Pengantar
Dua hari yang lalu, saya 'dicolek' oleh Pak Ketua Departemen Teknik Elektro Unand, "Baru-baru ini tagar #janganjadidosen sempat viral. Banyak alasan kenapa tagar ini ramai dibicarakan. Mungkin terlewat oleh Pak @Aulia membahasnya".
Saya langsung gerak cepat merespon sentilan Pak Ketua Departmen dengan menerbitkan tulisan berikut:
- Jadi Dosen adalah Hadiah Terindah, Walaupun Itu Berat
- Jejak Perjalanan Seorang Dosen
- Jadi Dosen adalah Hadiah Terindah: Persiapan Studi Lanjut ke Inggris
Selanjutnya saya akan membagikan tulisan berseri tentang perjuangan saya menjadi dosen dan catatan penting yang perlu diingat, memang menjadi dosen itu tidak mudah tetapi dianya sarat dengan pengalaman batin dan pergulaan intelektual.
Tentang Tagar #JanganJadiDosen
Di tengah gelombang digitalisasi dan globalisasi, profesi dosen di Indonesia menghadapi tantangan yang semakin berat. Tagar #JanganJadiDosen yang baru-baru ini viral di media sosial bukan hanya sekadar tren, melainkan simbol dari keresahan mendalam yang dirasakan oleh para akademisi di negeri ini.Â
Saya memandang, walaupun tagar ini ditujukan kepada dosen, tetapi sebenarnya ini ditujukan kepada seluruh aparat negara kecuali pegawai BUMN yang gaji jauh lebih besar dari gaji dosen.Â
Rencana saya juga akan menulis terkait dengan gaji dosen dan gaji pegawai BUMN yang nota bene mereka adalah hasil didikan sang dosen, tetapi dihargai lebih tinggi oleh negara melalui BUMN.
Tagar #JanganJadiDosen mencerminkan realitas pahit tentang kesejahteraan dosen di Indonesia yang seringkali tidak sebanding dengan dedikasi dan kontribusi mereka terhadap pendidikan dan penelitian. Dengan gaji yang sering kali di bawah standar Upah Minimum Regional (UMR), banyak dosen merasa bahwa pengorbanan waktu, tenaga, dan pikiran mereka tidak mendapatkan apresiasi yang layak.
Kontrasnya, pengalaman dosen Indonesia yang mengajar di luar negeri, seperti di Malaysia, Jepang, dan negara-negara maju lainnya, menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam hal penghargaan dan kompensasi.Â
Di sana, dosen dihargai sebagai agen perubahan yang mampu menghasilkan sumber daya pendukung negara serta memberikan kontribusi penting di bidang sains dan teknologi.
Tagar #JanganJadiDosen bukan hanya sekadar ajakan untuk menghindari profesi ini, tetapi lebih kepada seruan untuk merefleksikan dan mereformasi sistem pendidikan tinggi di Indonesia.Â