Suara yang paling disukai oleh para murid terdengar, Â deringan bel pulang sekolah. Aku segera memasukkan barang-barangku ke dalam ransel dan beranjak pulang. Tanpa ada yang menyadari keberadaanku, aku berjalan di lorong yang panjang sendiri. Secepat mungkin ingin pergi dari tempat ini.
Sesaat di luar, awan abu-abu datang menghampiri. "Ah, aku harus segera lari agar tidak kehujanan", ucapku kepada diri sendiri. Aku tidak membawa payung. Hari itu aku berlari pulang dengan air hujan yang dingin mengguyur tubuhku. Aku gagal dalam misiku agar tidak kehujanan.Â
Tiba-tiba, terdengar suara familiar yang sangat kencang dan aku terbangun. Ternyata itu hanyalah sebuah mimpi. Namun, terasa amat nyata. Suara familiar itu ternyata berasal dari alarmku yang menunjukkan pukul 5 pagi. Dengan berat hati aku segera bersiap untuk ke tempat itu.
"Anna....Anna....Apakah Anna hadir?". Aku segera tersadarkan dari lamunanku dan menjawab panggilan guruku. "Iya, hadir bu!". Ya, namaku Anna. Duduk di bangku kelas 2 SMA. Aku selalu menyendiri di kelas, tenggelam dalam lamunanku sendiri. Pantas saja tidak ada yang mau berteman denganku.
Aku tidak mahir dalam akademis maupun dalam bersosialisasi. Meski tidak memiliki teman, untungnya aku memiliki seorang ibu yang menyayangiku. Ayahku telah berpulang beberapa tahun lalu dan aku adalah anak tunggal. Jadi hanya ibuku yang kumiliki dan itu sudah sangat cukup.
Seperti kejadian barusan, aku sering melamun. Membayangkan apa jadinya diriku di masa depan. Berharap dapat melompat saja ke masa depan yang lebih baik. Aku benci diriku yang sekarang, tidak ada aspek yang bisa dibanggakan dariku.
Sepulang sekolah, aku merasakan perasaan yang aneh. Seperti aku telah melalui hal itu, mungkin lebih dikenal dengan perasaan dejavu. Ketika aku sedang berjalan keluar, kulihat awan abu-abu menghampiri. Hari itu tubuhku basah karena kehujanan, persis seperti yang ku impikan di malam sebelumnya.Â
Sejak saat itu, aku sering memimpikan diriku melakukan atau mendapatkan sesuatu yang belum pernah terjadi. Anehnya, mimpi-mimpi itu benar-benar menjadi kenyataan. Layaknya dapat memprediksi masa depan. Aku tidak tahu menahu bagaimana hal itu bisa terjadi, tetapi aku mulai menyukainya.
Aku jadi bisa melihat masa depan, persis seperti apa yang selama ini kuharapkan. Aku mendapatkan banyak keuntungan karena 'kemampuan mendadak' itu. Salah satunya adalah saat aku bermimpi melihat soal ujian yang sama persis seperti yang diujikan keesokan harinya. Aku jadi tidak perlu susah payah belajar, cukup menghafalkan jawabannya saja dan nilaiku sudah memuaskan.Â
Kemampuan tersebut kunamai sendiri dengan 'Special Lucid Dream'. Lucid dream yaitu perasaan sadar bahwa kita sedang bermimpi, namun mimpiku spesial karena dapat memprediksi masa depan. Tidak ada yang tahu tentang kemampuanku itu, termasuk ibuku.
Semakin lama, mimpi-mimpi itu menjadi sesuatu yang jauh terjadi di masa depan, bahkan 10 tahun ke depan. Aku memimpikan diriku yang berusia 27 tahun bersiap untuk pergi ke kantor. Aku sangat senang karena di mimpi itu aku mendapatkan pekerjaan yang layak, memiliki aset pribadi, dan status finansial yang bisa dibilang stabil.Â
Pagi harinya, aku bangun dengan suasana hati yang sangat baik. Sekarang aku tahu bahwa masa depanku akan sesuai seperti yang kuharapkan. Semenjak saat itu, aku tidak pernah lagi merasa cemas, karena aku yakin mimpiku akan memberitahu tindakan apa yang harus kulakukan selanjutnya.
Aku tidak lagi memiliki keinginan atau ambisius belajar karena aku tahu nantinya aku akan mendapatkan apa yang kuinginkan. Aku juga tidak lagi mendengarkan omongan orang-orang. Karena saat ini, aku yang paling mengetahui tentang diriku.Â
Waktu berlalu, tetapi realita tidak seperti apa yang diharapkan. Nilai-nilaiku mendadak turun drastis. Guru BK memanggilku ke ruangannya. "Anna, ada apa denganmu akhir-akhir ini? Kau terlihat tidak lagi memiliki semangat belajar. Kau juga sering tidak masuk sekolah tanpa izin. Sebenarnya apa yang terjadi?", tanyanya dengan nada yang sedikit naik.
Ada kemarahan juga kecemasan dalam suaranya. Aku tidak bisa fokus dengan pertanyaannya. Pikiranku berlarian memikirkan bagaimana bisa realita berbeda dari apa yang digambarkan di mimpiku. Aku jelas-jelas melihat diriku mendapatkan nilai 100 di banyak mata pelajaran. Kegelisahan menyelimutiku.
Guru BK akhirnya menelpon ibuku dan memintanya untuk membimbingku dengan lebih baik. Hal itu membuatku malu sekaligus kecewa pada diriku. Aku tidak inngin ibuku cemas, dia adalah satu-satunya orang yang ingin aku bahagiakan.Â
Malam berikutnya aku memimpikan mimpi terburuk sepanjang hidupku. Di mimpi itu, aku berdiri di sebuah tempat yang dingin dan sepi. Mengenakan pakaian serba hitam dengan tubuh gemetaran tak kuasa membendung air mata.
Saat membaca tulisan di batu itu, aku baru menyadarinya. Itu merupakan hari pemakaman ibuku. Hatiku bagaikan jatuh ke jurang yang paling dalam di dunia ini. Satu hal yang memperburuk adalah yang kulihat hanyalah rasa penyesalan dari mataku.Â
Ada perasaan campur aduk yang tidak dapat diungkapkan dengan kata manapun. Aku diam tertegun menyaksikan dua hal yang paling kutakutkan terjadi dalam satu adegan. Yaitu kepergian ibuku dan rasa penyesalan. Aku menyadari bahwa rasa penyesalan itu datang karena aku telah gagal mendapatkan apa yang sebenarnya kuinginkan di dalam lubuk hati terdalam.
Semenjak mendapatkan 'Special Lucid Dream' itu aku selalu melewati berbagai kesempatan untuk menunjukkan diriku yang sebenarnya. Aku tidak ada keinginan untuk belajar juga untuk menjalin hubungan atau pertemanan yang baik. Semua itu mengubah hidupku ke jalan yang lebih buruk.
 Aku terbangun dan melihat pantulan diriku di cermin basah oleh keringat dingin serta air mata. Aku segera berlari ke kamar ibuku dan meminta maaf padanya. Dengan penuh kebingungan, ibuku mencoba menenangkanku yang penuh dengan isak tangis. Akhirnya, aku menceritakan semua yang telah terjadi padaku beberapa bulan terakhir.
Meski sulit untuk dicerna, ia berusaha memahami semua ucapanku. Pada akhirnya, ibuku selalu percaya padaku dan membiarkanku memilih keputusan sendiri. Malam itu, aku telah membuat keputusan untuk diriku.
 Aku memutuskan untuk kembali mengatur ulang kehidupanku. Aku berusaha lagi untuk belajar dengan sungguh-sungguh. Selain itu, aku mulai memberanikan diri untuk menyapa temanku. Meski awalnya sangat menakutkan, tapi lama-kelamaan aku terbiasa untuk berbincang dan tersenyum ramah ke setiap orang yang kutemui.
Di ruang kelas, aku selalu aktif bertanya dan berdiskusi tentang materi, hingga guru-guru banyak yang memujiku. Perubahan kecil itu ternyata menjadi titik balik di hidupku. Aku menemukan sisi dari diriku yang selama ini tidak pernah kuketahui ada. Aku menemukan diriku yang penuh dengan kehangatan, selalu bekerja keras, positif, dan berani bertindak sesuai dengan kata hatiku.Â
Sejak saat itu, aku menyadari bahwa tidak akan ada yang berubah di masa depan jika kita hanya diam menunggu perubahan itu datang, namun kita yang di masa sekarang harus membuat perubahan, sekecil apapun itu pasti akan berdampak besar pada kita di masa yang akan datang. Karena sesungguhnya apa yang kita lakukan hari ini, akan berarti di masa depan.Â
Entah bagaimana, semenjak saat itu aku tidak lagi memimpikan tentang masa depanku. Kemampuan 'Special Lucid Dream' itu datang padaku bagaikan keajaiban yang ingin menegurku dengan halus bahwa aku sedang berada di jalan yang salah dan harus segera beralih ke yang benar.Â
Akhirnya aku menyadari bahwa ketidakpastian akan masa depan ternyata tidak seburuk itu. Karena ketidakpastian membukakan pintu-pintu peluang dan kesempatan baik yang tak terduga pada kita. Membuat kita terus mencoba dan berusaha menunjukkan diri kita yang terbaik.
Ya, sesungguhnya itulah yang paling kuinginkan. Menjadi versi yang terbaik dari diriku. Terima kasih, 'Special Lucid Dream'.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H