Salah satu contoh ketidakadilan standar gaji dosen adalah perbedaan antara dosen yang berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan dosen yang berstatus sebagai non-PNS.Â
Menurut data dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, pada tahun 2023, terdapat sekitar 240 ribu dosen di Indonesia, namun hanya sekitar 60 ribu yang berstatus sebagai PNS.Â
Dosen yang berstatus sebagai PNS memiliki keuntungan berupa gaji pokok, tunjangan, dan insentif yang lebih tinggi dan pasti, serta jaminan pensiun dan kesehatan.Â
Sementara itu, dosen yang berstatus sebagai non-PNS hanya bergantung pada gaji yang diberikan oleh perguruan tinggi, yang sering kali tidak menentu dan tidak mencukupi.
Contoh lain ketidakadilan standar gaji dosen adalah perbedaan antara dosen yang memiliki sertifikat pendidik dan dosen yang tidak memiliki sertifikat pendidik. Sertifikat pendidik adalah bukti kompetensi profesional dosen yang diberikan oleh Lembaga Sertifikasi Dosen (LSD) setelah dosen memenuhi persyaratan akademik, administratif, dan portofolio.
Dosen yang memiliki sertifikat pendidik berhak mendapatkan tunjangan profesi dosen (TPD) yang besarnya tergantung pada jabatan fungsional dan kualifikasi akademik.Â
Sementara itu, dosen yang tidak memiliki sertifikat pendidik tidak mendapatkan tunjangan profesi dosen, meskipun mereka memiliki kualifikasi dan kinerja yang sama atau bahkan lebih baik.
Penyesuaian standar gaji yang adil adalah langkah selanjutnya yang penting untuk meningkatkan kesejahteraan dosen di Indonesia. Dengan standar gaji yang adil, pemerintah dan institusi pendidikan dapat memberikan gaji yang sesuai dengan beban kerja, tanggung jawab, dan kontribusi dosen terhadap pendidikan dan penelitian.Â
Selain itu, pemerintah dan institusi pendidikan juga dapat memberikan gaji yang tidak diskriminatif terhadap status kepegawaian, kualifikasi, jabatan, golongan, pangkat, masa kerja, kinerja, dan bidang ilmu dosen.