Zerowaste sendiri merupakan gaya hidup yang mendorong untuk mengurangi dan sebisa mungkin menghindari single use plastic atau pemakaian barang sekali pakai dari bahan yang sulit terurai oleh alam.Â
Zerowaste sendiri secara signifikan mengurangi kebiasaan konsumtif plastik dan berinvestasi di masyarakat demi masa depan bumi dan anak cucu kita. Karena Indonesia sendiri masih membutuhkan solusi untuk dapat mendaur ulang sampah yang dari hari ke hari kian meroket jumlahnya
Produksi sampah di Indonesia dari tahun ke tahun bukannya menurun justru naik secara signifikan. Dari studi KLHK menyatakan bahwa hanya 7% sampah yang dapat di daur ulang dan 69% lainnya hanya ditimbun di TPA. Sampah-sampah itu berasal dari sampah rumah tangga dan kegiatan usaha.Â
Data dari The World Bank tahun 2018, sekitar kurang lebih 87 kota di pesisir pantai Indonesia menyumbang sekitar 1,27 juta ton sampah ke laut. Dari data tersebut Indonesia menempati negara ke-2 setelah China yang memiliki jumlah pencemaran ke laut yang tinggi.
Mungkin banyak yang miskonsepsi dengan  zerowaste, disini memang berarti nol sampah atau bebas sampah namun bukan berarti kita tidak boleh menggunakan plastik sama sekali, namun lebih bijak dalam menggunakannya, dan tentu saja bijak dalam pengelolaan hasil sampahnya.
Banyak orang yang miskonsepsi juga dengan zerowaste yang menganggapnya mahal, justru dengan zerowaste ini akan banyak memangkas dana kita, kenapa? Karena kita akan menggunakan barang itu berulang kali. Seperti totebag untuk belanjaan, botol atau bahkan tempat makan.Â
Memang di awal saat kita memulai akan terasa banyak sekali membeli barang, tapi itu hanya sekali dan tidak pasti dalam setahun membeli barang tersebut lagi, kecuali memang sudah tidak layak pakai. Namun saat kita akan memulai zerowaste juga tidak perlu membeli semuanya diawal, semuanya bisa sambil berjalan. Menggunakan apa yang ada terlebih dahulu, memanfaatkan apa yang ada, atau bahkan dapat mengubah barang yang sepertinya tidak terpakai menjadi sesuatu yang berguna.
Zerowaste sendiri bukan merupakan tujuan, namun proses yang tidak instan dan juga mesti dilakukan secara perlahan dengan keinginan untuk mengubah kebiasaan itu secara konsisten. Â Â Bea Johnson dari zerowaste home mempopulerkan gerakan 5R untuk menciptakan sedikit limbah dan bijak dalam penggunaan sumber daya alam. Gerakan 5R tersebut adalah :
- Refuse atau menolak single use plastic atau pemakaian kantong plastik yang tidak perlu
- Reduce atau mengurangi produk yang menghasilkan banyak sampah, dapat menggunakan produk isi ulang.
- Reuse atau menggunakan kembali, berulang-ulang
- Recycle atau mendaur ulang
- Rot atau membusukkan bahan bahan organik
Dari gerakan 5R di atas yang paling utama adalah refuse,reduce dan reuse jika dari ketiga itu tidak memungkinkan barulah menggunakan recycle.Â
Jangan karena gerakan 5R di atas ada recycle maka dapat menggunakan produk-produk yang menghasilkan sampah yang sebenarnya bisa kita kurangi dengan berpikir "kan bisa di recycle" contoh kecilnya seperti penggunaan air minum dalam kemasan botol sekali pakai. Karena hal itu bisa diganti dengan menggunakan tumbler atau sejenisnya.
Kemudian untuk Rot atau membusukkan bahan organik hal ini yang sangat umum adalah dibuat menjadi pupuk. Namun seiring berkembangnya informasi ternyata dapat lebih menguntungkan lagi dan dapat menjadi lahan bisnis serta membantu berjalannya zerowaste. Yaitu dengan menjadikan sampah organik atau sisa dapur ini menjadi makanan dari Magot.
Magot mungkin masih terdengar asing di telinga orang-orang. Magot merupakan larva yang berasal dari lalat Black Soldier Fly atau sering dikenal dengan BSF. Secara ekologis, magot ini berguna bagi proses dekomposisi bahan-bahan organik karena mengonsumsi sayuran dan buah sisa dari sisa dapur. Magot ini merupakan fase kedua setelah fase telur dan sebelum fase pupa, yang dimana fase kedua ini mempunyai sumber protein yang paling banyak.
Hal ini sangat bermanfaat bagi pengelolaan limbah organik, karena ketika limbah organik ini menumpuk dan mulai membusuk akan menyebabkan bau yang tidak sedap apalagi jika sampah organik bercampur dengan anorganik. Dengan adanya magot maka masyarakat akan mulai belajar memisahkan sampah organik dan anorganik.Â
Kemudian sampah organiknya dapat dijadikan pakan dari magot. Magot di usia 12-18 hari dapat mengonsumsi limbah organik atau sisa makanan sangat bayak. 1 Kg magot dapat menghabiskan 20 Kg sampah organik dalam waktu kurang lebih 1 jam. Hal ini sangat menguntungkan untuk menjadi solusi dari permasalahan sampah organik di lingkungan masyarakat.
Hal ini dapat dikelola bersama dengan perangkat desa ataupun pihak pemerintahan bersama dengan masyarakat sekitar. Yang nantinya magot yang sudah siap panen dapat dikelola menjadi pakan ternak masyarakat sendiri atau bahkan dijual sebagai pemasukan. Karena selain dapat menguraikan sampah organik, telur dari lalat BSF ini bernilai cukup mahal.Â
Bahkan magot juga dapat di jual sebagai pengganti pakan pada ternak. Karena kandungan dalam magot ini memiliki protein yang tinggi sehingga banyak para peternak memilih magot sebagai solusi dari masalah pakan, selain itu harganya lebih ekonomis bagi peternak. Magot sendiri memiliki kandungan lemak sebesar 30% dan protein sebesar antara 45-50%. Jika dikonsumsi oleh hewan ternak maka akan meningkatkan protein hewan ternak dan menstabilkan produktivitas hewan ternak tersebut.
Selain banyak keuntungan dalam pembudidayaan magot ini, perawatannya pun tidaklah susah. Siklus perkembangan magot berawal dari pupa kemudian berproses sekitar 18 hari untuk dapat menjadi magot. Kemudian jika memang ingin dibudidayakan maka akan ada yang dilanjutkan prosesnya menjadi lalat BSF kemudian dikawinkan dalam sebuah kandang yang akan disediakan sampah organik yang lebih berbau menyengat dan media penunjang lainnya.Â
Menggunakan sampah yang lebih tajam baunya seperti kulit durian atau tape yang sudah tak layak makan berfungsi sebagai pemancing lalat untuk dapat bertelur di atasnya atau di media yang diletakkan di atasnya. Kemudian akan berproses bertelur kemudian nantinya akan dipanen dan dipindahkan. Dan akan terus berulang prosesnya sedemikian rupa.
Karena itulah magot dapat digunakan menjadi salah satu solusi masalah sampah organik yang ada di masyarakat bahkan dapat menjadi budidaya yang menguntungkan bagi masyarakat sendiri. Entah nantinya akan menjadi ladang untuk mengumpulkan uang atau haya sekedar pembantu peternak untuk meringankan bahan pangan dari ternaknya.
Tapi yang lebih pasti adalah berani memulai entah dengan magot atau menjadikannya pupuk. Langkah sederhana yang bisa kita ambil adalah dari diri kita sendiri, membawa kantong belanjaan setiap kali belanja adalah salah satu hal yang terkesan sepele namun berimbas besar.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H