Mungkin beberapa dari kita sudah sering mendengar tentang istilah pajak atau perpajakan, sehingga pajak bukanlah suatu hal yang baru bagi kira . Namun, tahukan kalian bahwa pajak sendiri memiliki beberapa jenis dan macamnya.
 Nah, pada kali kita akan membahas sedikit tentang pajak untuk pelaku UMKM
Menurut Anisa Marjuni Surip, Seorang Tax Specialist. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.Â
Sedangkan UMKM adalah singkatan dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Merupakan sebuah usaha yang dijalankan baik oleh perorangan, kelompok, badan usaha kecil, maupun rumah tangga.
Anisa Marjuni Surip menjelaskan bahwa Wajib pajak untuk UMKM berdasarkan PP nomor 55 tahun 2022. Pph final 0,5% untuk pajak umkm adalah pajak atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki omzet dibawah 4,8 miliar dalam setahun
- 7 tahun untuk wajib pajak orang pribadi
- 4 tahun untuk wajib pajak badan usaha berbentuk koperasi, cv, atau firma
- 3 tahun untuk wajib pajak badan usaha berbentuk perseroan terbatas atau PT
Ada dua macam wajib pajak yang harus dibayarkan oleh UMKM yang di bedakan melalui jangka waktu pembayarannya, yaitu:
A.Pajak bulanan
1)Pajak penghasilan (PPh)) pasal 21 jika UMKM punya karyawan
2)PPh Pasal 23 jika ada transaksi jasa dengan wajib pajak dalam negeri
3)PPh pasal 4 ayat (2) jika terdapat sewa gedung atau kantor dan lainnya
4)PPh Final UMKM jika Menggunakan tarif PPh 0,5%
5)Pajak pertambahan Nilai (PPN) jika UMKM sudah berstatus PKP (Pengusaha Kena Pajak)
Â
B.Pajak Tahunan
Â
Pajak UMKM yang di dikenakan saat pelaporan surat pemberitaan tahunan PPh Final tidak dikenakan pajak lagi, karena UMKM yang memenuhi syarat dapat memanfaatkan tarif pajak final, artinya setelah UMKM membayar pajak sesuai tarif final, kewajiban pajak untuk penghasilan tersebut sudah dianggap selesai, tetapi harus melapor dengan status nihil.Â
Dalam hal pelaksanaannya, Ada beberapa faktor yang menghambat para pelaku UMKM dalam melakukan pembayaran pajak.Â
Yang pertama, kurangnya pemahaman mengenai peraturan pemerintah terkait ketentuan perpajakan. Hal ini bisa mencakup beberapa aspek, seperti :
- Ketidakpastian Tentang jenis pajak yang harus di bayar, seperti pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai(PPN), atau pajak daerah.Â
- Ketidakjelasan mengenai cara mengisi dan menyerahkan lappran pajak, termasuk tenggat waktu dn dokumen yang diperlukan.Â
- Peraturan yang berubah dikarenakan peraturan lama yang di perbarui. Kurangnya pemahaman terhadap perubahan ini dapat menyebabkan ketidak sesuaian  dalam pelaporan pembayaran pajak.Â
Yang kedua, kurangnya pengetahuan dalam pengelolaan pembukuan keuangan untuk wajib pajak (pembukuan, penghitungan, penyetoran, dan pelaporan pajak). Hal ini bisa mencakup beberapa aspek seperti:
- Pembukuan yang tidak rapi, tanpa pengetahuan yang memadai tentang cara melakukan pembukuan , banyak wajib pajak yang mungkin tidak mencatat transaksi keuangan dengan benar.Â
- Penghitungan pajak keliru. Kurangnya pemahaman tentang cara menghitung pajak terutang dapat menyebabkan kesalahan dalam perhitungan.Â
- Kesulitan dalam menyetor pajak. Penyetoran pajak seringkali rumit, terutama jika tidak memiliki pengetahuan yang cukup, maka dapat mengakibatkan keterlambatan dalam pembayaran yang berpotensi menimbulkan denda.Â
- Pelaporan tidak tepat waktu. Tanpa pemahaman yang baik tentang tenggat waktu pelaporan, para wajib pajak mungkin melewatkn waktu yang ditentukan yang dapat berakibat pada sanksi administratif.Â
Yang Ketiga, Kurangnya sumber daya manusia yang ahli di bidang pajak, dalam hal ini bisa seperti staf dalam sebuah perusahaan. Yang mencakup:
Â
- Kesalahan dalam pelaporan. Tanpa adanya staf yang berpengalaman, kemungkinan untuk terjadinya kesalahan saat pelaporan pajak meningkat, yang bisa berakibat terkena sanksi ataupun denda
- Kepatuhan yang rendah. Kurangnya pemahaman dan keahlian di bidang pajak dapat menyebabkan ketidakpatuhan terhadap peraturan perpajakan yang berpotensi mengganggu aktivitas bisnis
Apabila UMKM tidak patuh pajak, maka akan mendapatkan konsekuensi tertentu, antara lain seperti :
1)Sanksi administrasi. Biasanya ada denda yang dikenakan atas keterlambatan pembayaran pajak. Denda ini dapat meningkatkan seiring dengan lamanya keterlambatan.Â
2)Bunga. Selain denda, wajib pajak mungkin juga untuk dikenai bunga atas jumlah pajak yang belum di bayar. Bunga ini biasanya dihitung berdasarkan jumlah hari keterlambatan.Â
3)Penyitaan aset. Dalam kasus yang lebih serius, pemerintah dapat menyita aset atau properti untuk memenuhi kewajiban pajak yang belum dibayarkan.Â
4)Tindakan hukum. Bagi wajib pajak yang secara terus menerus mengabaikan kewajiban pajak bisa mendapat tindakan hukum yang visa berujung pada tuntutan pidana.Â
5)Penutupan usaha. Untuk bisnis, ketidakpatuhan pajak yang berkepanjangan dapat mengakibatkan pencabutan izin usaha atau penutupan secara paksa.Â
6)Masalah dengan lisensi dan izin. Ketidakpatuhan pajak dapat menghambat serta memperpanjang masalah lisensi dan izin yang di perlukan untuk operasi usaha.Â
Melihat dari beberapa permasalahan di atas, mungkin perlu bagi pemerintah untuk melakukan Reformasi perpajakan. Mengapa?
Â
- Tingkat kepatuhan wajib pajak yang masih rendah
- Tingkat penerimaan pajak yang setiap tahun meningkat
- Jumlah SDM tidak sebanding dengan penambahan jumlah wajib pajak
- Perkembangan ekonomi digital dan kemajuan teknologi
Meskipun begitu, pemerintah sebenarnya sudah pernah beberapa kali melakukan Reformasi perpajakan, yaitu :
1)Reformasi undang- undang perpajakan pada tahun 1983 dimana terjadi peralihan ke sistem self assesment
2)Reformasi undang – undang perpajakan pada tahun 1991- 2000 dengan penyederhanaan jenis pajak
3)Reformasi birokrasi pada tahun 2000-2001 melalui penetapan visi dan misi serta blue print
4)Reformasi perpajakan jilid 1 pada tahun 2002 – 2008 dengan modernisasi perpajakan dan amandemen UU perpajakan
5)Reformasi perpajakan jilid 2 pada tahun 2009 – 2014 dengan meningkatkan internal control
6)Kebijakan tax amnesty atau pengampunan pajak melalui Undang-Undang pengampunan pajak tahun 2016
7)Reformasi perpajakan jilid 3 pada tahun 2017 hingga sekarang melalui konsolidasi,akselerasi, dan kontinuitas Reformasi perpajakan
Menurut Siti rahayu, penyuluh pajak ahli kanwil DJP Jatim 3. Di lansir dari data Kemenkeu, Â menyatakan bahwa pendapatan negara pada tahun 2024 berada pada angka Rp. 2.802,3 Triliun, tumbuh 6,3% dari outlook tahun 2023. Jumlah tersebut diperoleh dari
Â
1)Perpajakan Rp. 2.309,9 T . Jumlah ini berasal dari dua sumber yaitu pajak sebesar Rp. 1.988,9 T, dan Rp. 321 T berasal dari kepabean dan cukai
2)Penerimaan negara bukan pajak Rp. 492 T
3)Hibah Rp. 0,4 T
Sementara, pada tahun 2024 angka belanja negara sebesar Rp.3.325,1 Triliun, ini tumbuh 6,4% dari tahun 2023. Jumlah tersebut di alokasi kepada belanja pemerintah pusat sebesar Rp. 2.467,5 T Â dan sisanya sebesar Rp. 857,6 T berikan ke pemerintah daerah.Â
Negara sendiri menerima pendapatan dari pajak sebesar 71% dari total pendapatan negara. Pajak menjadi penyumbang terbesar buat pendapatan negara. Pajak memiliki peran penting dalam pembangunan negara. Pajak merupakan salah satu kontributor utama dalam penyumbang pendapatan negara terhadap APBN.
Pendapatan negara yang berasal dari pajak dimasukkan ke dalam APBN, kemudian uang yang diperoleh negara dari pajak digunakan untuk membiayai anggaran pengeluaran negara serta untuk membiayai proyek-proyek pembangunan negara lainnya. Selain untuk pembangunan infrastruktur, dana tersebut juga digunakan untuk sektor lain seperti  pembangunan serta peningkatan kualitas SDM di Indonesia. Salah satunya yaitu dengan melalui jalur beasiswa pendidikan, seperti:
Â
•Program Indonesia pintar (PIP). Dirancang untuk membantu anak-anak usia sekolah dari keluarga yang kurang mampu untuk mendapatkan layanan pendidikan hingga tamat sekolah menengah.
•Beasiswa Indonesia Maju (BIM). Program yang di berikan kepada peserta didik atau lulusan berprestasi baik di bidang akademik maupun non-akademik.
•Kartu Indonesia Pintar – Kuliah (KIP-K). Merupakan lanjutan program kartu Indonesia pintar untuk mahasiswa melalui bebas biaya pendidikan yang di bayarkan kepada perguruan tinggi serta biaya subsidi hidup yang di sesuaikan dengan wilayah masing-masing penerima.
Perlu di ingat, bahwa setiap tahunnya target pajak selalu naik sejalan dengan kenaikan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Menurut Siti Rahayu, Undang-undang perpajakan sering kali berubah dikarenakan sifatnya dinamis dengan menyesuaikan dengan kondisi perekonomian mikro dan makro dan juga terkadang ada unsur yang berkaitan dengan politik di dalamnya.
Sehingga para wajib pajak perlu terus meng-update pengetahuan mereka terkait dengan perkembangan perpajakan di Indonesia agar perpajakan di Indonesia terus berjalan dengan baik dan stabil hingga dapat memenuhi target penerimaan pajak tiap tahunnya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H