Di ruang yang berbeda di DPR, wacana hak angket sedang bergema dan diusulkan oleh tiga fraksi, meskipun hingga rapat paripurna pada tanggal 5 Maret yang lalu, belum mendapatkan kabar baik atau dibahas secara resmi.
Dengan berhentinya Sirekap dalam menayangkan hasil rekapitulasi, pentingnya pelaksanaan hak angket menjadi semakin terasa untuk menyelidiki dugaan kecurangan pemilu. Melalui hak angket, semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pemilu dapat dipanggil untuk memberikan keterangan.
Informasi dan data dari pihak yang digugat serta data dari penggugat bisa dikonfrontir untuk mencari kebenaran. Presiden, KPU, dan MK juga dapat dipanggil untuk memberikan keterangan dan pertanggungjawaban terkait dengan keputusan-keputusan yang menimbulkan kekhawatiran dan kontroversi di tengah masyarakat.
Meskipun usulan penggunaan hak angket terkait dugaan kecurangan pemilu telah disetujui oleh DPD, namun hak angket itu sendiri masih belum dibahas dan disetujui oleh DPR. Usulan hak angket diajukan oleh PKB, PKS, dan PDIP, dengan harapan dapat digunakan untuk menyelidiki dugaan kecurangan dan memastikan integritas proses pemilu.
Dukungan terhadap usulan hak angket datang dari berbagai pihak, termasuk dari ahli tata negara dan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, yang melihatnya sebagai cara untuk menenangkan situasi dan mengalihkan protes jalanan ke jalur konstitusional.
Wakil Ketua DPR yang memimpin rapat paripurna pada tanggal 5 Maret 2024 kemarin harus mempertimbangkan secara bijaksana usulan hak angket ini, meskipun berbeda pandangan dengan tiga fraksi pengusul.
Jika usulan tersebut telah memenuhi semua ketentuan dan persyaratan yang berlaku, maka sebaiknya dilaksanakan saja untuk menjelaskan perselisihan dan kontroversi, serta meredam ketegangan di jalanan. Kepentingan negara harus diutamakan di atas segalanya.
Baca Juga:
1. Â Pemilu: Pelanggaran Etika Berjenjang
2. Sirekap yang Malang
3. KPU: Sirekap atau Si Mark-up