Dia berjalan pulang dengan langkah gembira, membayangkan hari-hari mendatang yang akan dipenuhi dengan suara gemerisik daun kelapa dan gemerincing uang.
Si Mas Salah Kata Perintah
Pagi itu, Si Mas bangun dengan semangat yang membara, siap memulai hari bersama beruk terlatih barunya. Dengan penuh antusiasme, ia memerintahkan beruk untuk memanjat pohon kelapa dan memulai tugasnya.
Ajo, yang sebelumnya adalah pemilik beruk, biasa memberikan instruksi dalam bahasa Minangkabau yang khas di Pariaman.
Perintah "keniin" akan membuat beruk dengan cekatan memetik kelapa tua yang siap panen dan berwarna gelap. Sementara "keyen" akan mengarahkan beruk untuk mengambil kelapa yang kurang tua namun sudah layak panen.
Namun, Si Mas menghadapi kendala bahasa. Ketika tiba saatnya untuk memberikan perintah, ia bingung dan akhirnya menggunakan bahasa Jawa, mengatakan "nangkene" untuk kelapa tua yang siap panen dan "nangkono" untuk kelapa yang kurang tua namun boleh dipanen.
Beruk, yang terbiasa dengan perintah dalam bahasa Minangkabau, menjadi bingung dengan instruksi baru ini dan akhirnya memetik putik kelapa dan kelapa muda yang belum matang.
Pemilik kelapa, yang menyaksikan kejadian itu, terkejut dan tidak percaya. Si Mas Jawa pun merasa terkejut dan kecewa dengan hasil yang tidak sesuai harapan.
Si Mas Terpaksa Menjual Beruk
Dalam kisah yang berkelok-kelok ini, Si Mas akhirnya menyadari bahwa ia telah melupakan beberapa detail penting sebelum membeli beruk terlatih dari Ajo.
Kesalahan-kesalahan kecil yang terakumulasi berujung pada kemarahan pemilik kelapa, yang merasa dirugikan oleh tindakan beruk yang tidak sesuai.
Si Mas, dengan berat hati, harus memberikan ganti rugi untuk kerusakan yang tidak disengaja ini. Kejadian serupa terulang beberapa kali, mengikis keuntungan yang sebelumnya dibayangkan oleh Si Mas Jawa. Jangankan keuntungan yang didapat malah modal yang berkurang.
Dengan harapan yang mulai memudar, Si Mas mencoba menghubungi Ajo untuk mencari solusi.