Mohon tunggu...
Aulia
Aulia Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Andalas

Menulis untuk kesenangan dan berbagi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Baliho Politik, Sejarah Peradaban dari Kota London

26 Januari 2024   15:31 Diperbarui: 27 Januari 2024   19:53 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Pengantar

Menarik memang untuk menjelajahi lebih dalam tentang fenomena baliho politik. Awalnya, saya hanya terfokus pada konsep "hilirisasi digital" atau digitalisasi dalam pembuatan baliho tanpa memperhatikan sejarah dan evolusi baliho sebagai medium politik. Tulisan sebelumnya juga tidak sempat membahas bagaimana teknologi di balik baliho telah berkembang pesat, dari yang awalnya sederhana hingga menjadi teknologi yang sangat rumit dan kompleks seperti sekarang ini. Namun, semakin saya memperdalam penelitian tentang baliho politik, semakin saya merasa terpanggil untuk mengeksplorasi lebih lanjut.

Fenomena baliho politik tidak hanya merupakan bagian dari proses digitalisasi media promosi, tetapi juga merefleksikan dinamika politik dan sosial dalam masyarakat. Dalam sejarahnya, baliho politik telah menjadi simbol kampanye politik sejak lama, bahkan sebelum era digital. Namun, dengan masuknya teknologi digital, baliho politik mengalami transformasi yang signifikan. Dulu, pembuatan baliho politik memerlukan proses yang rumit dan mahal, tetapi sekarang, dengan adanya teknologi cetak digital dan desain grafis yang canggih, pembuatan baliho menjadi lebih mudah, cepat, dan efisien.

Selain itu, baliho politik juga telah berkembang menjadi sebuah industri yang besar, melibatkan berbagai pihak seperti agen periklanan, desainer grafis, dan produsen media promosi. Hal ini menunjukkan bahwa baliho politik bukan hanya sekadar media promosi, tetapi juga menjadi bagian dari ekosistem politik dan ekonomi dalam sebuah negara.

Namun, semakin canggihnya teknologi baliho politik juga membawa dampak sosial dan politik yang kompleks. Di satu sisi, baliho politik dapat menjadi sarana yang efektif untuk menyampaikan pesan politik kepada massa, tetapi di sisi lain, penggunaan baliho politik yang berlebihan dan tidak terkendali dapat mengganggu tatanan kota, menimbulkan polusi visual, dan bahkan menciptakan ketegangan politik di masyarakat.

Melalui kajian yang lebih mendalam tentang baliho politik, saya semakin memahami bahwa fenomena ini tidak dapat dipandang sebelah mata. Dibalik kemudahan dan efisiensi teknologi digital, terdapat kompleksitas dan dinamika yang perlu dipahami secara mendalam. Sebagai peneliti, saya merasa memiliki tanggung jawab untuk menggali lebih dalam tentang fenomena ini dan menyampaikan hasil penelitian secara obyektif dan komprehensif kepada masyarakat.

Sejarah Awal Baliho

Baliho pertama kali muncul di London pada abad ke-18, mengawali sejarah panjang dan menarik yang mencerminkan perkembangan kota dan masyarakatnya. Awalnya, baliho adalah bentuk reklame yang sederhana, menampilkan nama-nama toko atau produk dengan menggunakan kain atau kertas yang dipasang di dinding atau atap bangunan. Seiring berjalannya waktu, teknologi cetak semakin berkembang, membawa baliho ke tingkat berikutnya.

Pada abad ke-19, teknologi cetak seperti litografi dan kromolitografi mulai digunakan untuk mencetak gambar-gambar berwarna dengan kualitas yang lebih baik. Ini membuka jalan bagi baliho untuk menjadi media promosi yang lebih menarik dan ekspresif. Baliho pada masa ini sering kali menampilkan iklan produk-produk konsumen seperti sabun, rokok, minuman, atau obat-obatan. Salah satu contoh baliho terkenal adalah baliho yang memajang seorang wanita berambut pirang memegang sebotol Coca-Cola, yang menjadi landmark di Piccadilly Circus pada tahun 1908.

Abad ke-20 menyaksikan evolusi baliho dengan penggunaan teknologi elektronik seperti neon, lampu pijar, atau LED. Baliho-baliho dengan teknologi ini menjadi daya tarik tersendiri di kota, menampilkan iklan dari merek-merek ternama seperti Guinness, Shell, Bovril, atau Schweppes. Salah satu baliho ikonik pada masa ini adalah baliho jam digital yang berdetak, yang menjadi landmark di St Martin's Lane pada tahun 1932, yang dipasang oleh perusahaan asuransi Prudential.

Masuk ke abad ke-21, baliho kembali mengalami revolusi dengan teknologi digital yang semakin maju. Penggunaan LCD, plasma, atau hologram memungkinkan baliho menampilkan gambar atau teks dengan resolusi tinggi dan interaktif. Sekarang, baliho tidak hanya sekadar sarana promosi, tetapi juga dapat menyampaikan pesan-pesan informatif, edukatif, atau sosial. Contohnya, baliho-baliho yang mendukung kampanye lingkungan, kesehatan, atau politik. Salah satu contoh inovatif adalah baliho yang menampilkan gambar wajah orang-orang tersenyum, yang menjadi daya tarik di Oxford Street pada tahun 2012, dipasang oleh perusahaan telekomunikasi Orange.

Baliho di London tidak hanya menjadi medium promosi, tetapi juga menjadi bagian dari seni dan budaya kota yang hidup. Mereka mencerminkan kemajuan teknologi dan semangat kreativitas masyarakatnya. Tidak heran, baliho-baliho ini menjadi daya tarik wisata tersendiri bagi para pengunjung yang ingin melihat dan mengabadikan gambar-gambar yang indah dan mengesankan, sekaligus mengikuti jejak sejarah dan evolusi baliho di kota yang megah ini.

Spanduk Tidak  Sama dengan Baliho

Perbedaan antara spanduk dan baliho mencakup beberapa dimensi yang membedakan keduanya dari segi bahan, ukuran, penggunaan, biaya, daya tahan, dan daya tarik. Meskipun keduanya adalah media promosi luar ruangan, perbedaan ini memberikan keunggulan dan kelemahan masing-masing:

Bahan: Spanduk umumnya terbuat dari kain atau bahan fleksibel lainnya seperti vinyl, yang memungkinkannya digantung atau ditempel di berbagai tempat. Di sisi lain, baliho menggunakan bahan kertas atau vinyl yang lebih tebal dan kokoh, dipasang pada konstruksi semi permanen seperti papan atau besi.

Ukuran: Spanduk cenderung memiliki bentuk horizontal dengan ukuran yang bervariasi, mulai dari 90 x 600 cm hingga 100 x 700 cm. Sementara itu, baliho biasanya berbentuk vertikal dengan ukuran yang lebih besar, mulai dari 2 x 3 meter hingga 6 x 12 meter.

Penggunaan: Spanduk sering digunakan untuk menyampaikan informasi lokal seperti ucapan selamat, pengumuman acara, atau propaganda politik. Sebaliknya, baliho lebih sering dipakai untuk promosi produk, kampanye sosial, atau iklan komersial yang bersifat lebih luas.

Biaya: Produksi dan pemasangan spanduk cenderung lebih murah karena menggunakan bahan dan peralatan yang lebih sederhana. Di sisi lain, biaya produksi dan pemasangan baliho lebih tinggi karena menggunakan bahan dan peralatan yang lebih kompleks. Baliho juga memerlukan perizinan dan pajak yang lebih rumit tergantung pada lokasi dan ukurannya.

Daya Tahan: Spanduk memiliki daya tahan yang lebih rendah karena rentan terhadap robekan, pemudaran, atau kotoran. Sementara itu, baliho lebih tahan lama karena lebih kuat, tahan cuaca, dan mudah dibersihkan. Baliho juga memiliki daya tarik visual yang lebih tinggi karena ukurannya yang besar dan lebih mudah dilihat oleh masyarakat.

Penggunaan: Spanduk cocok untuk keperluan sementara, sederhana, dan hemat biaya, sementara baliho lebih sesuai untuk keperluan permanen, mewah, dan berdampak besar. Namun, keduanya dapat digunakan secara bersamaan atau bergantian sesuai dengan tujuan dan strategi promosi yang diinginkan.

Perbedaan ini menunjukkan bahwa spanduk dan baliho masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan yang dapat dipertimbangkan dalam memilih media promosi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran.

Sejarah Spanduk dan Baliho di Indonesia

Spanduk dan baliho menjadi bagian tak terpisahkan dari panorama promosi di Indonesia sejak awal abad ke-20, sejalan dengan kemajuan industri dan perdagangan di negeri ini. Kedua media tersebut menjadi sarana utama bagi para pengusaha dan pedagang, baik lokal maupun asing, untuk memperkenalkan produk dan jasa mereka kepada masyarakat. Namun, peran mereka tidak hanya sebatas sebagai alat promosi komersial; spanduk dan baliho juga menjadi medium penting dalam menyampaikan pesan-pesan sosial, politik, budaya, dan agama kepada publik.

Inspirasi untuk penggunaan spanduk dan baliho di Indonesia banyak diambil dari praktik yang sudah mapan di negara-negara Barat seperti Inggris, Amerika Serikat, dan Prancis, yang telah menggunakan media tersebut sejak abad ke-19. Awalnya, spanduk dan baliho di Indonesia dibuat dari bahan kain atau kertas, kemudian dicetak menggunakan mesin cetak offset atau sablon screen printing. Proses cetak ini mampu menghasilkan gambar dan tulisan dengan warna yang hidup dan menarik, menarik perhatian banyak orang.

Tempat pemasangan spanduk dan baliho di Indonesia juga dipilih dengan strategis, seperti di jalan raya, pasar tradisional, stasiun, bandara, atau gedung-gedung publik yang ramai. Dengan demikian, pesan yang disampaikan dapat menjangkau sebanyak mungkin orang, meningkatkan efektivitas promosi. Tak heran jika spanduk dan baliho menjadi salah satu media promosi yang sangat efektif di Indonesia, berkontribusi pada peningkatan penjualan, kesadaran merek, dan loyalitas pelanggan di berbagai sektor industri. (Bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun