Mohon tunggu...
Aulia Manaf
Aulia Manaf Mohon Tunggu... -

Terlahir di Pasuruan. Seorang pembelajar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Trend Buku Komedi, Menertawakan Hidup yang Penuh Ironi

16 Maret 2016   11:50 Diperbarui: 16 Maret 2016   12:37 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Lipurlah hati sesekali. Karena hati jika lelah, bisa menjadi buta, “ (Hadis)

            Di sekitar kita, banyak sekali ironi yang menggelitik hati. Membuat sedih, miris , bahkan mencekam. Kadang kelucuan bercampur amarah  menjadi satu. Semua menjadi satu ironi kisah yang (memang) sayang untuk dibuang begitu saja. Semua kisah layak di simpan dan dibukukan untuk diambil hikmahnya.

            Coba lihat beberapa tahun terakhir, semua media elektronik berlomba membuat satu tayangan komedi yang semuanya hampir seragam. Baik Talk Show yang full menghibur atau Sinetron Komedi. Jangan ditanya di dunia film. Banyak sekali film komedi yang tayang setahun terakhir. Mulai dari Kapan Kawin , Ngenest, Single , Comic 8, Talak 3, dan puluhan film lainnya. Semua menghibur, semua lucu. Ini membuktikan bahwa tren film komedi masih menjadi favorit para moviegoer (pecinta film). 

[caption caption="Buku komedian"][/caption]

Industri Komedi Yang Kian Moncer

            Industri Komedi memang layak tersenyum akan berkah trend saat ini. Masyarakat yang galau pada kondisi hidup dan permasalahan yang ada, selalu rindu pada tayangan yang menghibur. Minimal satu jam bias tertawa lepas, itu sudah cukup mengurai penat seharian bekerja dan kesemrawutn masalah. Pasar ini jelas membuat para pekerja seni membuat tayangan yang bisa menghibur. Salah satunya Raditya Dika yang sukses membuat “pabrik” comedian di SUCI (Stand Up Comedy Indonesia), ada juga API (Akademi Pelawak Indonesia). 

[caption caption="Buku Komedi"]

[/caption]

 

Trend Buku Komedi 

            Tidak hanya tayangan film, Sinetron dan lawakan Stand Up Comedy yang laris manis. Tapi juga ide membukukan materi lawakan menjadi semakin hits. Coba kita lihat banyak sekali para comedian yang menjadi penulis. Dintaranya Soleh Solihun, Dodit Mulyanto , Cak Lontong , dan lainnya. Ada beberapa yang memang menuliskan kembali materi lawakannya, ada juga yang membukukan kisah-kisah konyol dan lucu yang pernah dialami komedian dan akhirnya bisa difilmkan (seperti Raditya Dika dan Ernest Prakasa). Semua fun dan menghibur. Tapi ada juga nilai plusnya. Kalau Dika pernah bilang, “komedi pakai hati”. Komedi yang membuat kita sedikit berpikir dan (harapannya) bisa membuat pembacanya menjadi pribadi yang lebih baik lagi setelah membaca.  

            Dan yang paling baru, Buku “Koala Kumal” Raditya Dika, sudah siap-siap dibuat film baru setelah film “Single”. Kabarnya akan tayang lebaran tahun ini.

            Mengapa segala yang berbau komedi laris manis? Jawabannya , nggak hanya menghibur dan bikin ngakak , tapi komedi membuat kita juga lebih dewasa menghadapi permasalahan hidup. Kepahitan hidup, kadang bisa membuat kita tertawa. Karena harapan sering tidak sesuai dengan kenyataan .  

             Yang jelas, komedi tidak selalu bertentangan dengan keyakinan yang saya anut. Komedi adalah soal keberanian. Keberanian menertawakan diri sendiri dan keberanian untuk menempatkan masalah manusia sebagai titik pusat perhatian , ungkap Gus Dur dalam salah satu kalimat pengantar buku komedi “Canda Nabi dan Tawa Sufi”  karya Gus Mus (A.Mustofa Bisri) dalam humor-humor anak manusia.

[caption caption="Buku Gus Mus"]

[/caption]

            Jadi seperti yang pernah saya dengar, kalau sedang sedih, jangan terlalu sedih. Kalau sedang gembira, jangan terlalu berlebihan tertawa. Karena sedih dan gembira itu akan selalu berganti. Kebahagiaan itu diciptakan, bukan dicari.

Selamat menciptakan kebahagiaan di dunia dan akhirat!  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun