Mohon tunggu...
Aulia
Aulia Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Andalas

Menulis untuk kesenangan dan berbagi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Doom Spending: Kebiasaan Belanja yang Menjadi Ancaman

2 Oktober 2024   15:28 Diperbarui: 2 Oktober 2024   15:48 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendahuluan

Apakah kamu belakangan ini sering merasa cemas dengan kondisi ekonomi? Mungkin kamu memutuskan untuk pergi berbelanja, dengan harapan perasaan cemas itu bisa mereda. Jika iya, mungkin kamu sedang mengalami fenomena yang disebut doom spending. Apa itu doom spending?

Mengapa kebiasaan ini bisa membahayakan keuangan, terutama bagi generasi muda dan kelas menengah? Mari kita bahas lebih dalam dan temukan bagaimana cara mengatasinya.

Doom Spending di Era Digital

Secara sederhana, doom spending adalah perilaku berbelanja berlebihan yang dilakukan untuk meredakan kecemasan atau ketidakpastian. Istilah ini muncul di tengah situasi ekonomi yang menantang, seperti pandemi, inflasi, atau ketidakpastian global lainnya.

Banyak orang merasa tidak punya kontrol atas kondisi di luar diri mereka, dan sebagai kompensasinya, mereka mencari "pelarian" melalui belanja.

Fenomena ini sering terjadi di kalangan Gen Z dan kelas menengah, yang merasa cemas akan masa depan finansial mereka. Sebuah survei dari Bankrate menemukan bahwa 51% dari Gen Z di AS merasa kecemasan finansial mempengaruhi kesejahteraan mental mereka.

Di Indonesia, dengan meningkatnya biaya hidup dan ketidakpastian pekerjaan, perilaku serupa juga bisa ditemukan.

Seiring dengan perkembangan era digital, doom spending menjadi lebih mudah terjadi karena adanya kemudahan akses dalam berbelanja. Marketplace online seperti Tokopedia, Shopee, dan Lazada memberikan opsi belanja 24 jam sehari, 7 hari seminggu.

Dengan hanya beberapa klik, orang bisa mendapatkan barang apa saja tanpa meninggalkan rumah. Bahkan, sebuah survei yang dilakukan oleh Nielsen di Indonesia pada tahun 2023 menemukan bahwa 68% konsumen cenderung menghabiskan lebih banyak uang di platform e-commerce daripada ketika mereka berbelanja secara langsung.

Selain itu, media sosial juga memengaruhi kebiasaan konsumsi. Fitur shoppable posts di Instagram atau Facebook memungkinkan pengguna membeli barang langsung dari aplikasi media sosial mereka.

Tidak jarang, perilaku ini diperparah dengan influencer marketing, di mana generasi muda merasa terdorong untuk membeli produk yang dipromosikan oleh tokoh-tokoh terkenal yang mereka kagumi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun