Mohon tunggu...
Aulia
Aulia Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Andalas

Menulis untuk kesenangan dan berbagi

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Penjara, Cermin Pengabaian Hak Orang Miskin

27 Januari 2024   16:56 Diperbarui: 27 Januari 2024   19:55 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pengantar 

Saya tinggal di sebuah lingkungan pinggiran kota Padang. Di sekitar saya tinggal ada beberapa orang perilaku kriminal pencurian dan terkait narkoba yang telah keluar masuk penjara lebih dari tiga kali. perilakunya terus berulang dan tidak kapok. Kalau mereka bebas tampak kegelisahan kembali muncul karena ada kemungkinan pencurian atau penggerebekan oleh petugas kepolisian yang mengganggu kenyamanan. Namun pada Capres dan Cawapres awal tahun 2024 ini belum muncul pembicaraan topik penting ini.

Saya yakin, keadaan yang sama mungkin ditemukan di tempat tinggal Anda. Pelaku kriminal yang berulang kali masuk penjara tetapi tidak pernah jera. Bahkan ada pelaku yang sengaja mengulangi perbuatan kriminal agar kembali masuk penjara, katanya hidup di penjara lebih enak dan keperluan sandang pangan terpenuhi, kalau di luar susah cari duit bahkan sekedar untuk makan.

Gambaran kejahatan di kota Padang

Kasus narkoba di Kota Padang mengalami peningkatan selama tahun 2023, dibandingkan dengan tahun 2022. Jumlah kasus narkoba yang ditangani polisi di wilayah hukumnya berjumlah 325, dengan jumlah pelaku sebanyak 402 orang. Barang bukti yang disita polisi juga mengalami peningkatan, yaitu sebanyak 937,74 gram sabu dan 88 butir pil ekstasi.

Sementara itu, kasus kejahatan lainnya, seperti pencurian, juga tercatat sebanyak 2.953 kasus di Kota Padang sepanjang tahun 2020. Kasus yang mendominasi adalah kasus pencurian kendaraan bermotor, pencurian biasa, pencurian dengan pemberatan, serta pencurian disertai kekerasan. Angka kriminalitas di Padang tahun 2020 turun 100 persen dibandingkan tahun sebelumnya, namun masih tinggi dibandingkan kota-kota lain di Sumatera Barat.

Dari data-data tersebut menunjukkan bahwa Kota Padang masih memiliki masalah yang serius terkait dengan tindak pidana narkoba dan pencurian, yang dapat mengganggu ketertiban, keamanan, dan kesejahteraan masyarakat. Saya berpendapat bahwa penjara tidak cukup efektif untuk menyelesaikan masalah ini, karena banyak pelaku yang kembali melakukan tindak pidana setelah bebas, atau bahkan melakukan tindak pidana di dalam penjara. Saya berpendapat bahwa diperlukan solusi-solusi lain yang lebih bermanfaat, proporsional, dan restoratif, seperti alternatif pemidanaan selain penjara, yang telah saya bahas di artikel sebelumnya.

Sistem penjara dan permasalahannya

Sistem penjara menunjukkan keberpihakan terhadap perilaku kriminal (kecuali tahanan politik) karena penjara tidak efektif dalam mencegah dan mengurangi kejahatan, tidak efektif dalam merehabilitasi dan memperbaiki perilaku pelaku, dan tidak adil bagi orang miskin, minoritas, atau kelompok tertentu. Beberapa fakta dan data yang dapat mendukung argumen ini adalah:

- Penjara tidak efektif dalam mencegah dan mengurangi kejahatan, karena banyak narapidana yang kembali melakukan kejahatan setelah bebas, atau bahkan melakukan kejahatan di dalam penjara. Menurut data dari Badan Pemasyarakatan, tingkat recidivisme (kambuhnya kejahatan) di Indonesia mencapai 30-40 persen. Selain itu, penjara juga menjadi tempat bagi narapidana untuk belajar melakukan kejahatan yang lebih profesional, karena mereka berinteraksi dengan pelaku kejahatan lainnya, atau mendapatkan akses ke informasi dan jaringan kejahatan. Kan tidak adil jika negara membiayai sekelompok orang meningkatkan kemampuan melakukan kejahatannya.

- Penjara tidak efektif dalam merehabilitasi dan memperbaiki perilaku pelaku, karena banyak narapidana yang tidak mendapatkan bimbingan, pendidikan, keterampilan, atau kesempatan yang cukup untuk mengubah hidup mereka. Menurut data dari Badan Pemasyarakatan, hanya sekitar 10 persen dari 136.145 narapidana yang mendapatkan bimbingan keagamaan, 5 persen yang mendapatkan pendidikan formal, dan 3 persen yang mendapatkan keterampilan kerja. Selain itu, penjara juga memiliki kondisi dan fasilitas yang buruk, seperti over kapasitas, kurangnya makanan, minuman, kesehatan, pakaian, dan kebersihan, serta adanya kekerasan, penyakit, dan kematian.

- Penjara tidak adil bagi orang miskin, minoritas, atau kelompok tertentu, karena mereka lebih rentan untuk ditangkap, ditahan, dihukum, dan dipenjara daripada orang kaya, mayoritas, atau kelompok lain. Menurut data dari Badan Pemasyarakatan, sekitar 70 persen narapidana di Indonesia adalah orang miskin yang tidak mampu membayar biaya hukum, atau tidak memiliki akses ke bantuan hukum. Selain itu, penjara juga menjadi tempat bagi diskriminasi dan pelanggaran hak asasi manusia terhadap narapidana yang berasal dari kelompok minoritas, seperti etnis, agama, ras, atau orientasi seksual.

Pengabaian Hak Orang Miskin

Sistem penjara menunjukkan pengabaian hak orang miskin, karena penjara membutuhkan biaya dan anggaran yang besar, yang seharusnya dapat dialokasikan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup orang miskin. Penjara juga mengabaikan hak orang miskin untuk mendapatkan keadilan, perlindungan, dan partisipasi dalam sistem hukum. Beberapa fakta dan data yang dapat mendukung argumen ini adalah:

- Penjara membutuhkan biaya dan anggaran yang besar, yang seharusnya dapat dialokasikan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup orang miskin. Menurut data dari Badan Pemasyarakatan, biaya hidup narapidana di Indonesia sekitar Rp 8,25 juta per napi per tahun. Angka ini jauh lebih tinggi di berbagai negara bahkan di Amerika Serikat bisa mencapai 1,1 miliar rupiah per bulan. Pada kasus di Indonesia, jika dikalikan dengan jumlah narapidana, maka biaya yang dikeluarkan oleh negara untuk membiayai penjara bisa mencapai Rp 1,12 triliun per tahun. Biaya ini tentu saja sangat besar, dan seharusnya dapat digunakan untuk membiayai program-program yang lebih bermanfaat bagi masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, atau pemberdayaan ekonomi.

- Penjara mengabaikan hak orang miskin untuk mendapatkan keadilan, perlindungan, dan partisipasi dalam sistem hukum. Orang miskin sering kali tidak mendapatkan akses yang memadai terhadap informasi, bantuan, atau perwakilan hukum, sehingga mereka tidak dapat membela hak dan kepentingan mereka di pengadilan. Orang miskin juga sering kali tidak mendapatkan perlakuan yang adil dan proporsional dari penegak hukum, sehingga mereka lebih mudah ditangkap, ditahan, dihukum, dan dipenjara daripada orang kaya. Orang miskin juga sering kali tidak mendapatkan kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses perumusan, pelaksanaan, atau pengawasan kebijakan hukum, sehingga mereka tidak dapat menyuarakan aspirasi atau kebutuhan mereka.

Dampak dan Solusi

Sistem penjara yang menunjukkan keberpihakan terhadap perilaku kriminal dan pengabaian hak orang miskin tentu saja memiliki dampak yang negatif bagi masyarakat dan negara. Dampak yang dapat timbul antara lain adalah:

- Meningkatnya angka kejahatan, karena penjara tidak dapat mencegah dan mengurangi kejahatan, tetapi malah menciptakan kejahatan yang lebih banyak dan lebih berat.

- Menurunnya kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat, karena penjara menghabiskan biaya dan anggaran yang besar, yang seharusnya dapat digunakan untuk membiayai program-program yang lebih bermanfaat bagi masyarakat.

- Menurunnya kepercayaan dan keterlibatan masyarakat terhadap sistem hukum, karena penjara tidak memberikan keadilan, perlindungan, dan partisipasi yang memadai bagi masyarakat, terutama bagi orang miskin, minoritas, atau kelompok tertentu.

- Menurunnya martabat dan hak asasi manusia, karena penjara melanggar hak asasi manusia, seperti hak hidup, hak tidak disiksa, hak mendapat perlakuan yang adil, dan hak mendapat perlindungan hukum.

Untuk mengatasi dampak-dampak negatif tersebut, diperlukan solusi-solusi yang komprehensif dan kolaboratif dari berbagai pihak, seperti pemerintah, pengadilan, penegak hukum, LSM, akademisi, agama, adat, dan masyarakat. Beberapa solusi yang dapat diusulkan antara lain adalah:

- Mengubah paradigma penjara, dari paradigma yang bersifat punitif dan represif, menjadi paradigma yang bersifat restoratif dan rekonsiliatif. Paradigma ini menekankan pentingnya pemulihan hubungan yang rusak akibat kejahatan, antara pelaku, korban, keluarga, dan masyarakat, serta memberikan kesempatan bagi pelaku untuk bertanggung jawab, meminta maaf, dan memberikan kompensasi kepada korban.

Solusi Alternatif Pemidanaan Selain Penjara

Salah satu solusi yang dapat diusulkan untuk mengatasi masalah penjara yang menunjukkan keberpihakan terhadap perilaku kriminal dan pengabaian hak orang miskin adalah mengembangkan dan mengoptimalkan alternatif pemidanaan selain penjara. Alternatif pemidanaan selain penjara adalah bentuk-bentuk hukuman yang tidak melibatkan penjara, tetapi menggunakan cara-cara lain yang lebih bermanfaat, proporsional, dan restoratif bagi pelaku, korban, dan masyarakat. Beberapa contoh alternatif pemidanaan selain penjara adalah:

- Hukuman denda: Hukuman denda adalah hukuman yang mengharuskan pelaku membayar sejumlah uang kepada negara atau korban sebagai ganti rugi atau sanksi atas tindak pidana yang dilakukan. Hukuman denda dapat digunakan untuk tindak pidana ringan yang tidak menimbulkan kerugian besar atau bahaya bagi masyarakat, seperti pelanggaran lalu lintas, pencurian kecil, atau penggelapan. Hukuman denda dapat menghemat biaya negara untuk membiayai penjara, serta memberikan efek jera dan pembelajaran bagi pelaku.

- Hukuman kerja sosial: Hukuman kerja sosial adalah hukuman yang mengharuskan pelaku melakukan pekerjaan atau kegiatan sosial yang bermanfaat bagi masyarakat, seperti membersihkan lingkungan, mengajar anak-anak, atau membantu orang-orang yang membutuhkan. Hukuman kerja sosial dapat digunakan untuk tindak pidana yang tidak mengancam jiwa atau tubuh orang lain, seperti penghinaan, pengrusakan, atau penganiayaan ringan. Hukuman kerja sosial dapat memberikan kesempatan bagi pelaku untuk berkontribusi dan berinteraksi dengan masyarakat, serta memberikan efek korektif dan restorasi bagi pelaku dan korban.

- Hukuman percobaan: Hukuman percobaan adalah hukuman yang memberikan kelonggaran kepada pelaku untuk tidak menjalani penjara, tetapi harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh pengadilan, seperti tidak melakukan tindak pidana lagi, melapor secara rutin kepada petugas pengawas, atau mengikuti program rehabilitasi. Hukuman percobaan dapat digunakan untuk tindak pidana yang tidak terlalu berat atau berulang, seperti penyalahgunaan narkoba, penipuan, atau penggelapan. Hukuman percobaan dapat memberikan kesempatan bagi pelaku untuk memperbaiki diri dan kembali ke masyarakat, serta memberikan efek preventif dan protektif bagi masyarakat.

- Hukuman rumah tahanan: Hukuman rumah tahanan adalah hukuman yang mengharuskan pelaku tinggal di rumahnya sendiri atau tempat lain yang ditunjuk oleh pengadilan, tanpa boleh keluar tanpa izin atau pengawasan. Hukuman rumah tahanan dapat digunakan untuk tindak pidana yang tidak memerlukan penjara, tetapi memerlukan pengawasan, seperti tindak pidana kehormatan, tindak pidana pers, atau tindak pidana khusus. Hukuman rumah tahanan dapat memberikan kenyamanan dan kebebasan bagi pelaku, tetapi juga memberikan efek jera dan pembatasan bagi pelaku.

- Hukuman restoratif: Hukuman restoratif adalah hukuman yang berfokus pada pemulihan hubungan yang rusak akibat tindak pidana, antara pelaku, korban, keluarga, dan masyarakat, melalui proses dialog, mediasi, atau rekonsiliasi. Hukuman restoratif dapat digunakan untuk tindak pidana yang menimbulkan kerugian atau trauma bagi korban, seperti kekerasan dalam rumah tangga, pemerkosaan, atau pembunuhan. Hukuman restoratif dapat memberikan keadilan dan perlindungan bagi korban, serta memberikan kesempatan bagi pelaku untuk bertanggung jawab, meminta maaf, dan memberikan kompensasi kepada korban.

Kesimpulan dan Saran

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa sistem penjara yang menunjukkan keberpihakan terhadap perilaku kriminal dan pengabaian hak orang miskin adalah sebuah masalah yang serius dan mendesak, yang harus segera diatasi dengan solusi-solusi yang komprehensif dan kolaboratif. Salah satu solusi yang dapat diusulkan adalah mengembangkan dan mengoptimalkan alternatif pemidanaan selain penjara, yang lebih bermanfaat, proporsional, dan restoratif bagi pelaku, korban, dan masyarakat.

Oleh karena itu, pemerintah, pengadilan, penegak hukum, LSM, akademisi, agama, adat, dan masyarakat perlu bekerja sama untuk mereformasi sistem hukum dan pemidanaan di Indonesia, dengan mengacu pada prinsip-prinsip hak asasi manusia, keadilan, kemanusiaan, kesejahteraan, dan keamanan. Hal lain yang dapat dilakukan oleh pemerintah, pengadilan, penegak hukum, LSM, akademisi, agama, adat, dan masyarakat adalah berkomitmen untuk menerapkan alternatif pemidanaan selain penjara, dengan mempertimbangkan berbagai aspek, seperti jenis, tingkat, dan dampak tindak pidana, serta kondisi, motif, dan latar belakang pelaku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun