PEMBAHASAN
Pengaruh Kesejahteraan Guru terhadap Disiplin Mengajar atau Kinerja Guru
Mulyasa (dalam Elien Firsda, Yasir Arafat, dan Achmad Wahidy, 2020: 83) menjelaskan bahwa “terpenuhinya berbagai macam kebutuhan manusia akan menimbulkan kepuasan dalam melaksanakan apapun tugasnya.” Pada Journal PAT (dalam Elien Firsda, Yasir Arafat, dan Achmad Wahidy, 2020: 83) juga menjelaskan bahwa “pemerintah Inggris dan Wales melakukan kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan guru dalam meningkatkan profesionalisme guru, sebab semakin sejahtera seseorang maka semakin tinggi kemungkinan untuk meningkatkan kinerjanya.”
Suatu kompensasi yang diterima dapat memicu kesejahteraan guru. Terdapat beberapa jenis kompensasi yang diterima guru, antara lain gaji pokok, upah, insentif, tunjangan, cuti, bonus kerja, dan komisi. Kompensasi tersebut dapat diasosiasikan karena para guru akan terdorong dengan kepuasaan bekerja, motivasi kerja, serta ptoduktivitas kerja yang dapat meningkatkan kinerja yang berpusat terhadap peningkatan kualitas pendidikan (Elien Firsda, Yasir Arafat, dan Achmad Wahidy, 2020: 83).
Audi Hifi Veirissa (2021: 270) menjelaskan bahwa kesejahteraan guru merupakan salah satu permasalahan yang selama ini belum terpecahkan yaitu kesejahteraan guru. Sebagai perbandingan, di Indonesia sendiri gaji guru tertinggi yaitu guru memiliki status Pegawai Negeri Sipil (PNS). Apabila dibandingkan antara gaji guru PNS dengan guru Non-PNS atau guru honorer akan sangat jauh, maka dalam hal tersebut dapat berpengaruh pada kinerja guru. Apabila di Indonesia gaji guru masih banyak yang belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup, maka guru akan mencari pekerjaan sampingan guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal tersebut akan membuat guru tidak dapat maksimal dalam memberikan pengajaran kepada siswa.
Rendahnya kesejahteraan Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) diperkirakan sangat memengaruhi ketidakmasimalan guru dalam proses pembelajaran (Dewi Kartini dan Muhammad Kristiawan, 2019: 26). Pernyataan tersebut juga diperkuat oleh Arief Rahman (dalam Dewi Kartini dan Muhammad Kristiawan, 2019: 26) yang mengatakan bahwa “di satu sisi guru dibebani dengan kurikulum, namun di sisi lain kesejahteraanya tidak diperhatikan dengan baik.”
Arief Rahman (dalam Dewi Kartini dan Muhammad Kristiawan, 2019: 26) memaparkan bahwa “kesejahteraan sangat berpengaruh pada kinerja guru karena kesejahteraan sering macet dan jumlahnya tidak besar, fungsi mengajar guru tidak lagi secara bulat, efektif, dan menyeluruh. Seorang guru memang harus tulus juga serius dalam mendidik siswa. Namun,guru juga merupakan manusia yang membutuhkan uang untuk makan, minum, dan lainnya. Artinya, selain dituntut untuk mengajar dengan sepenuh hati, kebutuhan guru sebagai manusia pun harus terpenuhi.”
Menurut Sifa Zulfah Massalim (2020: 66) kesejahteraan guru merupakan bentuk balasan kenyamanan, keamanan, dan kesejahteraan hidup bagi seseorang yang bekerja di lingkup pendidikan. Hal tersebut dapat diberikan dengan bentuk finansial ataupun non finansial agar memiliki kehidupan yang pantas dan lebih baik dengan balasan jasa dari pemenuhan tanggungjawab yang telah dilakukan. Pemenuhan kesejahteraan yang sepadan terhadap guru akan mendorong guru bersemangat dalam bekerja yang berdampak akan timbulnya kesadaran untuk berkembang dan peningkatan kualitas guru. Apabila tanggungjawab seorang guru terlaksanakan dengan baik, maka kualitas pendidikan akan mudah meningkat dan akan terjadi peningkatan.
Dampak Kesejahteraan Guru terhadap Kualitas Pendidikan
Menurut Kulla (dalam Fitria Nur Auliah Kurniawati, 2022: 10) “dampak kurang memadainya kesejahteraan guru terlihat dari masih banyak guru yang melakukan pekerjaan sampingan, seperti berdagang ataupun beternak.” Hal tersebut berdampak pada kinerja guru saat mengajar dan dapat berdampak pada kualitas pendidikan.