Mohon tunggu...
Aulia
Aulia Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Andalas

Menulis untuk kesenangan dan berbagi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Perundungan di Pendidikan Dokter Spesialis

6 September 2024   16:27 Diperbarui: 6 September 2024   16:32 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ironisnya, beberapa pelaku perundungan membenarkan tindakan mereka sebagai "pelatihan mental" untuk mempersiapkan junior menghadapi kerasnya dunia kerja medis. Padahal, perundungan semacam ini justru merusak integritas profesi kedokteran yang seharusnya menjunjung tinggi etika, empati, dan rasa hormat.

Dampak Serius: Dokter Mundur dari Pendidikan Spesialis

Akibat tekanan yang berlebihan, banyak dokter umum akhirnya memutuskan untuk berhenti dari program spesialis, meskipun mereka telah membayar biaya kuliah yang tinggi. Ini adalah situasi yang sangat menyedihkan, mengingat profesi dokter adalah panggilan mulia yang membutuhkan komitmen terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

 Beberapa dokter yang memutuskan berhenti merasa kecewa dengan sistem pendidikan yang tidak memberikan dukungan, baik secara emosional maupun mental, yang seharusnya menjadi prioritas dalam lingkungan pendidikan kedokteran.

Mundurnya dokter dari program spesialis akibat perundungan dan tekanan ini bukan hanya kerugian bagi mereka secara pribadi, tetapi juga bagi masyarakat. Indonesia masih membutuhkan banyak dokter spesialis di berbagai daerah, terutama di daerah terpencil yang sering kali kekurangan tenaga medis.

Keputusan untuk berhenti dari pendidikan spesialis merupakan dampak langsung dari sistem yang tidak mendukung, dan ini merupakan masalah serius yang harus segera diatasi.

Perlu Tindakan Tegas dan Dukungan Pemerintah

Mereka yang melakukan perundungan di lingkungan pendidikan kedokteran jelas tidak pantas menjadi dokter. Tindakan tersebut tidak hanya melanggar etika profesional, tetapi juga masuk dalam kategori tindakan kriminal. Perundungan, baik secara fisik, mental, maupun finansial, adalah bentuk kekerasan yang harus dihentikan. 

Pemerintah, lembaga pendidikan, dan otoritas kesehatan perlu memberikan perhatian khusus untuk mengusut tuntas masalah ini. Proses hukum yang tegas terhadap pelaku perundungan harus dijalankan untuk memberikan efek jera, serta untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih aman dan kondusif.

Selain penegakan hukum, pemerintah juga harus mempertimbangkan untuk mengambil langkah yang lebih progresif dalam mendukung pendidikan dokter spesialis. Mengingat kebutuhan yang tinggi akan dokter spesialis, subsidi atau pembiayaan penuh dari negara untuk pendidikan kedokteran bisa menjadi solusi yang baik. 

Hal ini tidak hanya akan meringankan beban finansial para mahasiswa, tetapi juga mendorong lebih banyak dokter umum untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang spesialis. Pendidikan yang ditanggung oleh negara juga dapat menciptakan rasa tanggung jawab sosial yang lebih besar, di mana para dokter merasa terdorong untuk mengabdi kepada masyarakat, terutama di daerah-daerah yang kekurangan tenaga medis.

Penutup

Indonesia membutuhkan dokter yang tidak hanya kompeten secara medis, tetapi juga humanis dan profesional dalam menjalankan tugasnya. Lingkungan pendidikan yang penuh dengan perundungan bertentangan dengan nilai-nilai tersebut dan justru menciptakan individu yang jauh dari esensi profesi kedokteran. Oleh karena itu, reformasi dalam sistem pendidikan kedokteran sangat diperlukan.

Institusi pendidikan harus mengambil langkah-langkah tegas untuk menghapus budaya perundungan dan memastikan bahwa para mahasiswa mendapatkan bimbingan yang layak, dalam suasana yang mendukung pengembangan keterampilan dan mental mereka. Selain itu, mekanisme pengaduan yang aman, transparan, dan rahasia harus disediakan untuk melindungi mahasiswa dari tekanan yang tidak wajar. Pendidikan kedokteran harus menjadi wadah untuk membentuk dokter yang berkompeten, empatik, dan berkomitmen pada kesejahteraan pasien, bukan lingkungan yang merusak mental mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun