5. Aspek Organisasi
Secara umum organisasi ini berkontribusi terhadap munculnya korupsi karena membuka peluang atau peluang. Misalnya, kurangnya contoh kejujuran manajer, budaya yang benar, sistem akuntabilitas yang tidak memadai, atau sistem kontrol manajemen yang lemah.
Organisasi mendapat manfaat dari anggotanya yang menjadi birokrat dan bermain celah. Misalnya, partai politik menggunakan metode ini untuk membiayai organisasinya. Pengangkatan pejabat daerah juga merupakan jalan bagi partai politik untuk mencari cara agar roda organisasi tetap berputar, apalagi politik uang dan siklus korupsi terlahir kembali.
Lalu Bagaimana upaya dalam mencegah kejahatan dan korupsi melalui pendekatan paideia?
Manusia pada dasarnya tidak dapat terlepas dari kodratnya sebagai makhluk sosial, makhluk yang tidak dapat hidup sendiri, dan makhluk yang pasti hidup beriringan dengan makhluk lain. Karena adanya dorongan untuk hidup bersama dalam lingkungan kondisi masyarakat yang majemuk, manusia dituntut untuk memiliki etika serta menanamkan nilai-nilai sosial dalam kehidupan. Sebagai makhluk yang juga memiliki batasannya, berbagai tuntutan yang dilayangkan oleh kehidupan tentu saja berpotensi besar.
Secara etimologis, kata pedia berasal dari bahasa Yunani kuno Paideia, yang berarti pendidikan umum.
Paideia sebenarnya adalah sistem pendidikan dan budaya Yunani dan Romawi kuno. Paideia juga digunakan dalam matematika, geografi, sejarah alam, tata bahasa, retorika, dan filsafat. Ini juga digunakan untuk istilah latihan seperti senam dan musik.
Menurut Werner Jaeger (1888 -- 1961), paideia ditafsirkan menjadi  salah satu bagian dari pendidikan dan kebudayaan Yunani. Paideia jika dilihat melalui segi pendidikan, yakni suatu proses pembentukan diri ke dalam wujud tertentu yang ideal. Akan tetapi jika dipandang melalui segi kebudayaan atau kultur, paideia merupakan suatu kesadaran  yang ditandai dengan hadirnya arus intelektual dan spiritual yang beragam, berhantaman, dan saling menyeimbangkan.
Diyakini oleh Cicero, seorang filsuf ternama asal Italia. Cicero meyakini bahwa Paideia dapat diterjemahkan secara harafiah sebagai sifat dasar manusia, yang mengacu pada hal-hal yang bersifat statis, sulit untuk diubah, dan memiliki pola yang sama hampir pada seluruh individu. Sebagai makhluk yang berakal budi dan bermartabat, manusia pasti memiliki sifat alamiah yang dirasakan baik secara sadar maupun tidak sadar, dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja, untuk melindungi dirinya. Semua manusia tentu menghendaki kesuksesan bagi dirinya dan tidak satupun menghendaki kegagalan dalam langkah hidupnya. Paideia sendiri merujuk pada kondisi dimana seluruh hasrat kebutuhan manusia sudah terpenuhi secara matang, demi mencapai tujuan ini, tidak sedikit manusia yang dengan sukarela melakukan apapun, bahkan dengan sadar dan sengaja mengesampingkan segala bentuk etika, norma, dan nilai-nilai sosial untuk mencapai kepuasan dan kebahagiaan pribadi.
Dalam konteks ini, Plato, seorang filsuf asal Yunani, memandang Paideia sebagai sebuah pendidikan ini diharapkan terciptanya keadilan, baik keadilan individu atau perseorangan, maupun keadilan sosial bagi kalangan masyarakat. Plato juga mengungkapkan bahwa salah satu faktor pendorong terbesar terciptanya keadilan individu bagi perseorangan adalah individu tersebut, jika seorang individu mampu mengembangkan dan menggunakan potensi serta kemampuannya secara maksimal. Konteks keadilan dalam teori yang diungkapkan oleh Plato sendiri juga dimaknai sebagai keunggulan, yang mana masyarakat Yunani kuno meyakini bahwa keunggulan dapat dimaknai sebagai kebajikan, yang bermakna asal usul terciptanya pengetahuan, sehingga pada konteks ini Plato juga ingin menyampaikan bahwa hendaknya segala pengetahuan juga didasari oleh rasa adil atau keadilan.
Aristoteles sendiri meyakini bahwa kebahagiaan jiwa individu merupakan hal yang paling mulia dalam hidup, karena sebagai makhluk yang berakal, yang juga membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya, manusia memiliki kemampuan dan potensi untuk mencapai kebahagiaan melalui nilai-nilai moral dan intelektual. Ia sangat percaya bahwa selain naluri, manusia memiliki landasan intelektual dan pengetahuan yang sangat memadai, yang dalam keadaan sadar dapat mempertimbangkan dan merenungkan nilai-nilai moral pada setiap langkah yang dapat membawanya lebih dekat ke tujuan hidupnya. , dilindungi pada setiap tahap dari segala jenis kejahatan, tindakan tidak menyenangkan dan ketidakadilan individu dan sosial.
Orang Yunani mengatakan bahwa orang-orang ideal ketika mereka pada dasarnya adalah makhluk sosial atau politik, terikat oleh hukum, mampu mengekspresikan sifat mereka sendiri dan melayani komunitas manusia di mana mereka berada. Orang Yunani memiliki pandangan mengenai pendidikan, yaitu sebagai model karakter yang dibentuk dengan citra ideal manusia. Untuk pendidikan Yunani, humanisme adalah ide sentral. Dimana humanisme adalah pembentukan manusia yang sesuai dengan model manusia universal, bukan individualisme yang berkembang secara bebas melalui kecenderungan dan karakteristik pribadi. Dilihat dari jauh, cita-cita budaya orang Yunani adalah kehidupan yang mengikuti hukum-hukum yang mengikat manusia pada tatanan dunia.Pendidikan bagi Yunani Klasik adalah upaya membangun sinergi konstruktif bagi pengaktualan potensi potensi kecerdasan dalam diri manusia.