supandi, yang mengatakan bahwa  ada dua alasan kenapa bermain Outdoor dipakai untuk belajar pada PAUD. Pertama, banyak kemampuan anak yang harus dikembangkan. Kedua, orang tua yang sibuk selalu memberikan permainan komputer, laptop, atau nonton televisi sehingga menyebabkan anak jauh dari kegiatan bermain (Raihana et al., 2020). Bermain Outdoor adalah permainan yang diberikan pada anak usia dini dengan bermain dan belajar mengenalkan alam dan menggunakan bermacam area di alam yang natural sehingga anak dapat mengobservasi benda - benda alam yang ada disekitarnya serta akan mendapatkan pengalaman yang unik. Dengan bermain anak akan lebih banyak berinteraksi dengan banyak orang diluar sana, dengan bermain juga anak dapat belajar lebih banyak mengenal teman sebaya, anak juga akan lebih banyak memecahkan berbagai masalah yang dia temukan.

 Hal ini juga diungkapkan oleh Hurlock bahwa pola permainan yang mendukung perkembangan sosial anak adalah pola permainan yang bernuansa sosial, yaitu pola permainan yang melibatkan interaksi dengan teman sebaya. Saat melakukan permaianan anak berkumpul dan di ajak untuk mengenal teman sebayanya (Yani, 2021). Dan juga dikatakan oleh Santrock bahwa partisipasi sosial anak dalam suatu kelompok akan memenuhi kebutuhan atas hubungan dekat dan kebersamaan. Permainan merupakan alat utama bagi pengembangan sosial anak. Permainan mendorong interaksi sosial. Anak-anak belajar berunding, menyelesaikan konflik, menyelesaikan masalah, saling bergaul, bersabar, mengambil giliran, bekerja sama dan berbagi. Permaianan juga membentuk anak-anak memahami konsep keadilan dan persaingan.

Indoor adalah lingkungan belajar yang dilakukan didalam ruangan, seperti ruang kelas, perpustakaan, laboraturium dan lain sebagainya. Dalam kata lain indoor adalah ruangan yang tertutup (Utomo, 2022). dalam lingkungan indoor, tentunya ada juga beberapa permainan atau media yang dapat diberikan kepada anak seperti lego, bermain slime, bermain puzzle dan lain sebagainya. Pada dasarnya, Ketika anak bermain indoor maupun outdoor, tidak ada halangan apapun, hanya saja bagaimana orang tua dalam mengawasi serta mengarahkan anak. Walaupun anak bermain didalam ruangan, tentunya juga ada keamanan yang dilakukan untuk anak, karena biasanya anak-anak rentan memasukkan benda-benda kecil kedalam mulut.

Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. kemampuan sosial anak dapat diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang-orang dilingkungannya. Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah dirasakan sejak usia enam bulan, ketika anak sudah mampu mengenal lingkungannya. (Perlina, 2020) mengatakan bahwa perkembangan sosial adalah kemampuan seseorang dalam bersikap atau berperilaku dalam berinteraksi dengan unsur sosialisasi di masyarakat yang sesuai dengan tuntunan sosial.

(Momeni et al., 2012) menyatakan bahwa kesuksesan dalam interaksi sosial membutuhkan kompetensi sosial. Anak-anak dengan perilaku sosial yang rendah akan menghadapi masalah- masalah seperti penolakan, masalah perilaku dan menurunkan status pendidikan ketika memasuki sekolah. Kemampuan ini diperoleh anak melalui berbagai kesempatan atau pengalaman bergaul dengan orang-orang dilingkungannya, baik orangtua, saudara, teman sebaya atau orang dewasa lainnya.

Elias dalam penelitian (Muzzamil, 2021) menyatakan bahwa belajar sosial emosional adalah proses di mana orang mengembangkan keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang diperlukan untuk memperoleh kemampuan untuk memahami, mengelola, dan mengungkapkan aspek sosial dan emosional dengan membentuk hubungan dan pemecahan masalah. Selama masa kanak-kanak awal anak-anak semakin memahami suatu situasi dapat menimbulkan emosi tertentu, ekspresi wajah mengindikasikan emosi tertentu dan emosi dapat mempengaruhi perilaku serta dapat memengaruhi emosi orang lain. Ensor, Spencer, & Hughes (Santrock, 2011) menyatakan bahwa pemahaman emosi anak-anak terkait dengan perilaku prososial mereka. Pada usia 4 sampai 5 tahun, anak-anak memperlihatkan adanya peningkatan kesadaran sehingga mereka perlu mengelola emosi-emosi mereka agar dapat memenuhi standar sosial.

Anak terus belajar untuk mengatur emosi dan interaksi sosial mereka. Sebagian anak terutamamereka yang telah mengikuti prasekolah sangat percaya diri, ingin ikut serta, dan ingin serta dapat menerima tanggung jawab. Perkembangan sosial dan emosional anak berkaitan dengan kapasitas anak untuk mengembangkan self-confidence, trust, dan empathy. Waltz (Soetjiningsih, 2018) mengatakan bahwa perkembangan sosial dan emosional anak pada masa kanakkanak awal atau usia prasekolah dipengaruhi oleh faktor biologis (temperament, genetic influence), relationship (quality of attachment), dan lingkungannya (prenatal, family community, quality of child care). Maka dari itu melalui interaksi sosial yang baik dengan lingkungannya anak dapat mengatur emosinya dengan menunjukan beberapa emosi positif. Tetapi jika lingkungannya tidak memberi kenyamanan kepada anak, maka anak akan menunjukan perilaku atau emosi marah, sedih, takut, kaget, dan sebagainya.

Setiap anak memiliki tahapan perkembangan dalam segala aspek perkembangannya, begitu juga dalam segi sosialnya. Tentunya tahapan-tahapan tersebut sesuai dengan tahapan usia masing-masing anak. (Karomah, n.d.) Ada beberapa tahapan perkembangan sosial anak adalah sebagai berikut:

  • Tingkatan pertama yaitu dimulai dengan anak mereaksi psitif terhadap orang lain dengan tertawa.
  • Tingkatan kedua adanya rasa bangga terhadap dirinya. Contohnya anak yang berebut benda atau mainan, jika dia menang, maka diakan kegirangan dalam gerak dan mimik wajahnya. Biasanya tingkatan ini terjadi pada imur 2 tahun keatas.
  • Tingkatan ketiga Ketika anak berumur lebih dari 2 tahun, maka mulai timbul perasaan simpati kepada orang lain, baik yang sudah dikenalnya atau belum.
  • Tingkatan keempat, pada tahapan ini anak mulai menyadari akan pergaulannya dengan anggota keluarganya.

Emosi merupakan suatu keadaan atau perqasaan yang bergejolak dalam diri iindividu yang sifatnya didasari (Sukatin et al., 2020). Emosi juga sebagai seuatu kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu atau setiap keadaan mental yang hebat. Istilah emosi berasal dari kata "emotus" atau "emovere" atau "menerca" yang berarti sesuatu yang mendorong terhadap sesuatu, misalnya emosi gembira mendorong untuk tertawa, atau perkataan lain emosi didefinisikan sebagai suatu keadaan gejolak penyesuaian diri yang berasal dari dalam dan melibatkan hamper keseluruhan diri individu (Sujiono, 2009).

(Mashar, 2015) Membedakan emosi sebagai emosi dasar yang terdiri dari marah, sedih, kegembiraan, dan takut, serta emosi serta terdiri dari jijik, terkejut, dan malu. Emosi biasanya dideskripsikan sebagai emosi positif dan negative seperti takut, marah, jijik dan sedih. Berbagai emosi tersebut akan dimiliki anak sesuai dengan tahapan usianya. Dan emosi yang ada pada anak usia dini tentunya memiliki beragam ekspresi dalam meluapkannya. Perlu juga adanya stimulasi pada emosi anak usia dini yang dilakukan oleh orang tua.

METODE PENELITIAN

            Metode penelitian yang peneliti gunakan adalah metode kualitatif. Alasan peneliti menggunakan metode kualitatif yaitu untuk memahami fenomena-fenomena berdasarkan perndapat patisipan atau pandangan internal, bukan berdasarkan pendapat dari peneliti sendiri. Penelitian kualitatif pada dasarnya dipergunakan dalam dunia ilmu-ilmu sosial dan humaniora, dalam aturan kajian mikro. Terutama berkaitan pada tingkah laku manusia dan apa yang dibalik tingkah laku manusia tersebut. penelitian kukalitatif merupakan penelitian yang berpangkal dari pola fikir induktif, yang didasarkan atas pengamatan obyektif partisipatif terhadap suatu gejala atau fenomena sosial (Harahap, 2020).  Subjek penelitian dalam penelitian ini berjumlah 2 orang, Dimana yang satu adalah anak yang bermain outdoor dan yang satu anak bermain indoor. Teknik mengumpulkan data memakai observasi dan study dokumentasi. Data yang dihimpun berupa catatan observasi dan hasil dokumentasi laporan perkembangan anak.

Peneliti mulai menganalisis saat pengumpulan data sedang berlangsung dilanjutkan dengan pengumpulan data selesai dilakukan. Langkah-langkah yang peneliti tempuh dalam analisis data yaitu mengumpulkan data menggunakan teknik gabungan dari observasi dan dokumentasi mengenai perkembangan kognitif anak Ketika bermain outdoor, kemudian Langkah terkahir adalah peneliti menarik kesimpulan dan verivikasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar1; indoor, gambar2;outdoor

Gambar diatas merupakan dokumentasi dari 2 orang anak ynag bermain outdoor dan indoor. Pada gambar1, terilahat beberapa anak sedang bermain gadget. Dimana Ketika orang tua sibuk dengan suatu hal, mereka memberikan gadget kepada anak dengan alasan agar anak tidak rebut dan mengganggu. Padahal, dengan banyaknya teman disekitarnya anak dapat bereksplorasi dengan teman-teman bermain Bersama. Kemudian pada gambar2, terlihat 2 orang anak sedang melihat ayam dikandang. Antusisas anak Ketika dioutdoor lebih tinggi daripada indoor. Dengan mereka mengamati ayam, mereka mendapatkan pengetahuan baru tentang hewan, mereka juga dapat lebih mengenal dunia luar dan tentunya sangat menstimulus sosial emosional serta kognitifnya.

Hasil observasi penelitian yang dilakukan terhadap 2 orang anak usia dini tersebut menunjukkan bahwa terdapat beberapa perbedaan. Dimana A adalah anak yang bermain outdoor dan B adalah anak yang bermain indoor. Hasil yang didapatkan adalah, dalam perkembangan kognitif tentunya ada perbedaaan, Dimana A lebih kritis dan dan rasa ingin tahunya lebih kuat. Sedangkan B yang bermain indoor cenderung tidak banyak berbicara dan perkembangan kognitifnya juga terlambat. Dimana B rasa ingin tahunya tidak kuat, B juga cenderung lebih dekat dengan orangtuanya saja. Sedangkan A dia jauh lebih mudah akrab dengan orang lain. Kemudian juga dari segi Bahasa A menunjukkan lebih dapat mendapatkan kosa kata yang baru dan perkembangan bahasanya juga cepat. Sedangkan B tidak banyak menerima kata-kata baru, dan perkembangan Bahasa nya juga ketinggalan jauh, baik itu dari segi kalimat maupun cara dia berbicara.

Kemudian dari hasil observasi juga peneliti mendapatkan beberapa alasan yang diungkapkan oleh para orangtua mereka, Dimana A di bebaskan bermain diluar karena ibunya memang tidak bekerja diluar rumah sehingga bagaimana pun anaknya bermain tetap diawasi, dan juga lingkungan yang mendukung dan minim akan kejahatan. Sedangkan dari orangtua B, orangtuanya bekerja diluar rumah yang mengharuskan B tidak mendapatkan waktu orangtuanya secara maksimal. Dengan itu, orangtua B pun memilih untuk memberikan gadget kepada B dengan alasan agar B dapat diam dirumah. Kemudian juga factor lingkungan yang tidak bagus untuk anak-anak, Dimana ternyaata lingkungannya banyak kejahatan dan orang dewasa disana juga sangat kurang memperhatikan perilaku dan ucapan Ketika ada anak usia dini. Tentunya dengan berbagai factor tersebut juga memiliki sisi negative dan buruk.

Dengan adanya perbandingan tersebut dari sisi negative, maka tentunya memiliki Solusi juga. Untuk  anak bermain outdoor, tentu negative nya adalah kurangnya keamanan bagi anak, solusinya adalah orangtua atau orang dewasa disekitarnya dapat memberikan pengawasan yang baik, agar anak juga merasa aman dalam bermain. Kemudian untuk anak bermain indoor, negative nya mungkin adalah anak kurangnya bersosialisasi, kemudian juga kurang mendapatkan hal-hal baru yang dapat mendukung perkembangannya. Maka solusinya adalah, bagi orangtua, jika anak bermain indoor maka hindari anak dalam bermain gadget, kemudian sesering mungkin ajak anak untuk bercerita, temani anak ketika mereka bermain, kemudian juga ajarkan banyak hal baru yang mendukung perkembangannya, baik itu dari segi bahasa, kognitif maupun dari segi yang lain.

Kemudian untuk hasil dari perkembangan sosial dan emosional anak tentunya juga akan berbeda. Perlu kita ketahui terlebih dahulu beberapa komponen perkembangan sosial emosional anak usia dini dari hasil penelitian, ditemukan bahwa perkembangan sosial A juga lebih baik. Dimana A dapat memahami atau menempatkan diri Ketika berada disituasi keramaian, A juga lebih banyak berinteraksi dengan banyak orang dan mudah dalam berbaur. Kemudian juga dengan sosialnya yang baik, maka perkembangan emosinya pun cukup baik. Dimana A tidak mudah menangis Ketika menginginkan sesuatu, A lebih bisa dalam mengontrol emosinya.

KESIMPULAN 

Bermain outdoor adalah bermain yang dilakukan diluar ruangan. Bermain outdoor juga salah satu kegiatan yang melibatkan anak langsung dengan memanfaatkan lingkungan sekitar. Hal ini juga sejalan dengan yang diungkapkan oleh Vera yang mengatakan bahwa outdoor study merupakan kegiatan menyampaikan pelajaran di luar kelas yang melibatkan siswa secara langsung dengan lingkungan sekitar mereka, sesuai dengan materi yang diajarkan. pola permainan yang mendukung perkembangan sosial anak adalah pola permainan yang bernuansa sosial, yaitu pola permainan yang melibatkan interaksi dengan teman sebaya. Lingkungan belajar disetiap sekolah tidak terlepas dari indoor dan outdoor. Keduanya saling melengkapi dan menyempurnakan dalam menciptakan iklim belajar yang kondusif. Senada dengan hal tersebut.

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Amini, M. (2014). Hakikat Anak Usia Dini. Perkembangan Dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini, 65. repository.ut.ac.id/4697/1/PAUD4107-M1.pdf

Harahap, N. (2020). Penelitian kualitatif.

Karomah, M. (n.d.). PEKEMBANGAN SOSIAL EMOSIONAL PADA ANAK USIA DINI.

Mansir, F. (2022). Tantangan Dan Ancaman Anak Indonesia: Potret Pendidikan Nasional Era Digital. PAUDIA: Jurnal Penelitian Dalam Bidang Pendidikan Anak Usia Dini, 11(1), 387--399. https://doi.org/10.26877/paudia.v11i1.9990

Mashar, R. (2015). Emosi anak usia dini dan strategi pengembangannya. Kencana.

Momeni, S., Barak, M., Kazemi, R., Abolghasemi, A., Babaei, M., & Ezati, F. (2012). Study of the effectiveness of social skills training on social and emotional competence among students with mathematics learning disorder. Creative Education, 3(8), 1307.

Mutiah, D. (2015). Psikologi bermain anak usia dini. Kencana.

Muzzamil, F. (2021). Pengaruh lingkungan terhadap perkembangan sosial emosional anak. MURANGKALIH: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(02).

Perlina, P. (2020). Pengembangan Perilaku Sosial Anak dalam Aspek Kerjasama di Taman Kanak-kanak. Jurnal Pendidikan Tambusai, 4(3), 3071--3082.

Raihana, R., Alucyana, A., Hidayat, B., Syafira, I., & Jannah, W. (2020). Peningkatan pemahaman program bermain anak indoor dan outdoor di Desa Koto Tuo Kecamatan Batang Peranap. Jurnal Pengabdian UntukMu NegeRI, 4(1), 78--83.

Santrock, J. W. (2011). Educational psychology. McGraw-Hill.

Soetjiningsih, C. H. (2018). Seri psikologi perkembangan: perkembangan anak sejak pembuahan sampai dengan kanak-kanak akhir. Kencana.

Sujiono, Y. N. (2009). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta: PT. Indeks, Hlm, 161--162.

Sukatin, S., Chofifah, N., Turiyana, T., Paradise, M. R., Azkia, M., & Ummah, S. N. (2020). Analisis perkembangan emosi anak usia dini. Golden Age: Jurnal Ilmiah Tumbuh Kembang Anak Usia Dini, 5(2), 77--90.

Utomo, J. (2022). Potret Lingkungan Belajar Indoor Dan Outdoor Di Sma Negeri 2 Tolitoli. Tolis Ilmiah: Jurnal Penelitian, 4(1), 8--16. https://doi.org/10.56630/jti.v4i1.207

Yani, A. (2021). Aktivitas Permainan dalam Outdoor Education. Ahlimedia Book.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun