Pemilihan umum di Indonesia sedang berlangsung sepanjang tahun ini. Berbagai informasi dan isu kontroversial yang ikut meramaikan pesta demokrasi tersebut sudah berlalu-lalang. Dimulai dari sejumlah artis dan selebritis tanah air hingga kerabat para elite politik lainnya saling bersaing memperebutkan kursi pemerintahan. Tentu ada pro dan kontra terkait fenomena-fenomena yang telah menjadi umum atau marak di tahun ini karena kian banyaknya partai dan elite politik bahkan lembaga hukum terkesan lebih menitikberatkan ketenaran atau popularitas dan kekerabatan kandidat pemimpin yang akan diusung.
Dimulai dari artis dan selebritis tanah air yang ikut mencalonkan diri mereka sebagai calon legislatif (caleg). Keikutsertaan artis atau selebritis dalam pemilu sudah turut menghiasi pesta demokrasi di Indonesia sejak reformasi. Sejak tahun 2004, keterlibatan artis dan selebritis yang ikut berpatisipasi dalam memperebutkan kursi pemerintahan mulai tampak. Saat itu, sebanyak 38 orang ikut menjadi partisipan. Lalu, pada pemilu tahun 2009, terdata sebanyak 61 orang ikut berpatisipasi. Pada pemilu tahun 2014, partisipasi artis dan selebritis melonjak naik hingga menyentuh angka sebanyak 71 orang. Puncaknya, pada tahun 2019, partisipasi artis dan selebritis dalam mengikuti pemilu maupun berpolitik menyentuh angka sebanyak 91 orang. Namun, pada pemilu tahun 2024 ini, tercatat angka partisipasi artis maupun selebritis mengalami penurunan yaitu hanya terdapat 62 artis maupun selebritis yang ikut serta.
Keterlibatan para artis maupun selebritis di panggung politik tampaknya selalu menjadi momok dalam perdebatan sekaligus kritik baik dari masyarakat, ahli politik dan hukum ketatanegaraan, hingga para akademisi baik di media sosial maupun platform media informasi maupun dalam intitusi pendidikan lainnya. Mengutip informasi dari Silvanus Avin (Kompas.com, 2023), Setidaknya ada tiga alasan mengapa partai politik turut menerima dan mendukung mereka dalam berpartisipasi politik:
Pertama, popularitas dan daya tarik mereka yang telah lama tersorot oleh media menjelman menjadi aset yang berharga dalam pemasaran atau pengenalan kebijakan politik terutama pada masa-masa kampanye. Kehadiran mereka dapat menarik para pemilih yang tidak terlalu memiliki minat pada cara partisipasi politik tradisional. Apalagi dalam lingkungan politik yang semakin kompetitif, kehadiran mereka dapat memberikan angin segar dalam meraup keuntungan elektoral serta perhatian dari para pemilih yang tidak jarang berasal dari kalangan penggemar mereka.
Kedua, partai politik dapat memanfaatkan mereka sebagai peluang untuk memobilisasi massa yang berasal dari banyaknya para penggemar serta dalam mendukung segala agenda politik lainnya dalam partai tersebut.
Ketiga, partai politik juga sering mengajak para artis maupun selebritis dari berbagai sektor atau kelompok masyarakat (utamanya etnis dan agama) sebagai cermin dari keaneka ragaman latar belakang juga kepentingan individu maupun sekelompok masyarakat. Dengan melibatkan mereka, partai politik dapat menunjukkan komitmen mereka dalam mewakili seluruh spektrum masyarakat serta memperluas dukungan serta partisipasi masyarakat.
Setidaknya ada dua alasan yang mendasari mengapa para artis maupun selebritis secara sukarela berpartisipasi dalam panggung politik:
1. Pertama, ada isu penting yang hendak diperjuangkan oleh partai atau lingkungan politik. Kita seringkali melihat bahwa jika negara atau suatu daerah sedang alam suatu isu penting dalam masyarakatnya, maka mereka akan ikut bersuara dan tidak jarang bergerak dengan bermodal kesadaran sosial yang tinggi, mereka menggunakan platform yang mereka miliki untuk memperjuangkan berbagai isu yang mereka anggap penting. Mereka juga melihat bahwa lingkungan politik sebagai saluran yang efektif untuk memengaruhi kebijakan negara (publik) dan diharapkan membawa perubahan positif dalam masyarakat. Mereka yang memiliki modal dan pengaruh yang kuat menjadikan mereka seringkali memberikan perhatian yang lebih kepada publik seperti pada isu lingkungan, hak asasi manusia, kesetaraan gender, kesehatan, pendidikan, atau masalah sosial lainnya. Tidak jarang juga mereka ingin memanfaatkan posisinya sebagai tokoh publik dengan pengaruh serta popularitas mereka yang kuat, mereka seringkali menganggap hal itu dapat dengan mudah untuk mereka mengajak para masyarakat dalam membangun kesadaran serta mendorong tindakan mereka dalam isu-isu yang mereka ikuti perkembangannya.
2. Kedua, mencari kepuasan pribadi. Bagi beberapa artis maupun selebritis, bergabung kedalam dunia politik merupakan tantangan baru yang sangat menarik. Setelah mereka mencapai kesuksesan besar dalam kesenian, tak jarang mereka juga ingin memberikan kontribusi yang lebih besar kepada masyarakat dan ingin banyak terlibat dalam proses pengambilan keputusan yang memengaruhi kehidupan orang banyak. Karena bagi mereka, terlibat secara aktif dalam politik dapat memberikan rasa kepercayaan diri dan pencapaian pribadi yang sangat memuaskan, serta memungkinkan mereka untuk merasakan dampak secara lebih langsung dalam upaya mereka memperjuangkan segala perubahan positif dalam kehidupan masyarakat. Apalagi, tidak jarang pula kita temui bahwa suara mereka sering diminta oleh masyarakat dalam pemberian pandangan atau dukungan kepada suatu isu. Untuk itu, masyarakat dihimbau untuk terus berpikir kritis dan berhati-hati dengan tipe mereka yang hanya ingin mencari sensasi, popularitas semata, bahkan tambahan penghasilan dengan cara yang ”haram” di panggung politik.
Selanjutnya, fenomena pencalonan dan pengangkatan jabatan para pejabat negara yang berasal dari kerabat para tokoh politik Indonesia tidak pernah sepi dari pembahasan populer di sosial media maupun media kabar lainnya baik nasional maupun internasional. Hal inilah yang menjadikan para akademisi hingga lembaga hukum Indonesia maupun luar negeri kerap memberikan pandangan serta kritik yang terbuka untuk memvalidasi serta membantu menjawab keresahan rakyat agar tidak semakin diperkeruh dengan segala hoax yang cepat menyebar hingga dapat mengakibatkan disintegrasi bangsa.
Politik semacam itu sering disebut sebagai politik dinasti atau kekerabatan yang belakangan ini telah menjadi permasalahan kritis yang sukses memicu perdebatan masyarakat khususnya di Indonesia sendiri sepanjang tahun 2024. Para elite politik berlomba untuk menjadikan keluarga dan kerabat mereka dicalonkan sebagai kepala daerah maupun dalam tingkat pemerintahan paling tinggi entah mengapa dan apa motivasi mereka melakukannya.