Abstrak
Kesejahteraan guru merupakan hal penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan karena menjadi guru bukan sekedar bermodalkan cerdas saja tetapi harus memiliki karakter yang baik serta semangat yang tulus untuk mengajar. Kesejahteraan guru berpengaruh terhadap disiplin mengajar karena semakin terjaganya kesejahteraan guru maka akan semakin meningkat kinerja guru tersebut. Apabila gaji guru di Indonesia belum mencukupi untuk memenuhi keperluan hidupnya, maka akan membuat guru tidak dapat maksimal dalam memberikan pengajaran kepada siswa karena guru tersebut akan mencari pekerjaan tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan akan berdampak pada kualitas pendidikan. Upaya peningkatan kesejahteraan guru terhadap kualitas pendidikan yaitu adanya sertifikasi guru, tunjangan profesi guru, metode kompensasi dari pekerjaan yang telah dikerjakan oleh guru, dan sistem zonasi sekolah. Melalui artikel berikut diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan guru sehingga terdapat peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.
PENDAHULUAN
Muhammad Busro (dalam Dadang Wahyudin, 2020: 141) mengatakan bahwa “kesejahteraan merupakan keadaan dimana seseorang merasakan adanya kemakmuran (kesejahteraan lahir) dan ketentraman (kesejahteraan batin). Kesejahteraan lahir dapat diperoleh karena adanya pemasukan, kepemilikan tempat tinggal yang berkualitas, perabotan rumah yang berkualitas, sarana liburan, sarana transportasi, dan kepemilikan aset. Sedangkan kesejahteraan batin dapat dicapai melalui kesadaran diri, interaksi positif terhadap orang lain, dan pertumbuhan pribadi.” Jadi kesejahteraan guru dapat dilihat dari “pendapatan yang sesuai dengan standar hidup yang layak, fasilitas yang memadai, suasana kerja yang aman dan nyaman, sistem kerja yang adil dan terbuka, serta aspirasi dan kreativitas kerja terbuka lebar” menurut Suparlan (dalam Dadang Wahyudin, 2021: 142).
Definisi kesejahteraan guru bukan hanya sekedar permasalahan pendapatan, tetapi terdapat beberapa aspek yang terkait mengenai kesejahteraan, yaitu adanya sarana dan prasarana yang akseptabel, penghasilan yang sesuai dengan taraf hidup yang baik, suasana kerja yang mendukung, keamanan dan kenyamanan sistem kerja yang transparan (adil dan terbuka), kekompakan, dan daya cipta kerja terbuka lebar. Aspek tersebut menciptakan etos kerja dan meningkatkan kinerja guru, sehingga akan meningkatkan profesionalitas guru (Dadang Wahyudin, 2021: 142).
Pendidikan merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan dimana dapat mempelajari berbagai aspek pengetahuan, seperti pengetahuan moral, pengetahuan akademik (akal), pengetahuan mental, pengetahuan aspek kehidupan, serta pengetahuan proses pendewasaan manusia. Kualitas pendidikan berbanding lurus dengan kemajuan bangsa, apabila kualitas pendidikan tinggi kemajuan bangsa juga akan meningkat sehingga kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di negara tersebut akan meningkat.
Alifah (dalam Ida Rohmah Susiani dan Nur Diny Abadiah, 2021: 293) menjelaskan bahwa “Di masa kini pendidikan menjadi tolak ukur kemajuan suatu bangsa dimana sumber daya manusianya merupakan individu terpelajar, berkualitas, dan berkompeten. Secara umum penilaian kualitas suatu bangsa dapat dilihat dari mutu pendidikan yang ada pada bangsa tersebut. Mutu pendidikan di Indonesia belakangan ini masih menjadi topik pembahasan yang serius di dalam ranah pemerintahan, pihak swasta, lembaga pendidikan, dan masyarakat umum.”
Menurut Bayu Purbha Sakti (2020: 75) menyatakan bahwa satu diantara aspek yang krusial untuk mengembangkan dunia pendidikan yaitu keberadaan dan peranan guru. Baik dalam pendidikan formal maupun pendidikan informal, guru memegang peranan terpenting pada kegiatan pembelajaran, selain itu guru juga memegang peran untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Kualitas guru sangat mempengaruhi kualitas pendidikan, sebab menjadi guru bukan sekedar cerdas tetapi juga memerlukan perilaku yang baik dan memiliki rasa semangat yang tulus untuk mengajar (Firman Mansir, 2020: 295).
Pada dunia pendidikan di Indonesia, salah satu yang dapat mempengaruhi kualitas pendidikan yaitu kualitas guru. Kesejahteraan guru akan diikuti oleh perkembangan kualitas pendidikan, apabila kesejahteraan guru stabil maka akan membuat kualitas pendidikan meningkat karena guru akan fokus pada pengajaran siswanya.
PEMBAHASAN
Pengaruh Kesejahteraan Guru terhadap Disiplin Mengajar atau Kinerja Guru
Mulyasa (dalam Elien Firsda, Yasir Arafat, dan Achmad Wahidy, 2020: 83) menjelaskan bahwa “terpenuhinya berbagai macam kebutuhan manusia akan menimbulkan kepuasan dalam melaksanakan apapun tugasnya.” Pada Journal PAT (dalam Elien Firsda, Yasir Arafat, dan Achmad Wahidy, 2020: 83) juga menjelaskan bahwa “pemerintah Inggris dan Wales melakukan kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan guru dalam meningkatkan profesionalisme guru, sebab semakin sejahtera seseorang maka semakin tinggi kemungkinan untuk meningkatkan kinerjanya.”
Suatu kompensasi yang diterima dapat memicu kesejahteraan guru. Terdapat beberapa jenis kompensasi yang diterima guru, antara lain gaji pokok, upah, insentif, tunjangan, cuti, bonus kerja, dan komisi. Kompensasi tersebut dapat diasosiasikan karena para guru akan terdorong dengan kepuasaan bekerja, motivasi kerja, serta ptoduktivitas kerja yang dapat meningkatkan kinerja yang berpusat terhadap peningkatan kualitas pendidikan (Elien Firsda, Yasir Arafat, dan Achmad Wahidy, 2020: 83).
Audi Hifi Veirissa (2021: 270) menjelaskan bahwa kesejahteraan guru merupakan salah satu permasalahan yang selama ini belum terpecahkan yaitu kesejahteraan guru. Sebagai perbandingan, di Indonesia sendiri gaji guru tertinggi yaitu guru memiliki status Pegawai Negeri Sipil (PNS). Apabila dibandingkan antara gaji guru PNS dengan guru Non-PNS atau guru honorer akan sangat jauh, maka dalam hal tersebut dapat berpengaruh pada kinerja guru. Apabila di Indonesia gaji guru masih banyak yang belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup, maka guru akan mencari pekerjaan sampingan guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal tersebut akan membuat guru tidak dapat maksimal dalam memberikan pengajaran kepada siswa.
Rendahnya kesejahteraan Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) diperkirakan sangat memengaruhi ketidakmasimalan guru dalam proses pembelajaran (Dewi Kartini dan Muhammad Kristiawan, 2019: 26). Pernyataan tersebut juga diperkuat oleh Arief Rahman (dalam Dewi Kartini dan Muhammad Kristiawan, 2019: 26) yang mengatakan bahwa “di satu sisi guru dibebani dengan kurikulum, namun di sisi lain kesejahteraanya tidak diperhatikan dengan baik.”
Arief Rahman (dalam Dewi Kartini dan Muhammad Kristiawan, 2019: 26) memaparkan bahwa “kesejahteraan sangat berpengaruh pada kinerja guru karena kesejahteraan sering macet dan jumlahnya tidak besar, fungsi mengajar guru tidak lagi secara bulat, efektif, dan menyeluruh. Seorang guru memang harus tulus juga serius dalam mendidik siswa. Namun,guru juga merupakan manusia yang membutuhkan uang untuk makan, minum, dan lainnya. Artinya, selain dituntut untuk mengajar dengan sepenuh hati, kebutuhan guru sebagai manusia pun harus terpenuhi.”
Menurut Sifa Zulfah Massalim (2020: 66) kesejahteraan guru merupakan bentuk balasan kenyamanan, keamanan, dan kesejahteraan hidup bagi seseorang yang bekerja di lingkup pendidikan. Hal tersebut dapat diberikan dengan bentuk finansial ataupun non finansial agar memiliki kehidupan yang pantas dan lebih baik dengan balasan jasa dari pemenuhan tanggungjawab yang telah dilakukan. Pemenuhan kesejahteraan yang sepadan terhadap guru akan mendorong guru bersemangat dalam bekerja yang berdampak akan timbulnya kesadaran untuk berkembang dan peningkatan kualitas guru. Apabila tanggungjawab seorang guru terlaksanakan dengan baik, maka kualitas pendidikan akan mudah meningkat dan akan terjadi peningkatan.
Dampak Kesejahteraan Guru terhadap Kualitas Pendidikan
Menurut Kulla (dalam Fitria Nur Auliah Kurniawati, 2022: 10) “dampak kurang memadainya kesejahteraan guru terlihat dari masih banyak guru yang melakukan pekerjaan sampingan, seperti berdagang ataupun beternak.” Hal tersebut berdampak pada kinerja guru saat mengajar dan dapat berdampak pada kualitas pendidikan.
Satu diantara upaya pemerintah dalam peningkatan kesejahteraan guru guna meningkatkan kualitas pendidikan, yaitu dengan adanya program sertifikasi guru. Namun, menurut Baso Marannu (2019: 110) pada data empirik, berbagai respon guru dengan adanya program sertifikasi, beberapa guru merespon program sertifikasi tersebut dengan sepenuh hati dan meyakini bahwa pemerintah bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Akan tetapi, terdapat sebagian guru yang berpendapat bahwa program sertifikasi sebagai hal yang biasa karena sertifikasi tersebut pantas diterima sebagai dampak dari peningkatan kesejahteraan guru. Kedua kelompok tersebut tentu memiliki pengaruh yang berbeda. Di salah satu sisi, program sertifikasi guru dapat berdampak positif terhadap peningkatan mutu pendidikan, sedangkan di sisi lain berdampak negatif pada usaha peningkatan mutu pendidikan, terlebih adanya permasalahan mengenai “kecemburuan pendapatan” ketika membandingkan kinerja guru yang belum tersertifikasi dengan kinerja guru yang tersertifikasi di sekolah.
Pasca sertifikasi, sebagian guru terkadang dirasa “kehabisan energi” untuk melaksanakan kreativitas dan inovasi guna memajukan pendidikan dan meningkatkan mutu sekolah atau madrasah. Selain itu, terdapat prasangka bahwa dana sertifikasi lebih cenderung digunakan untuk kebutuhan konsumtif dibandingkan digunakan untuk peningkatan profesional pendidik (Baso Marranu, 2019: 110).
Baso Marranu (2019:111) menjelaskan bahwa program sertifikasi guru memiliki dampak pada peningkatan mutu pendidikan nasional terlihat masih dipertanyakan oleh sebagian pengamat pendidikan. Oleh sebab itu, perlu dilakukan evaluasi terhadap mutu pendidikan dalam satuan pendidikan guna memberikan informasi yang akurat kepada pemerintah mengenai keberhasilan sertifikasi guru.
Menurut Riana Anjarsari (2022:163-164) kebijakan sertifikasi guru pada awalnya diciptakan guna memberikan kesejahteraan kepada guru. Namun, seiring dengan berkembangnya kebijakan sertifikasi bagi guru, baik PNS maupun non-PNS akan berpengaruh pada kinerja guru tersebut. Terdapat beberapa dampak dengan adanya kebijakan sertifikasi guru terhadap kinerja guru, yaitu kurang optimalnya guru dalam menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa, guru belum menjalankan tugas pokoknya secara optimal, dan guru hanya hadir di sekolah ketika jam mengajar. Namun, menurut Zulham Hidayah Pardede dan Yafizham (2020: 37-38) program sertifikasi untuk meningkatan profesionalisme guru memiliki dampak yang positif, yaitu dapat meningkatkan kesejahteraan dan martabat guru, kecakapan dan kapabilitas guru menjadi lebih baik, serta guru lebih disiplin dan profesional.
Upaya Peningkatan Kesejahteraan Guru terhadap Kualitas Pendidikan
Hal pokok dalam menangani masalah peningkatan kualitas di Indonesia yaitu adanya peningkatan kesejahteraan guru. Peningkatan kesejahteraan guru bertujuan untuk mencapai kinerja guru secara maksimal. Rendahnya kesejahteraan guru berpengaruh pada pencapaian kinerja karena guru belum maksimal dalam kinerja profesionalnya. Pada proses pendistribusian dana tentang Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2009 mengenai tunjangan profesi guru dan dosen serta membahas tentang upaya peningkatan kesejahteraan guru (Umniyatul Azizah, Panca Selly Inariska, Hasbiyallah, dan Aan Hasanah, 2021: 34)
Firman Mansir (2020: 299) menjelaskan bahwa pemerintah berupaya dalam peningkatan kualitas kinerja sekaligus peningkatan kesejahteraan guru, yaitu dengan adanya pelaksanaan sertifikasi terhadap kinerja guru. Sertifikasi guru diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia melalui guru yang tersertifikasi.
Yamin (dalam Muhamad Dzikry dan Yayah Huliatunisa, 2020: 84) menjelaskan “sertifikasi merupakan “proses pemberian sertifikat pendidik atau bukti formal untuk guru dan dosen sebagai tenaga profesional”. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas guru sekaligus meningkatan kesejahteraan guru guna terjadi peningkatan pada kualitas pembelajaran dan pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan yaitu dengan adanya kebijakan sertifikasi guru.
Pelaksanaan sertifikasi guru merupakan salah satu bentuk implementasi dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Bayu Purbha Sakti, 2020: 79). Penyelenggaraan sertifikasi guru dimulai pada tahun 2007 setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 mengenai Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan. Dasar hukum yang dijadikan sebagai landasan pelaksanaan sertifikasi guru mulai tahun 2009 yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru. (Baso Marannu 2019: 110).
Baso Marranu (2019: 111) mengatakan bahwa sertifikasi guru sangat diinginkan oleh guru karena bukan hanya sebagai upaya peningkatan kualitas guru, sertifikasi juga dikaitkan dengan peningkatan kesejahteraan guru. Pemerintah berharap adanya sertifikasi guru akan berdampak pada terhadap peningkatan kualitas pembelajaran dan kualitas pendidikan di Indonesia secara signifikan. Cara untuk meningkatkan kesejahteraan guru salah satunya dengan memberikan tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok kepada guru yang memiliki sertifikat pendidik.
Tunjangan profesi merupakan tunjangan yang diberikan kepada guru yang memiliki sertifikat pendidik dan telah memenuhi syarat. Guru PNS dan guru Non PNS yang telah diangkat pemerintah mendapatkan tunjangan sertifikasi, baik pemerintah daerah ataupun yayasan dimana guru tersebut ditempatkan. Cakupan tunjangan profesi (sertifikasi) diberikan kepada guru yang mengajar di sekolah negeri ataupun swasta. Kriteria dari penerimaan tunjangan profesi (sertifikasi), yaitu diberikan kepada guru atau pengawas yang telah mendapat surat Keputusan Dirjen PMPTK mengenai tunjangan profesi dan pembayarannya dilaksanakan sejak awal tahun yang bersangkutan lulus sertifikasi (Umniyatul Azizah, Panca Selly Inariska, Hasbiyallah, dan Aan Hasanah, 2021: 33-34).
Syamra (dalam Agustina Pitriyani, Yustinus Sanda, Scolastika Nene Remi, Yesepa, dan Widyatmike Gede Mulawarman, 2022: 4006) mengatakan “salah satu pemenuhan kesejahteraan guru dapat diterima melalui sistem kompensasi dari pekerjaan yang dilakukan oleh guru. Kompensasi merupakan semua pendapatan yang diterima guru baik secara langsung dan tidak langsung. Kompensasi langsung terdiri dari pembayaran dalam bentuk upah, gaji, bonus, atau komisi. Kompensasi tidak langsung dapat berupa benefit atau reward seperti liburan dan jaminan atau asuransi untuk guru.”
Menurut Siahaan dan Meilani (dalam Agustina Pitriyani, Yustinus Sanda, Scolastika Nene Remi, Yesepa, dan Widyatmike Gede Mulawarman, 2022: 4006) menjelaskan “kompensasi yang layak kepada guru dapat mempengaruhi fungsi dan tanggung jawab sebagai guru, mendorong kinerja guru menjadi lebih semangat dan produktif, berusaha untuk memberikan pekerjaan yang baik dengan mengerahkan semua kemampuannya dalam bekerja.” Hal ini diharapkan akan berdampak pada kualitas pendidikan.
Para guru dengan kualitas manajemen pendidikan yang cakap, termasuk manajemen kesejahteraan akan mempengaruhi kualitas profesional seorang guru. Hal tersebut akan mendukung sistem zonasi dan pengalokasian guru yang merata (Bayu Purbha Sakti, 2020: 81). Gel (dalam Bayu Purbha Sakti, 2020: 81) mengatakan bahwa “sistem zonasi akan berjalan baik tidak terlepas dari dukungan zonasi guru.” Sistem zonasi sekolah akan menyeimbangkan kesejahteraan siswa dan guru. Hal tersebut akan berdampak terhadap peningkatan kualitas pendidik khususnya guru dan mutu pembelajaran. Sistem alokasi guru dari zonasi tersebut dapat menyebabkan meratanya kualitas pendidikan(Bayu Purbha Sakti, 2020:81). Jika zonasi guru dapat diterapkan secara optimal maka sistem zonasi sekolah akan berjalan dengan baik.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan analisis mengenai kesejahteraan guru, dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan guru memiliki pengaruh pada kualitas pendidikan. Kesejahteraan guru juga berpengaruh terhadap kinerja guru, dengan meningkatnya kesejahteraan pada guru maka akan terjadi pula peningkatan kinerja pada guru karena gaji yang diterima dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga guru dapat optimal dalam memberi pengajaran pada siswa. Jika kesejahteraan guru tidak meningkat, maka banyak guru yang melakukan pekerjaan tambahan untuk menambah penghasilan guna mencukupi kebutuhan hidup. Hal tersebut dapat berdampak pada kinerja guru saat mengajar. Apabila guru tidak memiliki motivasi dalam kegiatan pembelajaran maka hal tersebut akan berpengaruh pada prestasi siswa dan apabila tidak segera diperbaiki maka akan berdampak pada menurunnya kualitas pendidikan.
Pemerintah membuat beberapa kebijakan guna meningkatkan kesejahteraan guru yang akan berpengaruh pada peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Beberapa kebijakan tersebut, yaitu sertifikasi guru, tunjangan profesi guru, kompensasi yang layak kepada guru, dan sistem zonasi sekolah. Tujuan adanya sertifikasi guru, yaitu guna meningkatkan kualitas guru, profesionalitas, dan disiplin guru dengan dibarengi meningkatkan kesejahteraan guru, hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Namun, sertifikasi guru juga memiliki dampak negatif, yaitu adanya rasa iri hati terhadap guru yang belum bersertifikasi karena pendapatan yang didapat tidak sama dengan sudah bersertifikasi.
Pemberian kompensasi yang layak kepada guru dapat mendorong kinerja guru dan menumbuhkan motivasi serta disiplin kerja. Guru juga akan lebih serius dalam memberi pengajaran kepada siswa, hal tersebut diharapkan dapat berpengaruh terhadap mutu pendidikan di Indonesia. Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan guru yang lain, yaitu sistem zonasi sekolah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H