Mohon tunggu...
Aulia
Aulia Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Andalas

Menulis untuk kesenangan dan berbagi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Etika Profesi: Menyikapi Dampak Perubahan Batas Usia dalam Pemilihan Daerah

6 Juni 2024   18:14 Diperbarui: 7 Juni 2024   09:39 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://jayakartanews.com/wp-content/uploads/2020/01/bk-dan-kennedy.jpg

Pengantar

Baru-baru ini, publik dikejutkan oleh keputusan Mahkamah Agung (MA) mengenai perubahan syarat usia calon kepala daerah. Keputusan ini mengubah kriteria usia kelayakan bagi calon kepala daerah tingkat 1, yang sebelumnya menetapkan usia minimal 30 tahun untuk gubernur dan wakil gubernur, serta 25 tahun untuk walikota, wakil walikota, dan bupati.

Amandemen baru ini menetapkan bahwa persyaratan usia minimal harus dipenuhi pada saat pelantikan, bukan saat pencalonan.

Keputusan ini memicu perdebatan di kalangan elit politik, dengan beberapa pihak mendukung karena menguntungkan kader muda mereka, sementara yang lain menentang karena merasa terlalu dipaksakan dan tidak menguntungkan.

Perubahan ini didorong oleh putusan MA yang mengabulkan permohonan uji materi terhadap Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 9 Tahun 2020. Tujuannya adalah untuk meningkatkan partisipasi politik generasi muda, dengan harapan bahwa batas usia yang lebih fleksibel akan mendorong lebih banyak calon muda untuk terlibat dalam pemilihan kepala daerah.

Keputusan ini didasarkan pada interpretasi bahwa persyaratan usia yang lebih longgar akan mendorong proses demokrasi yang lebih inklusif dan mempromosikan regenerasi kepemimpinan di tingkat daerah.

Beberapa kritikus berpendapat bahwa perubahan ini bisa saja dimanfaatkan oleh partai politik untuk kepentingan strategis mereka sendiri, menimbulkan kekhawatiran tentang potensi manipulasi politik.

Kritikus juga menyoroti bahwa perubahan mendadak ini dapat menimbulkan kebingungan di tingkat lokal dan mempengaruhi stabilitas proses pemilihan yang sedang berlangsung.

Keputusan Mahkamah Agung (MA) terkait perubahan batas usia minimal calon kepala daerah di Indonesia juga telah memicu beragam tanggapan, termasuk munculnya istilah baru "MA (Mahkamah Adik)" karena meloloskan batas usia minimal 25 tahun yang seyogyanya akan memungkinkan Kaesang adik dari Gibran maju sebagai bakal calon  kepala daera tingkat 1 atau Popinsi.

Sementara istilah Mahkamah Konstitusi (MK) atau "Mahkamah Kakak" sebelumnya muncul sewaktu MK meloloskan gugatan batas usia Cawapres yang awalnya 40 tahun menjadi 35 tahun. Namun karena usianya baru 36 tahun maka ditambahkan klausal baru yaitu dengan syarat telah berpengalaman jadi kepala daerah melalui pemilihan umum.

Dampak bagi Calon Muda dan Pengalaman Negara Lain

Keputusan MA ini membuka peluang bagi individu muda untuk mencalonkan diri, memungkinkan mereka untuk terlibat lebih aktif dalam politik lokal dan membawa perspektif segar serta inovatif dalam pemerintahan daerah. Menurut ahli hukum dan politik, Mahfud MD, "Pembukaan ruang bagi calon muda sangat penting untuk regenerasi politik dan menyuntikkan ide-ide baru yang segar dalam pemerintahan."

Pengalaman dari negara lain menunjukkan bahwa mendorong lahirnya pemimpin muda bisa memberikan hasil yang bervariasi. Di Prancis, Emmanuel Macron menjadi presiden pada usia 39 tahun, membawa perspektif muda dan reformis ke dalam politik Prancis.

Di sisi lain, Jepang menghadapi tantangan dalam melibatkan generasi muda dalam politik, di mana struktur politik yang konservatif dan dominasi politikus senior membuat sulit bagi calon muda untuk berkompetisi.

Di Indonesia, terdapat contoh sukses seperti Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas, yang mulai menjabat pada usia 38 tahun dan berhasil melakukan berbagai inovasi signifikan bagi daerahnya.

Namun, terdapat juga contoh kegagalan ketika beberapa calon muda yang kurang pengalaman menghadapi kesulitan dalam mengelola pemerintahan daerah, yang akhirnya merugikan masyarakat setempat.

Pro dan Kontra Putusan MA

Keputusan MA ini jelas menimbulkan pro dan kontra. Banyak yang melihatnya sebagai kabar baik bagi kaum muda, memberi mereka kesempatan untuk ikut serta dalam kontestasi pemilihan kepala daerah tanpa harus menunggu lama.

Namun, ada juga yang berpendapat bahwa memimpin suatu wilayah memerlukan jam terbang yang tinggi dan pengalaman yang matang, sehingga putusan ini dapat berpotensi merusak tatanan yang ada jika wilayah dijadikan uji coba pelatihan kepemimpinan.

Mahfud MD berpendapat bahwa, "Meskipun usia muda membawa energi dan ide-ide baru, pengalaman dan kebijaksanaan juga merupakan elemen penting dalam kepemimpinan. Oleh karena itu, penting untuk menemukan keseimbangan yang tepat."

Eksistensi dan Potensi Kepala Daerah Muda

Indonesia sebagai salah satu negara besar di Asia Tenggara memiliki banyak persoalan yang perlu diperbarui. Pemerintahan sebagai pembuat kebijakan memiliki peran yang sangat penting dalam melakukan perbaikan tersebut, termasuk peran kepala daerah.

Saat ini, semakin banyak pemuda yang terjun ke dalam dunia politik, termasuk menjadi kepala daerah. Hal ini menunjukkan adanya eksistensi pemuda dalam membangun bangsa yang lebih baik. Pemuda dianggap memiliki kecenderungan untuk lebih berinovasi dan berpikir out of the box dalam memecahkan masalah.

Kepala daerah muda memiliki potensi besar untuk menjadi solusi dalam pembaruan sistem pemerintahan di Indonesia. Mereka memiliki pemikiran yang segar dan belum terkontaminasi oleh kebiasaan yang sudah ada sebelumnya. Pemuda juga memiliki energi dan semangat yang besar untuk melakukan perubahan.

Yang Diharapkan dari Kepala Daerah Muda

Kepala daerah muda memiliki keunggulan yang mendasar, seperti keberanian untuk mengambil risiko dan melakukan tindakan yang tidak biasa tetapi bermanfaat bagi masyarakat. Mereka lebih terbuka terhadap gagasan dan inovasi baru, serta dapat lebih mudah mempertimbangkan berbagai alternatif dalam mengambil keputusan.

Selain itu, kepala daerah muda memiliki kemampuan untuk terus beradaptasi dengan perkembangan masyarakat dan teknologi yang ada. Mereka memiliki kesadaran terhadap tuntutan yang semakin kompleks di masa depan, serta mampu menghadapi tantangan yang datang dengan cepat dan efektif.

Tantangan yang Dihadapi Kepala Daerah Muda

Namun, meskipun memiliki banyak potensi dan keunggulan, kepala daerah muda tetap membutuhkan bimbingan dan dukungan dari pihak-pihak yang lebih berpengalaman dalam pemerintahan. Tantangan besar yang dihadapi oleh kepala daerah muda adalah kurangnya pengalaman dan pengetahuan dalam memimpin suatu daerah.

Mereka belum memiliki pengalaman dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan program dan kegiatan yang berjalan di daerahnya. Oleh karena itu, pelatihan dan pendampingan sangat diperlukan untuk membantu mereka memahami dan mengatasi tantangan tersebut.

Selain itu, kepala daerah muda juga harus berhadapan dengan birokrasi yang ada di bawahnya, yang terkadang dapat menjadi kendala dalam penyelesaian masalah.

Banyak peraturan dan kebijakan yang biasa menjadi kendala bagi kepala daerah muda untuk menjalankan program dan kegiatan yang ia rencanakan. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk membantu kepala daerah muda dalam bekerja dengan birokrasi dan melewati prosedur yang ada untuk mencapai tujuan mereka.

Pelatihan dan Pendampingan

Pelatihan dan pendampingan khusus yang mencakup semua aspek kepemimpinan dan pemerintahan sangat diperlukan untuk membantu kepala daerah muda dalam menjalankan tugasnya dengan baik.

Pelatihan tersebut mencakup berbagai topik, seperti manajemen keuangan, hukum, tata kelola dan manajemen organisasi, pengambilan keputusan, dan strategi komunikasi. Dengan pelatihan ini, kepala daerah muda akan memiliki pengetahuan yang lebih baik dalam mengelola dan memimpin daerahnya.

Selain itu, tugas pendamping bertugas membimbing dan memberikan nasihat kepada kepala daerah muda dalam memenuhi tujuan-tujuan pemerintahan dengan efektif.

Pendamping akan membantu kepala daerah muda memahami semua aspek yang terkait dan membantu mereka mengenali masalah potensial sebelum menjadi hal yang lebih besar.

Penutup

Usia muda atau tua bukanlah ukuran layak tidaknya seseorang menjadi pemimpin, tetapi bagaimana mereka mengatasi permasalahan yang ada, gaya kepemimpinan yang tepat, serta kemampuan mengeluarkan kebijakan yang jujur dan adil. Indonesia sebenarnya kekurangan pemimpin yang jujur, bukan masalah usia yang menjadi persoalan utama.

Setiap lembaga, termasuk pemerintahan, membutuhkan generasi muda untuk menunjang keberlangsungan dan adaptasi terhadap era digital.

Dengan keputusan MA ini, generasi muda diberikan kesempatan untuk berkarya dan berkolaborasi dengan pemerintahan. Ini adalah langkah awal yang penting menuju masa emas Indonesia 2045.

Generasi muda harus mampu memanfaatkan kesempatan ini untuk membuktikan bahwa mereka bisa menjadi pemimpin yang baik dan tidak mengecewakan pihak yang memberi kesempatan.

Kendati demikian, apapun yang diputuskan oleh lembaga terkait pasti memiliki pertimbangan yang ketat dengan harapan negara ini menjadi semakin kuat dan maju. Pemerintah dan stakeholder terkait harus bekerja sama untuk mendukung kepala daerah muda dalam menjalankan tugasnya dengan baik dan memberikan dampak yang positif bagi masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun