Mohon tunggu...
Aulia FitriBaev
Aulia FitriBaev Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa FK UMM

Saya senang menjadi diri saya sendiri NIM : 2023-013

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Waspada Cacar Monyet Semakin Menyebar

2 Januari 2024   21:03 Diperbarui: 2 Januari 2024   21:10 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cacar Monyet atau mongkeypox sendiri merupakan penyakit langka yang disebabkan oleh virus dan memiliki kemiripan gejala dengan cacar pada umumnya. Hal ini terkonfirmasi langsung oleh organisasi kesehatan dunia, WHO, yang menyatakan bahwa tiga tantangan berat yang akan ditanggung oleh dunia saat ini adalah pandemi Covid-19, perang besar Ukraina – Rusia, dan juga Cacar Monyet (monkeypox) (BBC News, 2022). 

Cacar Monyet ini sendiri merupakan penyakit langka yang disebabkan oleh virus dan memiliki kemiripan gejala dengan cacar pada umumnya. WHO mengonfirmasi bahwa setidaknya terdapat 1.000 kasus Cacar Monyet yang tersebar di 29 negara di luar wilayah Afrika (CNBC Indonesia , 2022).

Beberapa negara yang sudah mengonfirmasi kasus terinfeksi Cacar Monyet di antaranya Inggris, Spanyol, Portugal, Kanada, Italia, Prancis, Jerman, Swedia, dan Belanda dari negara nonendemis serta Kamerun, Gabon, Ghana, Pantai Gading, Liberia, Nigeria, Republik Demokratik Kongo, Republik Kongo, dan Republik Afrika Tengah dari negara endemis (Sagita, 2022)[HBQ1]

Salah satu negara tetangga Indonesia, Singapura, juga menduga bahwa negaranya berpotensi terkena penyakit ini sebab terdapat penumpang maskapai dari Sydney yang terkonfirmasi terkena Cacar Monyet saat sedang transit di Singapura (CNN Indonesia , 2022). 

Di Indonesia sendiri, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia melalui surat edarannya telah mengimbau masyarakat agar tetap waspada terhadap Cacar Monyet meskipun belum ada laporan kasus yang masuk, sebab diduga penyakit ini dapat menular melalui kontak langsung dengan manusia ataupun hewan yang terinfeksi, serta benda mati yang telah terkontaminasi virus tersebut (Sagita, 2022).

Berbeda dengan Covid-19 yang tidak menyerang kondisi fisik seseorang, Cacar Monyet menyerang kondisi fisik terutama pada kulit manusia. Beragam respon khawatir pun bermunculan di media-media sosial yang memberitakan Cacar Monyet ini, salah satunya media sosial. Terpaan informasi mengenai Cacar Monyet di media sosial mengundang keresahan warganet terhadap berbagai informasi yang media narasikan berkenaan dengan kesehatan. 

Wabah cacar monyet di Indonesia sudah semakin berkembang, tercatat pada per-tanggal 12 November 2023, totalnya sudah bertambah menjadi 44 pasien, sehingga masyarakat bisa terkena efek tekanan dan depresi dari berita yang tersebar di media sosial. 

Hal ini sejalan dengan gagasan singkat teori emotional contagion theory, bahwa individu berpotensi merasakan tekanan depresi yang lebih setelah mereka berselancar di dunia internet untuk mencari tahu lebih lanjut informasi wabah penyakit yang mereka temukan di media sosial (Zhang, Li, Sun, Peng, & Li, 2021). Gejala awal ada demam, pegal-pegal, dan sakit punggung. 

Kemudian muncul lesi di tangan dan kakinya. Gejala umum cacar Monyet secara umum sama seperti cacar air. Namun, bedanya cacar Monyet ini muncul paling banyak di bagian muka hingga tangan dan telapak kaki si penderita. Kalau cacar air biasa tidak sampai tanganndan kaki. Juga terdapat perbedaan pada isinya. 

Bedanya kalau cacar air itu isinya air. Sedangkan monkeypox ini isinya nanah. Kalau sudah tidak ada keluhan yang sangat menggangu, bisa 2 minggu sembuh. Tapi, kalau imunnya rendah, bisa lebih lama atau berlangsung 14 sampai 21 hari. Bisa dinyatakan sembuh dari cacar jika sudah tidak menularkan lagi. Seperti keropengnya sudah rontok dan hanya tersisa bekas. Penularannya bisa melalui skin to skin atau kontak kulit ke kulit.

Pemerintah menghimbau bagi orang yang memiliki kontak erat dengan pasien cacar monyet sebaiknya hindari bersentuhan secara langsung. Pasien juga bisa mencegah penularan dengan menggunakan baju panjang, asal jangan tergesek kulit untuk menghindari infeksi sekunder. Sebab kalau kena lesinya itu, penularannya bisa lebih cepat. Kalau kulit keropengnya yang terbang lalu menempel di kulit orang, itu bisa menular juga tapi sebenarnya harus dalam jumlah banyak.

Cacar monyet tidak hanya bisa menular dengan berhubungan seksual. Selama seseorang melakukan sentuhan kulit dengan pasien cacar monyet seperti bersalaman, potensi penularannya juga bisa terjadi. Jika orang tersebut pernah terkena cacar air, bukan berarti ia kebal terhadap cacar monyet atau monkeypox. Kalau masalah jenis virus, ini ortopox. Kalau misal ada yang sudah pernah kerna cacar air, dia masih bisa tertular cacar monyet.

Oleh karena itu, untuk bisa memutuskan mata rantai penularan dimbau agar masyarakat tetap menjaga jarak, menerapkan pola hidup bersih dan sehat, serta rajin cuci tangan. Jika kita sebagai tenaga medis harus mengurus orang-orang dengan cacar monyet, bisa pakai handscoon atau sarung tangan latex, tidak bersentuhan kulit dengan kulit secara langsung. Setelah itu langsung cuci tangan.

Tingkatkan daya tahan tubuh agar tidak mudah terserang penyakit dengam minum vitamin atau menjaga pola makan dan gaya hidup. Barang-barang tidak dipakai bersama, tidak tidur dan makan bersama. 

Meski harus waspada, masyarakat diimbau untuk tetap tenang dengan adanya kasus positif cacar monyet di Indonesia. Langkah pertama yang bisa dilakukan adalah masyarakat secara dini mengenali tanda dan kecurigaan cacar monyet. Kalau ada demam apalagi ada pembesaran kelenjar getah bening atau sesekeleun. Bisa dicari di belakang kuping, bawah rahang bawah, tulang selangka (di dada), dan di lipat paha. 

Meski benjolannya hanya segede kacang, itu tetap diwaspadai. Lalu, jika sudah timbul lesi yang di dalamnya terdapat nanah, serta tengahnya ada titik seperti menyerupai donat. Maka, segera ke faskes terdekat. Ikuti terus perkembangan info mengenai monkeypox di channel resmi Kementerian Kesehatan. Jangan termakan hoaks. Nanti ada stigma dan diskriminasi. Takutnya pasien jadi tidak mau cek kesehatannya ke faskes.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun