Mohon tunggu...
Aulia
Aulia Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Andalas

Menulis untuk kesenangan dan berbagi

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Polemik Hukuman dan Strategi Menghadapi Luntur-nya Stigma Negatif Masyarakat Terhadap Pemain Judi Online

2 Juli 2024   12:09 Diperbarui: 2 Juli 2024   12:09 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengantar

Judi telah menjadi bagian dari sejarah panjang yang kerap dikaitkan dengan sikap dan kebiasaan buruk dalam masyarakat. Dahulu, para penjudi bersembunyi di tempat-tempat terpencil, jauh dari keramaian, demi menghindari razia aparat dan stigma negatif dari masyarakat. Kebiasaan ini tidak hanya menjadi cerminan dari keterbatasan hukum pada masa itu, tetapi juga mencerminkan bagaimana norma sosial dan adat istiadat memainkan peran penting dalam mengendalikan perilaku masyarakat.

Pengalaman pribadi sering kali menguatkan kesan buruk mengenai perjudian. Saya masih ingat bagaimana beberapa orang teman pergi ke pondok atau ke kebun yang terpencil di hutan sekadar untuk berjudi atau main kyu-kyu. Ada rasa segan dan malu kalau diketahui oleh keluarga dan warga kampung. 

Jika ketahuan, para penjudi biasanya menghadapi sidang adat dan sanksi langsung seperti dibuang dari kampung atau denda. Sanksi ini bertujuan untuk menjaga keharmonisan dan ketertiban dalam masyarakat serta mencegah penyebaran perilaku yang dianggap merusak.

Perjudian pada masa lalu sering kali berhadapan dengan dua kekuatan utama: hukum negara dan hukum adat. Meskipun undang-undang nasional melarang perjudian, penegakannya sering kali tidak konsisten dan terfokus pada wilayah perkotaan. Di pedesaan, hukum adat yang lebih kuat dan berpengaruh. Misalnya, dalam beberapa komunitas di Indonesia, pelanggaran seperti berjudi bisa membawa konsekuensi sosial yang berat, termasuk pengucilan sosial dan denda adat yang signifikan.

Sanksi Adat bagi Penjudi di Indonesia

Sanksi adat bagi penjudi di Indonesia bervariasi tergantung pada daerah dan suku bangsa, tetapi semuanya memiliki tujuan yang sama yaitu menjaga keharmonisan dan ketertiban masyarakat. Hukuman adat sering kali lebih efektif dalam menegakkan disiplin dibandingkan dengan hukuman formal, karena melibatkan rasa malu dan tanggung jawab sosial yang tinggi. Sanksi adat ini juga menunjukkan bagaimana norma-norma sosial dan nilai-nilai budaya masih memainkan peran penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

Di berbagai daerah di Indonesia, hukum adat masih memiliki peran penting dalam mengatur kehidupan masyarakat, termasuk dalam menangani perilaku yang dianggap melanggar norma-norma sosial, seperti perjudian.

Meskipun undang-undang nasional mengatur tentang larangan perjudian, sanksi adat sering kali lebih efektif dalam menegakkan disiplin dan ketertiban di komunitas pedesaan. Berikut adalah beberapa contoh sanksi adat bagi penjudi di beberapa daerah di Indonesia:

Di Aceh, yang menerapkan hukum syariat Islam, perjudian dianggap sebagai tindakan yang sangat dilarang. Selain sanksi hukum dari pemerintah, penjudi di Aceh juga menghadapi hukuman adat yang berat. Hukuman ini bisa berupa cambuk di depan umum, yang bertujuan untuk memberikan efek jera dan menjaga moral masyarakat. Hukuman cambuk ini dilakukan setelah pelaku melalui proses persidangan adat yang dipimpin oleh tokoh masyarakat atau ulama setempat.

Di Bali, hukum adat atau "Awig-Awig" memiliki peran penting dalam mengatur perilaku masyarakat. Penjudi yang tertangkap bisa dikenai sanksi berupa denda yang dibayar dalam bentuk uang atau barang yang nilainya disesuaikan dengan pelanggaran yang dilakukan. Selain itu, penjudi bisa dikucilkan dari kegiatan sosial dan keagamaan di desa, yang merupakan hukuman sosial yang berat mengingat pentingnya komunitas dalam kehidupan sehari-hari di Bali.

Di Minangkabau, Sumatra Barat, hukum adat yang disebut "Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah" mengatur kehidupan masyarakat. Penjudi yang tertangkap bisa menghadapi hukuman berupa denda yang harus dibayar kepada masyarakat, dan dalam kasus yang parah, pelaku bisa diusir dari kampung atau "dibuang adat." Pengusiran ini berarti pelaku dan keluarganya kehilangan hak untuk tinggal di kampung tersebut dan ikut serta dalam kegiatan adat.

Di beberapa komunitas di Jawa, hukum adat juga masih diterapkan dalam menangani penjudi. Hukuman bagi penjudi bisa berupa kerja sosial, seperti membersihkan fasilitas umum atau membantu dalam acara-acara desa. Tujuan dari hukuman ini adalah untuk memberikan pelajaran kepada pelaku dan menunjukkan kepada masyarakat bahwa perjudian tidak dapat diterima.

Di Toraja, Sulawesi Selatan, penjudi bisa dikenai sanksi berupa denda dalam bentuk hewan ternak seperti babi atau kerbau, yang kemudian digunakan untuk kepentingan komunitas. Selain itu, pelaku juga bisa menghadapi pengucilan sosial yang membuat mereka tidak bisa berpartisipasi dalam upacara adat atau kegiatan sosial lainnya.

Masyarakat Dayak di Kalimantan memiliki hukum adat yang sangat ketat. Penjudi yang tertangkap bisa dikenai denda berupa barang-barang bernilai seperti manik-manik atau gong, yang memiliki nilai budaya dan ekonomi tinggi. Selain itu, pelaku bisa dihadapkan pada ritual adat yang melibatkan permintaan maaf kepada roh leluhur dan masyarakat, sebagai bentuk penebusan kesalahan.

Transformasi Perjudian di Era Digital

Di era digital ini, judi telah bertransformasi menjadi benalu yang menggerogoti kehidupan manusia di dunia maya. Judi online tak mengenal batas ruang dan waktu, bagaikan hantu tak kasat mata yang siap menjerumuskan siapapun, bahkan di tengah kesibukan bekerja atau saat bersantai bersama keluarga.

Tak ada yang tahu pasti siapa saja yang terlibat, karena semua transaksi dan taruhan tersembunyi di balik layar smartphone. Judi online bagaikan candu yang memikat, menjanjikan keuntungan instan dan mengelabui logika dengan permainan yang penuh rayuan.

Dulu, tumpukan uang dan koin di meja judi menjadi bukti nyata perjudian. Ketika ada razia dan penangkapan, bukti tersebut nyata adanya dan dapt disita langsung sebagai barang bukti.

Kini, di era digital, simbol dan angka di layar gadget menjadi representasi taruhan yang bisa merenggut jutaan rupiah dalam sekejap mata. Penjudi online sangat jarang dirazia karena mereka berada di tempat-tempat yang sudah menjadi hak publik atau prifat dan tidak perlu berkumpul dengan sesama penjudi. Begitu barang bukti berupa kartu atau cash tidak akan ditemukan. Taruhan mereka hanyalah angka atau simbol virtual tertentu saja.

Penjudi yang dulu harus bersembunyi di balik tembok gelap dan lorong sempit, kini bisa bersembunyi di balik kecanggihan teknologi. Mereka bisa duduk santai di sofa ruang tamu, sembari berbincang dengan sanak keluarga, tanpa rasa khawatir. Alasannya pun mudah didapat, "Hanya main game biasa," kilah mereka, padahal di balik layar, taruhan besar sedang dipertaruhkan.

Aparat penegak hukum pun tak luput dari jeratan benalu ini. Keterbatasan wawasan digital dan pemantauan yang rumit membuat mereka tertinggal dalam memerangi judi online. Tak jarang, oknum aparat bahkan bersekongkol dengan para penjudi, bermain judi bersama dengan kedok "main game".

Judi online bagaikan virus yang terus bermutasi, mengikuti perkembangan zaman dan mengeksploitasi celah-celah kelemahan. Ia menjelma menjadi ancaman nyata bagi individu, keluarga, dan masyarakat. Upaya pemberantasannya pun harus dieksekusi dengan strategi mumpuni, memadukan kekuatan teknologi, edukasi, dan penegakan hukum yang tegas

Lunturnya Sangsi Sosial Bagi Penjudi

Salah satu dampak yang dikhawatirkan adalah pergeseran pandangan masyarakat terhadap judi online. Kemudahan akses dan penyamaran judi dalam bentuk game online membuat masyarakat, terutama generasi muda, terpapar dengan perjudian secara lebih intens.

Kemudahan akses dan persepsi judi online sebagai game biasa berpotensi menormalisasi perjudian di mata masyarakat. Hal ini dapat menumpulkan sensitivitas terhadap bahaya judi dan berakibat pada peningkatan partisipasi dalam perjudian, terutama pada kalangan muda.

Dulu, judi memiliki stigma sosial yang kuat sebagai aktivitas terlarang dan tidak bermoral. Namun, dengan judi online, stigma tersebut mulai pudar. Masyarakat, terutama generasi muda, cenderung memandang judi online sebagai aktivitas yang biasa dan bahkan menyenangkan.

Pergeseran pandangan ini juga berdampak pada melemahnya penegakan sanksi adat dan sosial terhadap judi. Tatanan adat dan norma sosial yang melarang perjudian menjadi sulit diterapkan karena masyarakat tidak lagi melihat judi online sebagai sesuatu yang salah.

Beberapa Peneliti menemukan bahwa kemudahan akses judi online dan persepsi judi online sebagai game biasa telah menyebabkan pergeseran pandangan masyarakat terhadap judi. Hal ini berakibat pada peningkatan partisipasi judi online, terutama pada kalangan muda.

Kajian Antropologi juga menemukan bahwa stigma sosial terhadap judi online mulai pudar, terutama di kalangan generasi muda. Generasi muda cenderung memandang judi online sebagai aktivitas yang biasa dan bahkan menyenangkan.

Kemudahan akses dan persepsi judi online sebagai game biasa dapat meningkatkan risiko kecanduan judi, terutama pada kalangan muda. Kecanduan judi dapat berakibat fatal, seperti masalah keuangan, hubungan sosial yang renggang, dan bahkan depresi.

Judi online sering dikaitkan dengan berbagai aktivitas kriminal, seperti penipuan, pencurian data, dan pencucian uang. Pergeseran pandangan masyarakat terhadap judi online dapat mempermudah pelaku kriminal untuk melakukan aksinya.

Judi online dapat menumbuhkan sikap materialistis, individualistis, dan tidak bertanggung jawab. Hal ini dapat memudarkan nilai-nilai moral dan spiritual dalam masyarakat.

Pergeseran pandangan masyarakat terhadap judi online merupakan fenomena yang kompleks dan mengkhawatirkan. Diperlukan upaya bersama dari berbagai pihak untuk mencegah pergeseran ini dan melindungi masyarakat, terutama generasi muda, dari bahaya judi online.

Strategi Melawan Lunturnya Stigma Negatif

Memperkuat Edukasi dan Sosialisasi: Edukasi dan sosialisasi tentang bahaya judi online harus digalakkan secara masif, terutama kepada generasi muda. Penting untuk membangun kesadaran masyarakat tentang bahaya perjudian dan dampaknya pada individu, keluarga, dan masyarakat. Edukasi ini dapat dilakukan melalui berbagai media, seperti sekolah, media massa, dan kampanye publik.

Menampilkan Realitas Kelam Judi Online: Penting untuk menunjukkan kepada masyarakat realitas kelam judi online, seperti kisah tragis para penjudi yang kehilangan harta, keluarga, dan bahkan nyawa. Hal ini dapat dilakukan melalui film dokumenter, berita, dan testimoni dari para korban judi online.

Melibatkan Tokoh Masyarakat dan Influencer: Melibatkan tokoh masyarakat, influencer, dan figur publik yang dihormati untuk menyampaikan pesan tentang bahaya judi online dapat meningkatkan efektivitas edukasi dan sosialisasi.

Memperkuat Penegakan Hukum: Penegakan hukum terhadap judi online harus dilakukan secara tegas dan konsisten. Aparat penegak hukum harus berani menindak semua pelaku judi online, tanpa pandang bulu. Hukuman yang diberikan harus setimpal dengan dampak destruktif yang ditimbulkannya.

Memperkuat Peran Keluarga dan Masyarakat: Keluarga dan masyarakat memiliki peran penting dalam mengawasi dan membimbing anggota keluarga, terutama generasi muda, agar terhindar dari judi online. Penting untuk membangun komunikasi yang terbuka dan saling percaya dalam keluarga.

Melawan lunturnya stigma negatif judi online bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga tanggung jawab seluruh elemen masyarakat. Dengan komitmen dan kerjasama dari semua pihak, kita dapat melindungi generasi muda dari bahaya judi online dan menjaga moralitas bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun