Jagat media Indonesia kini dihebohkan oleh pernyataan menteri Agama yaitu  Yaqut Cholil Qoumas atau kerap disapa Gus Yaqut, pasalnya beliau telah mengumumkan peraturan baru terkait pengaturan suara adzan lewat toa yang tertuang pada Surat Edaran Menteri Agama Nomor 05 Tahun 2022.Â
Hal itu disampaikannya pada saat kunjungan di Pekanbaru Riau, pada Rabu 23 Februari 2022. Namun kebijakan ini tidak di sapa ramah  oleh publik, melainkan menuai kritikan dan kecaman dari berbagai pihak terutama umat islam. Hal ini karena pernyataan pendukung beliau dengan memberikan permisalan  antara suara adzan dengan suara gonggongan anjing.Â
"Yang paling sederhana lagi, tetangga kita ini dalam satu kompleks, misalnya, kanan kiri depan belakang pelihara anjing semuanya, misalnya, menggonggong dalam waktu bersamaan, kita ini terganggu nggak?."Â
Meskipun demikian ada beberapa pihak yang menyatakan bahwa Beliau tidak bermaksud untuk membandingkan Adzan dengan gonggongan anjing, salah satunya Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yaitu Ahmad Fahrur Rozi. N
amun banyak yang mengatakan juga tidak membandingkan itu mungkin karena tidak menggunakan istilah kata membandingkan, hanya saja jika dikaji secara keilmuan pernyataan menteri itu mengatakan bahwa  secara tidak langsung adzan itu mengganggu layaknya seperti gonggongan anjing.
Untuk membuktikan maksud dari pernyataan kementerian agama tersebut, tentu perlu menggunakan teori-teori yang berkaitan dengan ilmu kebahasaan.Â
Baik itu dengan menggunakan teori semantik ataupun teori pragmatik. Namun yang paling dibutuhkan dalam membedah pernyataan tersebut yakni teori  dari ilmu kajian pragmatik, dimana yang menjadi fokus dalam kajian tersebut berupa apa yang dimaksudkan penutur di dalam suatu konteks khusus dan bagaimana konteks itu berpengaruh terhadap apa yang dikatakannya.Â
Selain itu pragmatik dapat disebut sebagai studi tentang maksud penutur, studi tentang maksud kontekstual, studi tentang bagaimana lebih banyak yang disampaikan daripada dituturkan dan studi tentang  ungkapan yang menunjukkan jarak hubungan/keakraban.Â
Selain itu di dalam pragmatik dijabarkan pula mengenai aturan-aturan yang harus dipatuhi oleh para penutur agar apa yang dituturkan dapat diterima secara efektif oleh lawan bicaranya. Aturan-aturan tersebut disebut dengan prinsip kerja sama atau maksim kerja sama.
Jika dilihat dalam maksud penutur tuturan tersebut berupa membandingkan atau menyandingkan antara suara adzan dengan suara gonggongan anjing. Meskipun secara tidak langsung pernyataan tersebut  mencantumkan kata membandingkan dalam tuturannya.Â
Namun jika dicermati lagi beliau mengucapkan kata "Yang paling sederhana lagi", dimana berdasarkan tuturan tersebut beliau seakan-akan memberikan contoh kasus yang serupa dengan suara adzan. Â