Aku yang 2 meter jaraknya, terbahak-bahak, berkesan mengolok-olok perubahan gelagatnya dari senang menjadi gusar. Untung ia tidak maki. Memang pemali bagi pelaut untuk maki jika hendak memancing. Kata orang, awas roh-roh laut marah dan tidak berikan ikan untuk ditangkap.
Sampai subuh, tak seekor pun ikan yang kami tangkap. Saat hendak beranjak pergi, teman melemparkan ikan teri sekantong ke laut. Aku berkelakar, "kalau ikan teri tadi kita goreng bercampur tepung bumbu, pasti nikmatnya hilangkan kegusaran kita berdua." Ia hanya balas, "ikan juga butuh makan gratis, bebas jebak kail."
Sejak itu, aku putuskan tidak akan pancing lagi. Percuma! Ikan telah mengungsi. Rumahnya telah rusak. Airnya telah keruh. Pantai sebagai halaman, tempat berkeliaran ikan pohon-pohon bakau telah mati. Pun batu-batu terguling dari jalanan memenuhi pantai. Â Â
Apa ini namanya hidup yang anakronistis: menghalangi diri dari kemungkinan menggunakan akal, tidak mempertimbangkan cara hidup yang ramah lingkungan? Â
Keterangan:
1. Mari ikut, mari kita pergi menangkap/mencari ikan/siput/dll
2. Tunggulah sedikit
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H