Mohon tunggu...
Aulia
Aulia Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Andalas

Menulis untuk kesenangan dan berbagi

Selanjutnya

Tutup

Analisis

KPU: Sirekap atau Si Mark-up

18 Februari 2024   06:00 Diperbarui: 18 Februari 2024   09:20 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengantar

Sirekap adalah sistem informasi rekapitulasi elektronik yang digunakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mempublikasikan hasil penghitungan suara Pemilu 2024. Sirekap menggunakan teknologi optical character recognition (OCR), optical mark recognition (OMR), dan artificial intelligence (AI) untuk membaca dan menerjemahkan data hasil penghitungan suara yang terdapat dalam formulir C1 plano di setiap tempat pemungutan suara (TPS).

Sirekap bertujuan untuk memudahkan dan mempercepat proses penghitungan suara, serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas hasil Pemilu. Namun, Sirekap juga menuai banyak kontroversi dan kritik dari berbagai pihak, terutama dari tim sukses paslon nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Amin) dan paslon nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD (Ganjar), yang menuduh adanya penggelembungan suara untuk paslon nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (Prabowo) di lebih dari 2000 TPS di berbagai daerah.

Sejumlah temuan dan laporan memicu keraguan atas akurasi dan keamanannya. Artikel ini membahas perkembangan terbaru terkait Sirekap, termasuk dugaan kelemahan dan respon dari Paslon 01 dan 03.

Dugaan Kelemahan Sirekap

  1. Pola Penggelembungan Suara: Tim Paslon 01, Bambang, menemukan pola sistematis dalam Sirekap, di mana suara untuk pasangan calon lain digelembungkan, sedangkan suara untuk Paslon 01 banyak yang dikurangi.
  2. Data Berubah Sendiri: Petugas KPPS melaporkan bahwa data yang mereka input ke Sirekap KPU berubah sendiri tanpa sepengetahuan mereka.
  3. Batasan Suara Tidak Berfungsi: Dalam beberapa kasus, batasan maksimal 300 suara per TPS tidak berfungsi, sehingga suara yang diinput melebihi jumlah pemilih di TPS tersebut

Temuan dan Pendapat Pengamat IT

Beberapa pengamat IT dan politik juga memberikan pendapat dan saran mereka tentang Sirekap, baik yang mendukung maupun yang menentang. Mereka menyoroti pentingnya transparansi, akuntabilitas, dan keamanan dalam penggunaan teknologi informasi untuk Pemilu 2024. Mereka juga menyarankan agar masyarakat tidak mudah terpengaruh oleh isu-isu yang tidak jelas sumbernya, tetapi tetap kritis dan waspada terhadap kemungkinan manipulasi data.

Salah satu pengamat IT yang mendukung Sirekap adalah Onno W. Purbo, seorang pakar teknologi informasi dan komunikasi. Ia mengatakan bahwa Sirekap adalah sistem yang canggih dan inovatif, yang dapat memberikan informasi yang cepat dan akurat kepada publik. Ia juga mengatakan bahwa Sirekap telah melalui berbagai tahapan uji coba dan sertifikasi, serta memiliki sistem keamanan yang baik. Ia menilai bahwa kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam Sirekap adalah hal yang wajar dan dapat diperbaiki.

Salah satu pengamat IT yang menentang Sirekap adalah Roy Suryo, seorang pemerhati telematika. Ia mengatakan bahwa Sirekap adalah sistem yang bermasalah dan berbahaya, yang dapat menimbulkan keraguan dan kecurangan dalam Pemilu 2024. Ia juga mengatakan bahwa Sirekap sering mengalami kesalahan, anomali, dan keterhubungan dengan server asing. Ia menyarankan agar Sirekap diperiksa dan diaudit secara forensik oleh tim independen, agar hasil Pemilu 2024 bisa dipercaya dan sah secara hukum.

Tim Pendukung Amin dan Ganjar

Tim sukses Amin dan Ganjar, sebagai tim pemenangan paslon nomor urut 1 dan 3, mengkritik keras adanya dugaan penggelembungan suara untuk paslon nomor urut 2. Mereka menuntut agar KPU dan Bawaslu melakukan audit forensik IT untuk Sirekap, agar hasil Pemilu 2024 bisa dipercaya dan sah secara hukum. Mereka juga mengawal proses perhitungan suara di setiap TPS dan melaporkan jika ada kejanggalan atau kecurangan yang terjadi.

Tim sukses Amin dan Ganjar juga mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk membatalkan hasil Pemilu 2024, dengan dalih adanya kecurangan struktural, sistematis, dan masif, termasuk melalui Sirekap. Mereka mengklaim bahwa ada perbedaan antara data manual dan data Sirekap yang signifikan dan merugikan paslon nomor urut 1 dan 3. Mereka juga mengklaim bahwa ada indikasi adanya algoritma penggelembungan suara untuk paslon nomor urut 2 dalam Sirekap.

Masihkah Layak untuk Diteruskan atau Kembali ke Penghitungan Manual?

Pertanyaan ini tidak mudah dijawab, karena ada pro dan kontra terkait penggunaan Sirekap untuk Pemilu 2024. Di satu sisi, Sirekap dapat memberikan manfaat dalam hal efisiensi, kecepatan, dan transparansi hasil Pemilu. Di sisi lain, Sirekap juga dapat menimbulkan masalah dalam hal akurasi, keamanan, dan legitimasi hasil Pemilu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun