Mohon tunggu...
Aulia
Aulia Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Andalas

Menulis untuk kesenangan dan berbagi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Gunung Marapi: Catatan Letusan yang Panjang dan Risiko Terus Meningkat Sejak 1770

7 Desember 2023   19:10 Diperbarui: 7 Desember 2023   19:29 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Sejarah alam selalu menyimpan kisah-kisah dramatis yang menciptakan jejak mendalam dalam perjalanan bumi kita. Salah satu cerita epik yang terus berkembang sejak hampir dua abad yang lalu adalah letusan gunung yang menakutkan, terjadi di Pulau Sumatera, Indonesia, yakni Gunung Marapi. Sejak tahun 1770, gunung ini telah menjadi saksi bisu dari berbagai letusan tanpa peringatan, membentuk sejarah panjang dan menaikkan tingkat risiko bagi penduduk dan para pendaki yang berani menjelajahi kawasan sekitarnya. 

Letusan Gunung Marapi di Sumatera Barat pernah mengakibatkan korban fatal dan kerusakan infrastruktur pada beberapa kesempatan. Berikut ini adalah beberapa peristiwa letusan gunung Marapi:

  • Pada tanggal 30 April 1979, menurut laporan pers disebutkan 60 orang tewas akibat letusan Gunung Marapi dan disebutkan juga 19 orang pekerja penyelamat terperangkap oleh tanah longsor.
  • Pada tahun 1992, letusan Gunung Marapi menyebabkan kerusakan pada lima daerah di sekitarnya, yaitu Kabupaten Agam, Tanah Datar, Padang Panjang, Bukittinggi, dan Kota Solok. Selain itu, letusan tersebut juga memakan korban jiwa sebanyak 80 orang.
  • Pada tahun 2001, letusan Gunung Marapi mengeluarkan kolom abu setinggi 6 kilometer yang menyebar ke berbagai arah. Letusan tersebut juga menghancurkan rumah-rumah penduduk dan lahan pertanian di sekitarnya. 
  • Terakhir baru-baru ini, 3 Desember 2023, letusan gunung Marapi mengakibat 23 orang pendaki meninggal dan menyebab hujan abu dan kerikil di daerah sekitarnya.

Awal Mula dan Keterlibatan Manusia.

Gunung Marapi, dengan ketinggian mencapai 2.891 meter di atas permukaan laut, bukan hanya menonjolkan keindahannya, tetapi juga mempertontonkan kekuatannya yang menakutkan. Sejak tahun 1770, letusan letusan tersebut menjadi catatan dramatis yang melibatkan tidak hanya geologi bumi, tetapi juga kehidupan manusia. Pertama kali letusan tercatat pada abad ke-18, manusia mulai menyadari potensi bahaya yang dimiliki oleh gunung ini.

Keterbatasan Pemahaman dan Teknologi.

Ketika letusan pertama terjadi, pemahaman manusia tentang geologi dan aktivitas vulkanik masih sangat terbatas. Teknologi yang terbatas pada waktu itu membuat sulit untuk memberikan peringatan dini atau mengamati pola perilaku gunung secara akurat. Oleh karena itu, sebagian besar letusan terjadi tanpa peringatan, mengejutkan penduduk setempat dan menjadikan Gunung Marapi sebagai ancaman konstan.

Letusan Tanpa Peringatan: Risiko bagi Penduduk dan Pendaki

Keadaan Tanpa Peringatan. Salah satu ciri khas letusan Gunung Marapi adalah sifatnya yang sering kali tanpa peringatan. Tidak seperti beberapa gunung berapi lain yang mungkin memberikan tanda-tanda sebelum meletus, Gunung Marapi telah terkenal karena kemampuannya untuk melepaskan kemarahan tanpa memberikan peringatan apapun. Hal ini meningkatkan risiko bagi penduduk yang tinggal di sekitar kaki gunung, serta para pendaki yang memutuskan untuk menjelajahi keindahan alamnya.

Dampak Terhadap Penduduk. Dampak terbesar dari letusan tanpa peringatan adalah pada penduduk setempat. Mereka, yang sering kali hidup dalam keseharian yang rukun dengan alam, harus selalu siaga terhadap potensi letusan yang dapat terjadi kapan saja. Kehidupan sehari-hari mereka, termasuk pekerjaan di lahan pertanian dan peternakan, sering kali terhenti mendadak, meninggalkan mereka dalam situasi sulit ekonomi dan sosial.

Tantangan Bagi Para Pendaki. Para pendaki, yang tertarik akan petualangan di ketinggian, juga menghadapi risiko yang signifikan. Saat letusan terjadi, mereka mungkin berada di jalur pendakian atau bahkan di puncak gunung. Kurangnya peringatan seringkali membuat mereka berada dalam bahaya nyata tanpa kesempatan untuk menghindar. Letusan dapat melepaskan aliran lahar panas, abu vulkanik, dan batu yang berbahaya, menghadirkan ancaman langsung bagi keselamatan mereka.

Faktor-Faktor Penyebab Letusan Tanpa Peringatan

Ketidakstabilan Dapur Magma

Salah satu faktor utama yang menyebabkan letusan tanpa peringatan adalah ketidakstabilan di dalam dapur magma Gunung Marapi. Proses geologis yang kompleks dapat memicu pelepasan tekanan yang mendalam, menciptakan dorongan tak terduga dari magma yang bisa meletus kapan saja. Kondisi ini membuat prediksi letusan menjadi sulit, dan para ilmuwan terus bekerja keras untuk memahami perilaku magma yang kompleks ini.

Material Vulkanik yang Berbahaya

Setiap letusan Gunung Marapi menghasilkan berbagai material vulkanik yang sangat berbahaya. Abu vulkanik dapat mencapai ketinggian yang signifikan, menyebabkan gangguan pada penerbangan dan mencemari udara di sekitarnya. Lahar panas, yang merupakan campuran air, batu, dan material vulkanik lainnya, dapat mengalir dengan cepat, menghancurkan segala yang ada di jalurnya. Semua ini merupakan ancaman serius bagi siapa pun yang berada di dekat gunung saat letusan terjadi.

Kondisi Cuaca yang Memperparah

Letusan Gunung Marapi sering kali terjadi pada kondisi cuaca yang tidak mendukung. Hujan dan awan mendung dapat memperparah dampak letusan, meningkatkan volume lahar panas, menyebabkan banjir bandang, dan menurunkan suhu udara. Kondisi cuaca yang buruk ini juga dapat menghambat upaya pencarian dan penyelamatan, menambah kompleksitas dalam menangani bencana alam ini.

Solusi Mitigasi Bencana

Mencegah. Langkah pertama dalam mengurangi risiko letusan Gunung Marapi adalah upaya pencegahan. Identifikasi dan pemetaan daerah potensi bahaya menjadi kunci dalam menentukan zona-zona evakuasi. Peraturan dan kebijakan ketat terkait pengelolaan kawasan gunung berapi harus diberlakukan untuk melindungi masyarakat.

Mengurangi. Peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang potensi bahaya gunung berapi adalah kunci untuk mengurangi risiko. Melalui sosialisasi dan edukasi yang intensif, masyarakat dapat memahami tindakan yang perlu diambil dalam menghadapi bencana alam. Pembentukan tim relawan dan satuan tugas bencana, serta penyediaan peralatan yang diperlukan, dapat memperkuat kemampuan masyarakat dalam menghadapi situasi darurat.

Menyiapkan. Persiapan yang matang adalah kunci untuk bertahan dari dampak letusan. Rencana kontinjensi dan evakuasi bencana harus disusun dan diuji secara berkala. Penetapan jalur dan tempat evakuasi yang aman serta kemampuan untuk menyimpan dokumen dan barang berharga menjadi langkah-langkah penting dalam menyongsong bencana alam.

Merespon. Ketika letusan terjadi, respons yang cepat dan terorganisir sangat penting. Mengikuti arahan dari pihak berwenang, seperti Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), dapat meminimalkan kerugian manusia. Penggunaan masker dan kacamata untuk melindungi diri dari abu vulkanik, serta menghindari kontak dengan lahar panas dan material vulkanik lainnya, adalah bagian dari respons pribadi yang diperlukan.

Memulihkan. Setelah badai letusan mereda, upaya pemulihan harus dimulai. Penerimaan bantuan dan dukungan dari pemerintah, lembaga, dan masyarakat adalah kunci untuk memulihkan kondisi fisik, mental, dan sosial yang terganggu. Memperbaiki dan membangun kembali infrastruktur dan fasilitas yang rusak, meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan ekonomi, serta menanam kembali pohon-pohon yang terbakar atau layu adalah langkah-langkah penting untuk mengembalikan kehidupan ke keadaan normal.

Ketegasan Menegakkan Status Siaga

Penerapan peringatan siaga 2 oleh pemerintah dapat menjadi langkah krusial untuk mengurangi risiko dan dampak letusan Gunung Marapi terhadap pendaki dan penduduk di sekitarnya dalam konteks mitigasi bencana. Langkah-langkah tegas yang perlu diambil oleh pemerintah melibatkan pemantauan intensif, komunikasi efektif, evakuasi tepat waktu, dan edukasi masyarakat.

Pemantauan Intensif dan Teknologi Canggih: Pemerintah harus meningkatkan sistem pemantauan Gunung Marapi dengan teknologi canggih seperti sensor vulkanik, kamera pemantauan, dan analisis data geologis untuk mendeteksi perubahan di gunung lebih awal.

Komunikasi Efektif dan Sistem Peringatan Dini: Peringatan siaga 2 harus didukung oleh sistem peringatan dini yang cepat dan akurat, mencakup pesan teks, pengumuman media massa, dan penggunaan sistem alarm terintegrasi.

Evakuasi Tepat Waktu dan Jalur Evakuasi yang Jelas: Perencanaan evakuasi yang matang dan informasi yang jelas mengenai jalur evakuasi menjadi langkah penting untuk memastikan keselamatan pendaki dan penduduk setempat.

Edukasi Masyarakat: Selain peringatan siaga 2, edukasi intensif tentang bahaya letusan Gunung Marapi, tanda-tanda awal, langkah-langkah darurat, dan tata cara evakuasi perlu disampaikan kepada masyarakat dan pendaki.

Penegakan Hukum dan Sanksi: Pemerintah harus menegakkan hukum terkait, termasuk memberlakukan sanksi bagi mereka yang mengabaikan peringatan dan memasuki kawasan berbahaya selama peringatan siaga 2.

Kerjasama Internasional: Kerjasama dengan negara-negara tetangga dan lembaga internasional perlu ditingkatkan untuk pertukaran informasi, bantuan teknis, dan kolaborasi dalam mitigasi bencana.

Pembangunan Infrastruktur Tanggap Bencana: Melibatkan pemangku kepentingan terkait dalam pembangunan infrastruktur tanggap bencana, termasuk peningkatan aksesibilitas ke lokasi evakuasi, penyediaan sarana kesehatan, dan perlengkapan darurat.

Dengan implementasi tegas peringatan siaga 2 dan dukungan langkah-langkah mitigasi bencana yang menyeluruh, lingkungan di sekitar Gunung Marapi dapat menjadi lebih aman bagi pendaki dan penduduk. Sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya adalah kunci dalam meminimalkan risiko dan mengatasi dampak letusan gunung berapi.

Pendaki Harus Rasional Menanggapi Status Siaga

Dalam menghadapi status siaga Gunung Marapi, pendaki perlu mengadopsi sikap rasional yang berlandaskan pemahaman mendalam terhadap kondisi dan potensi bahaya yang mungkin timbul. Beberapa langkah rasional dapat diambil oleh para pendaki dalam menghadapi situasi siaga gunung. Pertama, pendaki seharusnya memantau informasi resmi dari otoritas terkait, seperti Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) atau Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). Panduan dan peringatan resmi ini memberikan arahan yang dapat diandalkan mengenai status dan potensi bahaya Gunung Marapi.

Kemudian, penting bagi pendaki untuk memahami arti dari setiap tingkat status siaga. Dalam kasus Gunung Marapi, siaga 2 mungkin menunjukkan bahwa aktivitas vulkanik meningkat, tetapi belum mencapai tingkat letusan yang tidak terkendali. Memahami arti status siaga membantu pendaki membuat keputusan yang tepat. Setiap pendaki juga perlu secara jujur menilai kemampuan mereka sendiri dan kelompok dalam menghadapi situasi darurat. Jika seseorang atau kelompok tidak merasa siap atau memiliki keterampilan yang cukup, mungkin lebih baik menunda atau membatalkan pendakian.

Jika status siaga meningkat dan terdapat anjuran atau perintah untuk evakuasi, pendaki harus mengikuti prosedur evakuasi yang telah ditetapkan oleh pihak berwenang. Ini mencakup mengikuti rute evakuasi yang ditentukan dan tidak mengabaikan arahan darurat. Pendaki yang memutuskan untuk melanjutkan pendakian sebaiknya membawa perlengkapan dan peralatan darurat yang memadai, termasuk masker anti-debu, kacamata pelindung, dan perlengkapan medis yang mungkin diperlukan dalam kondisi darurat.

Penting untuk menjaga komunikasi dan koordinasi dengan sesama pendaki, tim penyelamat, dan pihak berwenang. Informasi yang akurat dan berbagi pengalaman dapat membantu dalam pengambilan keputusan yang lebih baik di lapangan. Kondisi cuaca juga perlu dipantau karena dapat memengaruhi dampak letusan gunung. Pendaki harus mempertimbangkan dampaknya terhadap keputusan mereka, karena cuaca buruk dapat meningkatkan risiko dan mengubah dinamika pendakian.

Terakhir, jika pihak berwenang memutuskan untuk menutup jalur pendakian atau kawasan sekitar gunung, pendaki harus menghormati kebijakan tersebut. Penutupan tempat pendakian dilakukan untuk melindungi keselamatan semua orang. Sikap rasional pendaki sangat diperlukan dalam menghadapi status siaga gunung Marapi atau gunung berapi lainnya. Keputusan yang diambil dengan bijak dapat melindungi keselamatan dan kesejahteraan pendaki serta membantu dalam upaya mitigasi bencana yang dilakukan oleh pihak berwenang.

Tempat Istirahat dan Evakuasi Darurat Yang Kokoh

Penting bagi pemerintah untuk mempertimbangkan penyiapan tempat peristirahatan sepanjang pendakian Gunung Marapi, yang sekaligus dapat berfungsi sebagai tempat evakuasi darurat dalam menghadapi potensi letusan. Langkah ini akan memberikan manfaat besar bagi keselamatan pendaki dan masyarakat sekitar.

Penyiapan tempat peristirahatan di sepanjang jalur pendakian dapat mencakup berbagai fasilitas, seperti pondok atau pos istirahat yang dilengkapi dengan fasilitas kesehatan dan informasi terkini mengenai status gunung. Tempat ini dapat memberikan pendaki tempat untuk beristirahat, mendapatkan pemantauan medis ringan, dan mendapatkan informasi terkini mengenai potensi bahaya atau perubahan status gunung. Selain itu, tempat peristirahatan yang terpilih dengan cermat dapat diatur sedemikian rupa sehingga memudahkan evakuasi darurat dalam situasi yang memerlukan tindakan cepat. Jalur evakuasi yang jelas dan terarah, pos-pos evakuasi yang mudah diakses, dan fasilitas penunjang evakuasi menjadi hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan.

Keberadaan tempat peristirahatan dan evakuasi darurat ini dapat meningkatkan respons terhadap situasi darurat dengan memberikan akses cepat dan efisien kepada pendaki. Selain itu, fasilitas ini dapat menjadi pusat koordinasi bagi tim penyelamat dan pihak berwenang dalam melakukan evakuasi massal atau memberikan pertolongan medis darurat.

Penting untuk melibatkan pemangku kepentingan lokal, seperti kelompok pendaki, organisasi penyelamat, dan komunitas sekitar gunung, dalam perencanaan dan pengelolaan tempat peristirahatan dan evakuasi darurat ini. Kolaborasi dengan pihak terkait dapat memastikan bahwa fasilitas tersebut sesuai dengan kebutuhan nyata dan dapat dioperasikan dengan efektif.

Dengan penyiapan tempat peristirahatan yang berfungsi ganda sebagai tempat evakuasi darurat, pemerintah dapat meningkatkan kesiapsiagaan dan respons terhadap potensi letusan Gunung Marapi. Langkah ini mencerminkan komitmen untuk melindungi keselamatan pendaki dan masyarakat, serta memberikan solusi yang holistik dalam menghadapi potensi bencana alam di wilayah tersebut.

Penutup

Letusan Gunung Marapi di Sumatera Barat adalah nyata, melibatkan sejarah panjang dan risiko yang terus meningkat sejak 1770. Sebagai salah satu gunung berapi paling aktif di Pulau Sumatera, upaya mitigasi bencana yang berbasis komunitas dan masyarakat harus dikedepankan. Mencegah, mengurangi, menyiapkan, merespon, dan memulihkan adalah langkah-langkah esensial dalam menanggapi letusan gunung berapi seperti Gunung Marapi.

Semoga dengan pemahaman yang lebih baik tentang risiko ini, masyarakat dan pemerintah setempat dapat bersama-sama bekerja untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan tangguh. Kita tidak bisa menghentikan letusan alam, tetapi dengan persiapan dan respons yang baik, kita dapat meminimalkan dampaknya dan membantu komunitas pulih setelah badai berlalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun