Mohon tunggu...
Aulia Gurdi
Aulia Gurdi Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

spread wisdom through writing...

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Ketika Bungsuku Terseret Derasnya Arus Ciliwung

4 Oktober 2011   04:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:21 555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sedihnya... aku tak ada  saat orang-orang berjibaku menolong anakku. Karena saat itu, aku berada beberapa puluh meter dari TKP, hanya mampu terduduk tak berdaya dalam kecemasan menanti kabar anakku. Entah hidup atau mati, hanya itu yang terbayang. Orang-orang ini seperti dikirim Allah, menjadi malaikat penolong bagi anakku. Orang-orang berhati mulia, bahkan mereka rela mengorbankan nyawanya. Aku berhutang budi pada mereka. Rasanya tak mampu aku membalas kebaikan mereka. Semoga Allah membalasnya dengan berlipat.

Ketika ditemukan anakku sudah basah kuyup, menggigil kedinginan dengan wajah pucat dan bibir membiru. Keadaan mengenaskan yang membuat nelangsa bagi siapapun yang melihatnya. Semua yang melihat bertakbir. Tak ada yang mampu melampaui kuasaNya. Begitu banyak malaikat yang menjaganya. Ditengah sisa kelelahan, kupeluk anakku,  sambil tak henti kuucap  syukur. Alhamdulillah ya Allah..aku masih bisa memeluknya...

Seminggu  berlalu, kejadian ini masih menjadi bahan perbincangan warga kampung sekitar. Bahkan dalam beberapa akun facebook yang dimiliki warga  sekitar, mereka menyebut peristiwa itu tragedi bambon. Bambon bermakna hutan bambu. Karena dulunya tempat itu memang dipenuhi hutan bambu. Mengapa mereka menyebutnya tragedi, karena sudah banyak ditemukan mayat ditempat anakku hanyut. Jarang ada yang bisa terselamatkan, karena disana ada pusaran air, yang membuat siapapun yang hanyut sulit untuk menyelamatkan diri, apalagi bagi anak kecil seusia anakku. Hanya soal waktu untuk bisa keadaannya lebih buruk.

Meski begitu, tak kurang  banyak juga orang menyalahkanku. Untuk semua kelalaianku. Banyak yang tak habis pikir, mengapa bisa anakku terlepas disaat maghrib seperti itu. Sedikitpun aku tak pernah menyalahkan mereka karenanya. Karena apapun ceritanya, memang yang orang lihat adalah kelalaian. Tak mungkin aku bercerita pada banyak orang tentang apa yang terjadi padaku. Hanya menghabiskan energiku saja. Hingga ditengah kesedihan, kutelan saja semua kata-kata orang. Meski buatku ini menyakitkan dan tak adil.

Begitupun yang terjadi pada teman-teman pengajianku. Mereka semua tercekat, menangis, larut dalam keadaan yang sangat menguras emosi. Merekalah saksi hidup dari kisahku. Merekalah yang melihat langsung betapa aku sangat menjaga anakku sepanjang acara pengajian berlangsung. Meski tak urung aku tetap kecolongan juga. Mungkin Allah berkehendak lain. Ingin memberiku sejuta hikmah. Mungkin tidak hanya bagiku, tapi juga orang-orang disekitarku. Meski begitu tak kurang pula terimakasihku pada mereka, atas support dan doa yang selalu mereka beri untukku.

Kejadian ini menyadarkanku akan tipisnya batas hidup dan mati. Mudah saja bagi Allah mengambil anakku pada saat itu. Tapi rupanya takdir berkata lain. Allah masih sangat menyayangiku. Dia masih memberiku kesempatan memiliki anak bungsuku. InsyaAllah..hingga  raga memisahkanku dengannya.

Inilah sekelumit kisahku. Cuma sepenggal. Kukatakan begitu, tentu bukan tanpa alasan. Karena diluar sana, pasti masih banyak orang tua yang sama denganku. Yang juga mempunyai anak spesial. Yang mungkin kisah hidupnya boleh jadi lebih berat dan dramatis dibanding yang aku alami.

Beruntungnya aku  karena diberi anugerah memiliki anak surga. Anak yang kehadirannya selalu bisa  mengingatkanku akan arti syukur. Membuatku kaya hati. Membuatku jauh lebih sabar. Alhamdulillah ya Allah...

.

.

Untuk semua bunda dimanapun kalian berada...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun