Mohon tunggu...
Aulia
Aulia Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Andalas

Menulis untuk kesenangan dan berbagi

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Memahami Kompleksitas Kesehatan Mental Aparat Kepolisian, Kasus Istri Bakar Suami

10 Juni 2024   15:24 Diperbarui: 10 Juni 2024   16:19 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kejadian ini juga menyoroti pentingnya peran atasan dalam melakukan pengawasan terhadap bawahannya. Terutama di lingkungan asrama polisi, di mana interaksi dan pengawasan seharusnya lebih mudah dilakukan. Kegagalan atasan dalam mendeteksi dan menangani masalah ini menunjukkan kurangnya sensitivitas dan perhatian terhadap kondisi bawahannya.

Kasus keterlibatan oknum polisi dalam judi online dan KDRT memicu pertanyaan tentang perlunya kontrol dan pengawasan yang lebih ketat terhadap aparat penegak hukum.

Ini mengingatkan kita pada praktik razia HP di sekolah, di mana murid diperiksa isinya untuk memantau konten yang tidak patut. Pertanyaannya, haruskah aparat kepolisian diperlakukan seperti murid sekolah?

Di satu sisi, aparat kepolisian mengemban tugas mulia dalam menegakkan hukum dan menjaga keamanan masyarakat. Mereka harus menjunjung tinggi integritas dan profesionalisme, sehingga pantas mendapatkan kepercayaan publik. Di sisi lain, kasus-kasus seperti judi online dan KDRT menunjukkan bahwa oknum polisi juga rentan terhadap pelanggaran dan penyimpangan perilaku.

Memperketat kontrol dan pengawasan terhadap aparat kepolisian memang diperlukan untuk mencegah terulangnya kasus serupa. Namun, penting untuk mencari keseimbangan antara kontrol dan kepercayaan. Memberlakukan kontrol yang berlebihan dapat memicu rasa tidak percaya dan mencederai profesionalisme aparat kepolisian.

Pemeriksaan Urine Berkala dan Mendadak: Sebuah Solusi?

Di beberapa daerah, kapolres telah menerapkan kebijakan pemeriksaan urine berkala dan mendadak untuk mendeteksi penggunaan narkoba di kalangan anggotanya. Kebijakan ini bertujuan untuk mencegah keterlibatan oknum polisi dalam kegiatan ilegal dan menjaga integritas institusi.

Pemeriksaan urine memang dapat menjadi alat untuk mendeteksi penggunaan narkoba. Namun, perlu diingat bahwa tidak semua pelanggaran etika profesi terkait dengan narkoba. Selain itu, pemeriksaan urine yang terlalu sering dapat menimbulkan rasa tidak nyaman dan mengganggu privasi aparat kepolisian.

Pentingnya Pengawasan Psikologis yang Serius

Saya yakin dan percaya bahwa ada mekanisme internal dari pihak kepolisian untuk memantau kondisi psikologis anggotanya, yang dilakukan secara rutin setiap tiga bulan sekali. Pertanyaannya, apakah ini sekadar formalitas atau menjadi perhatian serius sehingga jika ada yang terindikasi bermasalah, akan ditindaklanjuti dengan konseling dan pakar kejiwaan?

Mekanisme pengawasan psikologis yang serius harus mencakup:

Pemeriksaan psikologis yang dilakukan secara rutin harus lebih dari sekadar formalitas. Harus ada sistem yang efektif untuk mendeteksi gejala-gejala awal stres, depresi, atau masalah psikologis lainnya.

Jika ditemukan anggota yang terindikasi bermasalah, harus ada tindak lanjut yang jelas, termasuk konseling dan penanganan oleh pakar kejiwaan. Ini penting untuk mencegah eskalasi masalah yang dapat berujung pada pelanggaran etika atau perilaku ilegal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun