Terdapat sebuah perspektif moral yang mengatakan bahwa perilaku yang dikategorikan sebagai kejahatan dicirikan dengan 2 faktor, yaitu memiliki niat untuk melakukan perilaku tersebut (mens rea) dan terlaksananya perilaku tersebut tanpa adanya paksaan orang lain (actus reus).
Dengan demikian, hal ini akan diuraikan mengenai penyebab kejahatan dalam konteks tindak pidana korupsi. Setiap individu atau kelompok yang melakukan tindak pidana korupsi, tentu jika memberikan alasan mengapa mereka melakukan tindakan itu Perlu dilakukan penyelidikan. Salah satu teori tentang penyebab korupsi yaitu Gone Theory yang dikemukakan oleh Jack Bologne. Menurut Bologne, alasan seseorang melakukan korupsi adalah karena keserakahaan (greed), kesempatan (opportuntity), kebutuhan (need), dan pengungkapan (exposure). Keserakahan (Greed) yang dimaksud adalah sikap serakah yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Sikap tersebut sangat bertentangan karena menodai jiwa yang suci. Jika sikap serakah tersebut melebihi batasnya, maka akan berakibat seseorang tidak akan pernah merasa cukup dalam dirinya. Kesempatan (Opportunity) merupakan suatu hal yang memilki hubungan dengan suatu kondisi atau keadaan organisasi, instansi, dan masyarakat. Jika dilihat peluang untuk melakukan kecurangan terlihat besar, maka akan semakin mudah bagi individu atau kelompok untuk melancarkan niatnya dalam melakukan kecurangan tersebut.
 Menurut Bologne, penyebab seseorang melakukan korupsi karena adanya Korupsi itu sendiri, di sisi lain, adalah praktik yang tidak pernah berakhir selama pandangan tentang kekayaan tetap tidak berubah. Semakin banyak orang salah paham tentang kekayaan, semakin banyak orang melakukan korupsi. Ada dua faktor utama yang menyebabkan korupsi: faktor internal dan eksternal. .
*Faktor Penyebab Internal
Faktor internal merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya korupsi yang bersumber dari dalam diri seseorang. Berdasarkan Aspek Perilaku Pribadi
1. Sifat serakah manusia
Keserakahan  adalah sifat yang membuat seseorang tidak selalu merasa cukup dengan apa yang dimilikinya, tetapi selalu menginginkan lebih. Dengan keserakahan, seseorang terlalu mencintai kekayaan. Meskipun mungkin dia memiliki banyak kekayaan atau statusnya tinggi. Pengendalian keserakahan membuat seseorang berhenti memikirkan halal dan haram ketika mencari makanan. Fitur ini menjadikan korupsi sebagai kejahatan yang dilakukan oleh para profesional, senior, dan individu kaya.
2. Gaya hidup konsumtif
Sifat rakus dan gaya hidup  konsumtif merupakan faktor  internal korupsi. Mengkonsumsi gaya hidup seperti membeli barang mewah dan mahal serta mengikuti trend gaya hidup urban yang  glamor. Korupsi bisa terjadi ketika seseorang menjalani gaya hidup konsumtif tetapi tidak memiliki penghasilan yang layak.
3. Moral yang lemah
Orang yang bermoral rendah mudah sekali terjerat korupsi. Aspek moral yang lemah, misalnya kurangnya kepercayaan, kejujuran atau rasa malu dalam kaitannya dengan tindakan korupsi. Jika moral rendah, akan sulit untuk menahan godaan korupsi di masa depan. Godaan untuk melakukan korupsi bisa datang dari atasan, rekan kerja, bawahan atau pihak lain yang memberikan kesempatan.
Faktor Penyebab Eksternal
1. Aspek politik
Keyakinan bahwa politik memiliki manfaat besar merupakan faktor eksternal yang mendorong terjadinya korupsi. Tujuan politik menjadi kaya pada akhirnya menghasilkan kebijakan moneter. Kebijakan moneter memungkinkan orang memenangkan perlombaan dengan membeli suara atau menyuap pemilih dan anggota partai politik.Pejabat dalam kebijakan moneter hanya menginginkan kekayaan dan merusak tugas utama mereka untuk melayani rakyat. Menghitung untung rugi, pemimpin kebijakan moneter tidak peduli dengan nasib konstituennya, yang terpenting baginya adalah bagaimana memulihkan dan melipatgandakan biaya politik. Imbalan politik, seperti jual beli suara di DPR atau partai politik pendukung, juga mendorong pejabat untuk melakukan korupsi. Dukungan untuk partai politik yang menuntut kompensasi atas layanan akhirnya mengarah pada pengakuan politik. Pejabat terpilih secara rutin menunjukkan rasa hormat yang besar kepada partai dan menegakkan korupsi.
2. Aspek hukum
Hukum menjadi faktor penyebab korupsi yang dapat dilihat dari dua sisi, kelemahan legislasi dan sisi penegakan hukum. Para koruptor mencari celah hukum untuk mengambil tindakan. Lebih jauh lagi, penuntutan yang tidak memberikan efek jera justru memperkuat korupsi dan korupsi terus tumbuh subur.
Hukum menjadi faktor penyebab terjadinya korupsi ketika banyak produk hukum dengan aturan yang tidak jelas, pasal yang multitafsir, dan undang-undang cenderung menguntungkan pihak tertentu. Sanksi yang tidak proporsional, terlalu ringan atau tidak tepat sasaran pada pelaku korupsi juga membuat pelaku korupsi enggan menggunakan dana negara.
3. Aspek sosial
Kehidupan sosial seseorang dipengaruhi oleh korupsi, terutama keluarga. Bukannya menegur atau menghukum, keluarga justru mendukung seseorang yang korup untuk memenuhi keserakahannya. Aspek sosial lainnya adalah nilai dan budaya masyarakat yang mendukung korupsi. Misalnya, orang hanya menilai seseorang karena kekayaannya atau terbiasa memberikan kompensasi kepada pejabat.
Dalam sistem buatan yang diperkenalkan oleh Robert Merton, korupsi adalah perilaku manusia yang disebabkan oleh tekanan sosial yang menyebabkan terjadinya pelanggaran norma. Menurut teori Merton, terlalu banyak keberhasilan ekonomi terhambat oleh kondisi sosial suatu tempat, tetapi membatasi peluang untuk mencapainya, yang mengakibatkan tingginya tingkat korupsi.
Teori korupsi karena faktor sosial lainnya dikemukakan oleh Edward Banfeld. Menggunakan teori partikularisme, Banfeld menghubungkan korupsi dengan tekanan keluarga. Spesialisasi mengacu pada rasa kewajiban untuk membantu orang-orang dekat seperti keluarga, teman, kerabat atau kelompok dan berbagi sumber pendapatan. Terakhir, ada nepotisme yang bisa berujung pada korupsi.
4. Aspek Ekonomi
Faktor ekonomi seringkali dipandang sebagai penyebab utama terjadinya korupsi. Di bawah ini adalah pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi kebutuhan. Fakta juga menunjukkan bahwa korupsi tidak dilakukan oleh mereka yang gajinya pas-pasan. Korupsi dalam jumlah besar sebenarnya dilakukan oleh orang-orang kaya dan berpendidikan tinggi.
Kita telah melihat banyak pemimpin daerah atau anggota DPR ditangkap karena korupsi. Mereka tidak korup karena kurangnya kekayaan tetapi karena keserakahan dan moral yang buruk
Di negara dengan sistem ekonomi monopoli, kekuasaan negara disusun untuk menciptakan peluang ekonomi bagi pegawai negara untuk memajukan kepentingannya sendiri dan kepentingan sekutunya. Kebijakan ekonomi tidak dikembangkan secara inklusif, transparan dan bertanggung jawab.